Dari
sekian banyak informasi yang ada tentang kematian Hitler, tidak ada
satupun yang dapat menyebutkan secara pasti apa penyebab kematian sang
diktator Nazi ini.
Bagaimanakah sebenarnya akhir dari petualangan Hitler itu? Benarkah
Hitler bersama istrinya Eva Braun bunuh diri setelah minum racun
sianida?
|
Lantas bagaimanakah hasil otopsi pihak Amerika ketika tengkorak
Hitler dipamerkan pada tahun 2000 lalu, yang ternyata adalah tengkorak
wanita? Dimanakah sebenarnya keberadaan Hitler setelah jatuhnya Berlin
di tangan sekutu?
Beberapa Versi Tentang Kematiannya
hitler |
Versi yang paling populer menyebutkan bahwa Hitler
tewas bunuh diri dengan cara menembak dirinya sendiri dan minum racun
sianida pada 30 April 1945, saat Jerman diduduki oleh Uni Soviet.
Meski sejumlah ahli sejarah ragu Hitler menembak dirinya, dan menduga
hal itu hanyalah propaganda Nazi untuk menjadikan Hitler sebagai
pahlawan.
Namun, lubang pada potongan tengkorak itu tampak menguatkan argumen
tersebut ketika tengkorak itu dipamerkan di Moskow tahun 2000. Bagaimana
dan kapan Hitler meninggal sekarang ini masih diselimuti misteri.
Dapat dijumpai penjelasan tentang penyebab dan kapan Hitler mati dari
beberapa versi. Ada kematian versi Jerman, versi Rusia, dan versi para
peneliti atau ilmuwan.
Versi Jerman – Seperti yang diceritakan oleh Flegel, salah satu perawat Hitler dan petinggi Nazi lainnya saat di dalam bunker.
Versi Rusia - Yang dinyatakan oleh seorang pejabat
tinggi dinas rahasia Rusia, KGB, yang mengklaim, bahwa Adolf Hitler
mengakhiri hidupnya tidak dengan menembak dirinya sendiri, tetapi dengan
meminum racun sianida. Seperti yang dinyatakan oleh Letnan Jenderal Vasily Khristoforov, staf arsip untuk dinas keamanan FSB Rusia, “Paramedia
militer Uni Soviet kala itu telah memastikan bahwa Hitler dan Eva Braun
tewas setelah minim racun sianida pada 30 April 1945.”
Versi para ilmuwan – Terakhir adalah menurut
pendapat umum dalam hal ini diwakili oleh para ilmuwan. Sudah lama
sebenarnya para ilmuwan dan ahli sejarah menyatakan bahwa potongan
tengkorak yang telah diambil dari luar bunker Hitler oleh tentara Rusia
dan selama ini disimpan intelijen Soviet itu akan menjadi bukti yang
meyakinkan bahwa menembak dirinya hingga tewas setelah minum pil sianida
pada 30 April 1945.
Akhirnya dilakukan analisis DNA terhadap potongan tengkorak itu oleh peneliti Amerika, dan mereka menyatakan, “kami tahu tengkorak itu berhubungan dengan seorang perempuan berusia antara 20 dan 40 tahun,” kata ahli arkelogi Nick Bellantoni dari Universitas Connecticut, AS, dikutip dari Dailymail.
“Tulang itu kelihatan sangat tipis, tulang tengkorak laki-laki cenderung lebih kuat. Dan persambungan di mana lempengan tengkorak itu menyatu tampak berhubungan dengan seseorang yang berusia kurang dari 40 tahun. Hitler pada April 1945 berusia 56 tahun.“
Dengan adanya hasil tes DNA tersebut, berarti sejarah kematian Hitler
menjadi sebuah misteri kembali, dan para ahli teori konspirasi harus
memikirkan kembali kemungkinan-kemungkinan lain tentang kematian Hitler,
seperti mungkin saja Hitler tidak mati dalam bunker.
Sekilas Tentang Adolf Hitler
Hitler (panggilan manja 'Adi') semasa bayi |
Mengenai masa kecil, masa remaja, sampai dengan ketika menjadi seorang diktator, Hitler kecil adalah seorang anak yang tertolak, ayahnya sangat membencinya dan menganggap perilakunya yang “antisosial” sebagai sebuah kutukan.
Ayahnya seorang yang keras dalam mendidik anak, sedang ibunya (Klara)
sangat baik kepadanya. Masa kecil yang diliputi dengan kebencian dari
ayahnya inilah yang memberikan andil besar dalam pembentukan mental dan
kejiwaan Hitler saat dewasa.
