Lanjutan Dari Bagian 2
11. Sumayyah
11. Sumayyah
Dialah
Sumayyah binti Khayyat, hamba sahaya dari Abu Hudzaifah bin Mughiroh.
Beliau dinikahi oleh Yasir, seorang pendatang yang kemudian menetap di
Mekkah sehingga tidak ada kabilah yang dapat membela, menolak dan
mencegah kezaliman atas dirinya, karena dia hidup sebatang kara.
Posisinya menjadi sulit dibawah naungan aturan yang berlaku pada masa
Jahiliyah.
Begitulah Yasir mendapatkan dirinya menyerahkan perlindungannya kepada Bani Makhzum. Beliau hidup dalam kekuasaan Abu Huzaifah. Dia akhirnya dinikahkan dengan budak wanita bernama Sumayyah, tokoh yang kita bicarakan ini. Beliau hidup bersamanya dalam suasana yang tenteram. Tidak berselang lama dari pernikahan tersebut, merekapun dikaruniai dua orang anak, yaitu ‘Ammar dan Ubaidullah
Tatkala ‘Ammar hampir menjelang dewasa dan sempurna sebagai seorang laki-laki beliau mendengar agama baru yang didakwahkan oleh Muhammad bin Abdullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam kepada beliau. Maka berfikirlah ‘Ammar bin Yasir sebagaimana yang difikirkan oleh penduduk Mekkah, sehingga kesungguhan beliau di dalam berfikir dan lurusnya fitrah beliau, menggiringnya untuk memeluk Dienul Islam.
‘Ammar kembali ke rumah dan menemui kedua orang tuanya dalam keadaan merasakan lezatnya iman yang telah terpatri dalam jiwanya.
Beliau menceritakan kejadian yang beliau alami hingga pertemuannya dengan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, kemudian menawarkan kepada keduanya untuk mengikuti dakwah yang baru tersebut. Ternyata Yasir dan Sumayyah menyahut dakwah yang penuh berkah tersebut dan bahkan mengumumkan keislamannya sehingga Sumayyah menjadi orang ketujuh yang masuk Islam.
Dari sinilah dimulai sejarah yang agung bagi Sumayyah yang bertepatan dengan permulaan dakwah Islam dan sejak fajar terbit untuk pertama kalinya.
Bani Makhzum mengetahui akan hal itu, karena ‘Ammar dan keluarganya tidak memungkiri bahwa mereka telah masuk Islam bahkan mengumumkan keislamannya dengan kuat sehingga orang-orang kafir menyikapinya dengan menentang dan memusuhi mereka.
Bani Makhzum segera menangkap keluarga Yasir dan menyiksa mereka dengan bermacam-macam siksaan agar mereka keluar dari dien mereka. Mereka memaksa dengan cara menyeret mereka ke padang pasir tatkala cuaca sangat panas dan menyengat. Mereka membuang Sumayyah ke sebuah tempat dan menaburinya dengan pasir yang sangat panas, kemudian meletakkan diatas dadanya sebongkah batu yang berat, akan tetapi tiada terdengar rintihan ataupun ratapan melainkan ucapan Ahad….Ahad…., beliau ulang-ulang kata tersebut sebagaimana yang diucapkan juga oleh Yasir, ‘Ammar dan Bilal.
Suatu ketika Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyaksikan keluarga muslim tersebut yang tengah tersiksa secara kejam, maka beliau menengadahkan tangannya ke langit dan berseru :
"Bersabarlah keluarga Yasir karena sesungguhnya tempat kembali kalian adalah surga"
Sumayyah mendengar seruan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bertambah tegar dan optimis dengan kewibawaan imannya. Dia mengulang-ulang dengan berani: "Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah dan aku bersaksi bahwa janjimu adalah benar".
Sehingga bagi beliau kematian adalah sesuatu yang sepele dalam rangka memperjuangkan aqidahnya. Di hatinya telah dipenuhi kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla, maka dia menganggap kecil setiap siksaan yang dilakukan oleh para Thaghut yang zhalim, yang mana mereka tidak kuasa menggeser keimanan dan keyakinannya sekalipun hanya satu langkah semut.