Ketika hidupnya sulit, Perang Dunia 1 pun pecah. Tanpa ragu-ragu
Hitler mendaftar menjadi tentara dengan pangkat Kopral, bertugas di
medan perang di barisan paling depan. Kecewa dengan kekalahan Jerman di
Perang Dunia 1, dan melihat negara dan rakyatnya yang sengsara dan
kelaparan, Hitler pun masuk menjadi Anggota Partai Buruh yang kemudian
menjadi NSDAP (National Socialistische Deutsche Arbeiter Partei).
Tahun 1920, Hitler menjadi Kepala Bagian Propaganda, disinilah terlihat bakat Hitler di bidang pidato dan agitasi.
Satu tahun kemudian, 1921, akhirnya Hitler menjadi ketua partai.
Akhirnya Hitler mendapatkan wewenang mutlak dari partainya.
Dan Hitler adalah seorang orator ulung ”singa podium”, ahli pidato yang bisa menghipnotis massa pendengarnya.
Hitler adalah politikus handal dan berhasil membangun pencitraan yang
sukses melalui propaganda. Ia berhasil membangun opini menjadi sebuah
kekuatan dahsyat yang sukses melalui propaganda.
Ia berhasil membangun opini menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang ditakuti. Ia juga berhasil membangun opini sebagai Fuhrer atau pemimpin yang dapat dipercaya rakyatnya, membawa bangsanya ke puncak kejayaan.
Dr. Poch Yang Misterius
Hitler in thr srmy |
jika saja ada yang rajin menyimpan klipingan artikel harian “Pikiran
Rakyat” sekitar tahun 1983, tentu akan menemukan tulisan dokter
Sosrohusodo mengenai pengalamannya bertemu dengan seorang dokter tua
asal Jerman bernama Poch di pulau Sumbawa Besar pada tahun 1960. Dokter
tua itu kebetulan memimpin sebuah rumah sakit besar di pulau tersebut.
Tapi bukan karena mengupas kerja dokter Poch, jika kemudian artikel
itu menarik perhatian banyak orang, bahkan komentar sinis dan cacian!
Namun kesimpulan akhir artikel itulah yang membuat banyak orang
mengerutkan kening. Sebab dengan beraninya Sosro mengatakan bahwa dokter
tua asal Jerman yang pernah berbincang-bincang dengannya, tidak lain
adalah Adolf Hitler, mantan diktator Jerman yang super terkenal karena
telah membawa dunia pada Perang Dunia II !
Beberapa “bukti” diajukannya, antara lain dokter Jerman tersebut cara
berjalannya sudah tidak normal lagi, kaki kirinya diseret. Tangan
kirinya selalu gemetar. Kumisnya dipotong persis seperti gaya aktor
Charlie Chaplin, dengan kepala plontos. Kondisi itu memang menjadi ciri
khas Hitler pada masa tuanya, seperti dapat dilihat sendiri pada
buku-buku yang menceritakan tentang biografi Adolf Hitler (terutama
saat-saat terakhir kejayaannya), atau pengakuan Sturmbannführer Heinz
Linge, bekas salah seorang pembantu dekat sang Führer. Dan masih banyak
“bukti” lain yang dikemukakan oleh dokter Sosro untuk mendukung
dugaannya.
Keyakinan Sosro yang dibangunnya dari sejak tahun 1990-an itu hingga
kini tetap tidak berubah. Bahkan ia merasa semakin kuat setelah
mendapatkan bukti lain yang mendukung ‘penemuannya’. “Semakin saya
ditentang, akan semakin keras saya bekerja untuk menemukan bukti-bukti
lain,” kata lelaki yang lahir pada tahun 1929 di Gundih, Jawa Tengah ini
ketika ditemui di kediamannya di Bandung.
Andai saja benar dr. Poch dan istrinya adalah Hitler yang tengah
melakukan pelarian bersama Eva Braun, maka ketika Sosro berbincang
dengannya, pemimpin Nazi itu sudah berusia 71 tahun, sebab sejarah
mencatat bahwa Adolf Hitler dilahirkan tanggal 20 April 1889. “Dokter
Poch itu amat misterius. Ia tidak memiliki ijazah kedokteran secuilpun,
dan sepertinya tidak menguasai masalah medis,” kata Sosro, lulusan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang sempat bertugas di pulau
Sumbawa Besar ketika masih menjadi petugas kapal rumah sakit Hope.
Sebenarnya, tumbuhnya keyakinan pada diri Sosro mengenai Hitler di
pulau Sumbawa Besar bersama istrinya Eva Braun, bukanlah suatu
kesengajaan. Ketika bertugas di pulau tersebut dan bertemu dengan
seorang dokter tua asal Jerman, yang ada pada benak Sosro baru tahap
kecurigaan saja.