Sementara Yasir telah mengambil keputusan sebagaimana yang dia lihat dan dia dengar dari istrinya. Sumayyah pun telah mematrikan dalam dirinya untuk bersama-sama dengan suaminya meraih kesuksesan yang telah dijanjikan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala para Thaghut telah berputus asa mendengar ucapan yang senantiasa diulang-ulang oleh Sumayyah maka musuh Allah, Abu jahal melampiaskan keberangannya kepada Sumayyah dengan menusukkannya sangkur yang berada dalam genggamannya ke tubuhnya. Maka terbanglah nyawa beliau dari raganya yang beriman dan bersih. Dan beliau adalah wanita pertama yang syahid dalam Islam. Beliau gugur setelah memberikan contoh yang baik dan mulia bagi kita dalam hal keberanian dan keimanan, yang mana beliau telah mengerahkan segala apa yang beliau miliki, dan menganggap remeh kematian dalam rangka memperjuangkan imannya. Beliau telah mengorbankan nyawanya yang mahal dalam rangka meraih keridhaan Rabb-nya. "Dan mendermakan jiwa adalah puncak tertinggi dari kedermawanan".
(Diambil dari buku Mengenal Shahabiah Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan sedikit perubahan, penerbit Pustaka AT-TIBYAN)
12. Amar bin YAsir
Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka membaiatnya
di bawah pohon…(Al-Fath : 18). Ayat ini menurut para mufasir
berhubungan para sahabat Nabi yang memberikan baiatnya kepada
Rasulullah. Salah satu dari mereka itu bernama Ammar Bin Yasir. Ia
seorang putra dari Sumayyah yang dikenal sebagai syahidah pertama dalam
Islam. Ammar berkulit sawo matang dan berperawakan tinggi. Kedua matanya
hitam kebiru-biruan. Pundaknya bidang dan rambutnya lebat.
Ia masuk Islam ketika berada di Ka`bah tidak sengaja mendengarkan ayat-ayat Al-Quran yang dibacakan Muhammad SAW. Karena terasa berbeda dengan lantunan syair-syair Arab maka Ammar menelusurinya. Maka larangan untuk tidak mendekati Muhammad SAW tidak digubrisnya. Akhirnya Ammar pun sengaja datang ke Darul Arqam. Di depan rumah itu Ammar kepergok Suhaib Bin Sanan.
“Mau apa kau ke sini,” tanya Ammar mendahului. ”Aku mau menemui Muhammad dan ingin mendengarkan ajaran-ajarannya,” jawab Suhaib singkat. “Aku pun begitu,” ungkap Ammar. Dan setelah itu mereka masuk dan mendengarkan tausiyah Rasulullah hingga menjelang malam. Besoknya Ammar datang lagi dan masuk Islam. Ia menghafal ayat-ayat Al-Quran yang disampaikan Rasulullah SAW. Ia membacanya secara lunak. Hari berikutnya membaca secara keras dan makin keras hingga terdengar ke luar rumah.
Ammar selain berjasa dalam membangun masjid pertama, Quba, juga ikut berjuang bersama Nabi dalam perang Badr, Uhud, Khaibar, Khandak dan peperangan lainnya. Ammar bersama orangtuanya, Sumayyah Binti Kahiyyat dan Yasir pernah disiksa oleh Abu Jahal Bin Hisyam ditengah-tengah padang pasir, ramdha. Saat tahu tentang itu, Rasulullah datang dan berkata, “hai keluarga Yasir, sabarlah! kalian dijanjikan pahala surga.”
Bahkan mereka diancam akan dibunuh jika tidak meninggalkan agama Islam. Kedua orangtua Ammar, Yasir dan Sumayah, tetap berpegang teguh memegang Islam dengan berani berujar di hadapan para musyrikin, “kami yang sudah suci dengan Islam tidak mau mengotorinya lagi.” Mendengar itu para musyrikin marah dan akhirnya membunuh keduanya dengan tombak. Atas tindakan itu, akhirnya Ammar tidak bisa apa-apa selain menuruti kaum musyrikin. Ia dihadapan para pemuka musyrikin melontarkan cacian dan makiannya kepada Rasulullah dan langsung menyatakan keluar dari agama Islam. Kejadian itu pun diketahui Nabi. Selang beberapa hari setelah kejadian itu turunlah ayat kepada Nabi, “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (Dia mendapat kemurkaan Allah) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap beriman (Dia tidak berdosa)” (QS An-nahl:106). Berdasarkan ayat ini umat Islam pada waktu itu diizinkan untuk melakukan taqiyah dalam rangka menjaga keselamatan. Inilah yang dilakukan Ammar yang terpaksa mencaci maki Nabi dan menyatakan keluar dari Islam untuk penyelamatan jiwanya. Dan tindakan taqiyah yang dilakukan Ammar tadi dibenarkan oleh Nabi, “Kalau mereka kembali menyiksamu lagi, ucapkan cacianmu padaku; Allah akan mengampunimu dikarenakan kamu terpaksa melakukannya.”
Ada hadits lain yang berkenaan dengan Ammar, yaitu dari Khalid Bin Walid yang berkata bahwa dirinya pernah bertengkar dengan Ammar. Lalu mengadukannya kepada Nabi. Saat itu Rasulullah SAW langsung berkata, “Hai Khalid, siapa yang memaki-maki Ammar Bin Yasir, Allah akan memaki-maki dia. Barang siapa yang memusuhinya, Allah akan menjadi musuh dia. Barangsiapa yang merendahkan Ammar, Allah pun akan merendahkan dia.” Inilah pujian yang menyatakan kedudukan Ammar Bin Yasir dihadapan Allah dan Rasul-Nya.
Selain tercatat sebagai muslim yang taat, Ammar juga termasuk orang berusaha mendamaikan pertengkaran antara Anshar dan Muhajirin saat peristiwa Saqifah, yang merebutkan kepemimpinan Islam pasca wafat Nabi. Orang-orang Anshar mengajukan Saad Bin Ubadah dan orang-orang muhajirin menunjuk Abu Bakar. Ammar ketika melihat perseturuan itu memberikan nasehat kepada kedua kelompok tersebut. Sebagai jalan keluarnya, Ammar mengadakan rapat yang disebut Majelis Syura. Konsep inilah bukti kontribusi gagasan/ide dari Ammar Bin Yasir pada Islam. Ammar juga pada masa khalifah Umar Bin Khattab diamanahi sebagai gubernur Kufah, Irak.
Bahkan pada masa khalifah Utsman Bin Affan, Ammar memberikan nasehat kepadanya. Terutama masalah pengangkatan pejabat-pajabat teras yang berasal dari keluarga Utsman. Atas tindakannya itu Ammar dianggap orang yang berusaha melakukan sabotase terhadap pemerintah. “Alhamdulillah, ternyata penegak kebenaran selalu dihinakan,” ucap Ammar ketika Hasyim Bin Walid Bin Mughira mengejeknya. Kemudian dalam buku Syarh Nahjul Balaghah dikabarkan tubuhnya dipukuli beberapa kaum musyrikin hingga pingsan. Dalam keadaan itulah sebagian kaum muslimin membawanya ke rumah Ummu Salamah, salah seorang istri Nabi. Ammar pingsan cukup lama hingga beberapa waktu tidak shalat—karena tidak sadar. Ketika sadar dari pingsan Ammar berkata, “Alhamdulillah bukan sekali ini aku disakiti, dahulu juga dianiaya ketika membela Rasulullah.”
Menurut sejarah Ammar Bin Yasir wafat dimasa khalifah Ali Bin Abi Thalib, yaitu pada usia 94 tahun, saat perang Siffin kepalanya terlepas dari badan. Ali Bin Abi Thalib kemudian menshalatkan dan menguburkannya di Riqqah, 300 km dari kota Damaskus, Suriyah.
Begitulah perjuangan seorang muslim di masa awal Islam. Meskipun penuh cobaan dari kaum musyrikin, tetapi kepatuhan dan ketangguhannya dalam memeluk Islam betul-betul sebuah teladan yang harus diikuti umat Islam.
13.Zaid bin Khattab
Zaid
bin Khattab adalah saudara Umar bin Khattab. Ia lebih dahulu masuk
Islam dan baik Islamnya. Ia seorang mujahid yang banyak kembali kepada
Allah.
Suatu hari Rasulullah SAW menyampaikan sebuah pernyataan, "Diantara kalian ada seorang laki-laki yang kecemasannya terhadap neraka lebih besar daripada gunung Uhud."
Pada peristiwa setelah wafatnya rasul, timbul gerakan yang mengkalim bahwa Musailamah adalah nabi. Adalah Rajjal bin Anfawah yang menipu banyak orang dengan mengatakan : bahwa aku mendengar Muhammad berkata, bahwa ia telah bersama-sama dengan Musailamah bin hubaib dalam hal kenabian."
Zaid bin Khattab adalah orang yang paling cemas terhadap gerakan Musailamah dan Rajjal. Ia begitu berani mati syahid dengan berbagai cara.
Pada perang Uhud baju perangnya hilang, maka Umar bin Khattab menawari dia untuk mengenakan baju perangnya. Zaid berkata, "aku ingin mereguk manisnya mati syahid sebagaimana yang engkau inginkan. Maka a pun perang tanpa pakaian perang.
Pada peristiwa Perang Yamamah prajurit muslim memerangi tentara Musailamah. Ia melihat prajurit muslim ketakutan karena banyaknya yang terbunuh sebagai syuhada. maka ia berpekik: wahai saudara-saudara..kalian harus teguh..hanyamlah musuhmu..majulah kedepan. Demi allah aku tidak akan berbicara sampai Allah mengalahkan mereka atau sampai aku menjumpai Allah lalu aku bicara kepada-Nya dengan argumen yang akan aku sampaikan."
Ia lalu mencari Musailamah, tetapi pasukannya menyembunyikannya. Maka ia mencari Rajjal sampai ia menemukannya lalu menebas kepalanya yang membuat rasa takut muncul pada diri Musailamah dan Mahkan bin Thufail.
Ketika tentara Islam mengetahui kematian Rajjal, maka mereka yang terluka bangkit dan berperang dengan gigih, sementara Zaid rindu akan syurga. Maka ia menerobos pasukan sampai ia tewas dalam keadaan syahid.
Pulanglah prajurit Islam tanpa Zaid. Dan menangislah Umar bin Khattab seraya berkata, "Semoga Allah menghujani rahmat kepada Zaid. Ia telah mendahului aku memeluk Islam dan telah mendahului aku menjadi syahid."
Umar selalu mengenangnya, ia berkata, "Tidaklah angin berhembus melainkan aku mencium bau harum Zaid."
Semoga Allah meridhoi Zaid bin Khattab.
14.Abdullah bin Zubair
Nama
lengkapnya Abdullah bin az-Zubair bin al-Awwam bin Khuwailid bin Asad
bin Abdul Uzza bi Qushai. Beliau adalah anak dari bibi Rasulullah.
Ibunya bernama Asma binti Abu Bakar as-Siddiq. Pangilannya Abu Bakar.
Gelarnya ‘Aidzullah’ (yang berlindung pada Allah). Ayahnya az-Zubair bin
al-Awwam adalah termasuk pengikut setia (hawariy) Rasulullah dan salah
satu dari sepuluh sahabat yang dikabarkan akan masuk surga.
Mengenai kelahirannya, Asma (ibunya) bercerita bahwa suatu hari ketika sedang hamil tua keluar rumah. kira-kira kandungan itu sudah berumur sembilan bulan. Ibunya pergi ke Madinah dan berhenti di Quba ketika dirinya merasa bayinya hendak keluar. Firasatnya itu betul. Tak lama setelah berhenti sejenak di Quba, bayinya lahir. Setelah ibunya membawa bayi itu ke tempat Rasulullah agar didoakan. Rasulullah pun mengunyah kurma hingga lembut kemudian menyuapkan kepada bayi itu sembari berdo’a. Jadi pertama-pertama yang masuk di tenggorokan bayi itu adalah suapan Rasulullah. Bayi itu diberinama Abdullah. Itulah awal kelahiran bayi muslim dalam Islam setelah terjadi peristiwa hijrah ke Madinah yang langsung disuapi dan dimanai Rasulullah.
Kelahirannya disambut meriah dan riang gembira oleh umat Islam yang ada di Madinah. kenapa demikian? Konon ceritanya bahwa orang-orang Yahudi telah menyihir hingga umat Islam tidak melahirkan bayi. Beruntunglah Abdullah mendapatkan didikan langsung dari Rasulullah sejak kecil. Maka tidak heran jika pada umur 7 atau 8 tahun memberikan sumpah setia kepada Rasulullah untuk tegaknya ajaran Islam. kehadirannya disambut Rasulullah dengan senyum ketika dirinya menyatakan diri untuk memberikan sumpah setia (bai’ah) (lihat Shohih Bukhri; 2146).
Sejak dirinya memberikan sumpah setia (bai’ah), waktunya digunakan untuk menimba ilmu langsung dari Rasulullah. Seakan-akan tidak ada jalan melainkan jalan ke rumah Rasulullah yang dituju. Apalagi Aisyah, istri Rasulullah, adalah bibinya yang baik hati. Sehingga dirinya merasa benar-benar seperti anaknya. Maka tidak mengherankan jika beliau diantara para sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah langsung. Dan juga dari ayah, paman (Abu Bakar), ibu dan bibinya (Aisyah). Dalam masalah ibadah beliau juga sangat tekun dan istiqomah serta penuh khusyu’. Mujahid berkata, “Ibn Zubair jika sedang sholat badanya seperti tiang (khusyu’). Seperti halnya Abu Bakar.” Tsabit al-Banany bercerita, “Suatu hari saya lewat di samping Ibn Zubair yang berada di belakang tempat sedang sholat. Dirinya seperti kayu yang ditancapkan; tidak bergerak (karena khusyu’).
Dari Utsmanbin Tholhah berkata, “Ada tiga perkara yang tidak dapat dikalahkan dari Ibn Zuabair; dalam keberanian, ibadah dan kepandian beretorika (balaghoh).” Dari ibunya berkata, “Ibn Zubair selalu sholat malam dan berpuasa di siang hari.” Dari Muslim bin Niyaqb berkata; “Ibn Zubair suatu hari ruku’. Waktu itu kami membaca surah al-Baqoroh, Ali Imron, an-Nisa dan al-Maidah. (Hingga surah itu selesai dibaca) beliau belum mengangkat kepalanya.” Tidak mengherankan jika di kalangan sahabat beliau dikenal dengan sebutan ‘Hamam al-Masjid”(merpati masjid).
Kurang lebih 8 tahun 4 bulan beliau bergaul dekat dengan Rasulullah. Setelah beliau ditinggal Rasulullah menghadap sang Kholik.
Suatu hari beliau sedang bermain dengan anak-anak seusinya. Peristiwa itu terjadi pada waktu kholifah Umar bin Khottob. Ketika Umar datang, kawan-kawannya itu lari menjauh sementara dirinya masih berdiri di tempatnya. Umar bertanya, “Kenapa tidak ikut lari bersama kawan-kawanmu?” beliau menjawab, “Saya tidak berbuat jahat dan dosa, kenapa harus lari. Dan jalan pun tidak sempit hingga aku beri jalan untukmu.” Mendengar jawab itu, Umar pun kemudian pergi melewati jalan itu.
Mengenai keberaniannya, Mush’ab bin Abdullah berkata, “Ayahku bercerita padaku dan juga az-Zubair bin Hubaib. Suatu hari Ibn az-Zubair berkata. “Kelompok Jurjair dengan jumlah tentara 120 ribu orang menyerang kami. Kemudian mereka mencoba mengepung kami yang jumlahnya cuma 20 ribu.” Dalam riwayat Hisyam bin Urwah diceritakan bahwa bahwa pada waktu peran Jamal, Ibn az-Zubair diambil di tenggah-tengah orang-orang yang terbunuh (beliau masih hidup). Tubuhnya terkena luka parah akibat terkena 70 lebih pukulan dan tusukan.”
Dari Urwah diceritakan bahwa Ibn Zubair ikut membonceng kuda di belakang ayahnya pada waktu terjadi perang Yarmuk. Waktu itu berumur 20 tahun. Beliau juga ikut dalam penaklukan Afrika pada masa kholifah Utsman. Begitu juga beliau menjaga Kholifah Utsman di rumahnya.
Setelah wafatnya Muawwiyah bin Abu Sufyan, kekholifahan digantikan anaknya, Yazid. Yazid menyuruh beliau untuk memberikan sumpah setia atas kekholifahannya itu. Hanya saja beliau enggan memenuhi permintaannya. Beliau lebih memilih pergi jauh ke Mekkah. Sikapnya itu membuat Yazid marah. Tapi apa hendak dikata. Beliau memang enggan.
Beberapa tahun kemudian akhirnya Yazid wafat. Maka beliau dibai’ah untuk mengantikan khilafah itu. Beliau pun menerima. Beliau memerintah di Mesir, Hijaz, Yaman, Iraq, Khurosan dan sebagian besar Syam. Semua penduduk patuh dan taat kepada beliau. Madinah Munawaroh dijadikan sebagai ibuk kota pemerintahannya. Masa kekholifahannay hingga tahun 9 Hijriah.
Diantara proyek pembangunan yang beliau lakukan adalah pembaharuan dan renovasi Ka’bah dengan tidak membuah tiang-tiang penting yang diletakkan nabi Ibrahim. Prestasi lain yaitu beliau orang pertama yang membuat mata uang dirham berbentuk bulat. Uang dirham itu di salah satu sisinya bertulis Muhammad Rasulullah. Dan pada sisi lainnya, “Amrullah bil fawa’ wal adl.”
Selama hidupnya dalam perjuangan menengakkan Islam, beliau telah meriwayatkan kurang lebih 32 hadits. Pada tahun 73 Hijriah beliau wafat di Mekkah setelah terbunuh oleh al-Hajaj bin Yusuf dalam peperangan dengan orang-orang Umawiyah. Hari wafatnya adalah hari Selasa, Jumadil Awwal tahun 73. waktu itu beliau berumur 72 tahun. Dikuburkan di Madinah. Kuburannya sekarang di masjid Nabawi bersampingan dengan Rasulullah, Abu Bakar dan Umar. Beberapa hari kemudian ibunya, Asma, meninggal dunia.
15. Abu Ayyub Al-Anshari
Ketika
Rasulullah memasuki kota Madinah, unta yang beliau tunggangi bersimpuh
di depan rumah Bani Malik bin Najjar. Maka beliau pun turun dari atasnya
dengan penuh harapan dan kegembiraan.
Salah
seorang Muslim tampil dengan wajah berseri-seri karena kegembiraan yang
membuncah. Ia maju lalu membawa barang muatan dan memasukkannya,
kemudian mempersilakan Rasulullah masuk ke dalam ruma. Nabi SAW pun
mengikuti sang pemilik rumah.
Siapakah
orang beruntung yang dipilih sebagai tempat persinggahan Rasulullah
dalam hijrahnya ke Madinah ini, di saat semua penduduk mengharapkan Nabi
mampir dan singgah di rumah-rumah mereka? Dialah Abu Ayub Al-Anshari
Khalid bin Zaid, cucu Malik bin Najjar.
Pertemuan
ini bukanlah yang pertama kalinya. Sebelumnya, sewaktu utusan Madinah
pergi ke Makkah untuk berbaiat dalam baiat Aqabah Kedua, Abu Ayub
Al-Anshari termasuk di antara 70 orang Mukmin yang mengulurkan tangan
kanan mereka ke tangan kanan Rasulullah serta menjabatnya dengan kuat,
berjanji setia dan siap menjadi pembela.
Dan
kini, ketika Rasulullah bermukim di Madinah dan menjadikan kota itu
sebagai pusat agama Allah, maka nasib mujur yang sebesar-besarnya telah
terlimpahkan kepada Abu Ayub, karena rumahnya dijadikan tempat pertama
yang didiami Rasulullah. Beliau akan tinggal di rumah itu hingga
selesainya pembangunan masjid dan bilik beliau di sampingnya.
Sejak
orang-orang Quraisy bermaksud jahat terhadap Islam dan berencana
menyerang Madinah, sejak itu pula Abu Ayub mengalihkan aktifitasnya
dengan berjihad di jalan Allah. Ia turut bertempur dalam Perang Badar,
Uhud dan Khandaq. Pendek kata, hampir di tiap medan tempur, ia tampil
sebagai pahlawan yang siap mengorbankan nyawa dan harta bendanya.
Semboyan yang selalu diulang-ulangnya, baik malam ataupun siang, dengan suara keras atau perlahan adalah firman Allah SWT, "Berjuanglah kalian, baik di waktu lapang, maupun waktu sempit..." (QS At-Taubah: 41).
Sewaktu
terjadi pertikaian antara Ali dan Muawiyah, Abu Ayub berdiri di pihak
Ali tanpa sedikit pun keraguan. Dan kala Khalifah Ali bin Abi Thalib
syahid, dan khilafah berpindah kepada Muawiyah, Abu Ayub menyendiri
dalam kezuhudan. Tak ada yang diharapkannya dari dunia selain
tersedianya suatu tempat yang lowong untuk berjuang dalam barisan kaum
Muslimin.
Demikianlah,
ketika diketahuinya balatentara Islam tengah bergerak ke arah
Konstantinopel, ia segera memegang kuda dan membawa pedangnya, memburu
syahid yang sejak lama ia dambakan.
Dalam
pertempuran inilah ia menderita luka berat. Ketika komandannya datang
menjenguk, nafasnya tengah berlomba dengan keinginannya menghadap Ilahi.
Maka bertanyalah panglima pasukan waktu itu, Yazid bin Muawiyah,
"Apakah keinginan anda wahai Abu Ayub?"
Abu
Ayub meminta kepada Yazid, bila ia telah meninggal agar jasadnya dibawa
dengan kudanya sejauh jarak yang dapat ditempuh ke arah musuh, dan di
sanalah ia akan dikebumikan. Kemudian hendaklah Yazid berangkat dengan
balatentaranya sepanjang jalan itu, sehingga terdengar olehnya bunyi
telapak kuda Muslimin di atas kuburnya, dan diketahuinya bahwa mereka
telah berhasil mencapai kemenangan.
Dan
sungguh, wasiat Abu Ayub itu telah dilaksanakan oleh Yazid. Di jantung
kota Konstantinopel yang sekarang yang sekarang bernama Istanbul, di
sanalah terdapat pekuburan laki-laki besar.
Hingga
sebelum tempat itu dikuasai orang-orang Islam, orang Romawi dan
penduduk Konstantinopel memandang Abu Ayub di makamnya itu sebagai orang
suci. Dan yang mencengangkan, para ahli sejarah yang mencatat
peristiwa-peristiwa itu berkata, "Orang-orang Romawi sering berkunjung
dan berziarah ke kuburnya dan meminta hujan dengan perantaraannya, bila
mereka mengalami kekeringan."
Jasad
Abu Ayub Al-Anshari masih terkubur di sana, namun ringkikan kuda dan
gemerincing pedang tak terdengar lagi. Waktu telah berlalu, dan kapal
telah berlabuh di tempat tujuan. Abu Ayub telah menghadap Ilahi di
tempat yang ia dambakan. Bersambung....
source : here !
source : here !
0 komentar:
Posting Komentar
WHAT IS YOUR OPINION?