Pada gambar, terlihat Dr Poch sudah semakin tua, memakai setelan yang agak besar, kemeja putih bertali leher dan berkacamata. Sementara nyonya S mengenakan kebaya putih, berkain batik dan sanggul beruntai bunga yang jatuh di dada kanannya. Tangan kanannya memegang kipas. Gambar mereka diabadikan dalam posisi berdiri. |
Meskipun begitu, ia menyimpan beberapa
catatan mengenai sejumlah
“kunci” yang ternyata banyak membantu. Perhatiannya terhadap literatur
tentang Hitler pun menjadi kian besar, dan setiap melihat potret tokoh
tersebut, semakin yakin Sosro bahwa dialah orang tua itu, orang tua yang
sama yang bertemu dengannya di sebuah pulau kecil d Indonesia
(Sumbawa)! Ketidaksengajaan itu terjadi pada tahun 1960, berarti sudah
dua puluh tahun lebih ia meninggalkan pulau Sumbawa Besar.
Suatu saat, seorang keponakannya membawa majalah Zaman edisi no.15
tahun 1980. Di majalah itu terdapat artikel yang ditulis oleh Heinz
Linge, bekas pembantu dekat Hitler, yang berjudul “Kisah Nyata Dari
Hari-Hari Terakhir Seorang Diktator”, yang diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh Tri Budi Satria.
Pada halaman 59, Linge mula-mula menceritakan mengenai bunuh diri
Hitler dan Eva Braun, serta cara-cara membakar diri yang kurang masuk di
akal. Kemudian Linge membeberkan keadaan Hitler pada waktu itu.
“Beberapa alinea dalam tulisan itu membuat jantung saya berdetak
keras, seperti menyadarkan saya kembali. Sebab di situ ada ciri-ciri
Hitler yang juga saya temukan pada diri si dokter tua Jerman. Apalagi
setelah saya membaca buku biografi ‘Hitler’. Semuanya ada kesamaan,”
ungkap ayah empat anak ini.
Heinz Linge menulis, “beberapa orang di Jerman mengetahui bahwa
Führer sejak saat itu kalau berjalan maka dia menyeret kakinya, yaitu
kaki kiri. Penglihatannya pun sudah mulai kurang terang serta rambutnya
hampir sama sekali tidak tumbuh… kemudian, ketika perang semakin
menghebat dan Jerman mulai terdesak, Hitler menderita kejang urat.”
Linge melanjutkan, “di samping itu, tangan kirinya pun mulai gemetar
pada waktu kira-kira pertempuran di Stalingrad (1942-1943) yang tidak
membawa keberuntungan bagi bangsa Jerman, dan ia mendapat kesukaran
untuk mengatasi tangannya yang gemetar itu.” Pada akhir artikel, Linge
menulis, “tetapi aku bersyukur bahwa mayat dan kuburan Hitler tidak
pernah ditemukan.”
Lalu Sosro mengenang kembali beberapa dialog dia dengan “Hitler”,
saat Sosro berkunjung ke rumah dr. Poch. Saat ditanya tentang
pemerintahan Hitler, kata Sosro, dokter tua itu memujinya. Demikian pula
dia menganggap bahwa tidak ada apa-apa di kamp Auschwitz, tempat
‘pembantaian’ (Holocaust) orang-orang Yahudi yang terkenal karena banyak
film propaganda Amerika yang menyebutkannya.
Ahli politik Jepang, Richard Koshimizu, yang telah mendirikan partai politik bernama “”Independence Party”.
Koshimizu mempunyai sebuah situs web di mana dia menyatakan bahwa tidak ada satupun orang Yahudi yang dibunuh pada peristiwa Holocaust saat Perang Dunia II, dan bahwa Hitler dibiayai dan dilindungi oleh organisasi Yahudi. Menurut beliau, Adolf Hitler adalah cucu dari Salomon Meyer Rothschild, dan diktator dari Nazi ini dibiayai oleh Rothschild dan organisasi Yahudi lainnya. Koshimizu menulis bahwa Hitler melarikan diri ke Indonesia pada akhir peperangan — setelah dia melihat bahwa tujuan zionis mendirikan negara Yahudi (Israel) telah berhasil. Dia tinggal di Indonesia, dilindungi oleh masyarakat Yahudi di sana.
“Ketika saya tanya tentang kematian Hitler, dia menjawab bahwa dia
tidak tahu sebab pada waktu itu seluruh kota Berlin dalam keadaan kacau
balau, dan setiap orang berusaha untuk lari menyelamatkan diri
masing-masing,” tutur Sosrohusodo.Ahli politik Jepang, Richard Koshimizu, yang telah mendirikan partai politik bernama “”Independence Party”.
Di sela-sela obrolan, dr. Poch mengeluh tentang tangannya yang
gemetar. Kemudian Sosro memeriksa saraf ulnarisnya. Ternyata tidak ada
kelainan, demikian pula tenggorokannya. Ketika itu, ia berkesimpulan
bahwa kemungkinan “Hitler” hanya menderita parkisonisme saja, melihat
usianya yang sudah lanjut.
Yang membuat Sosro terkejut, dugaannya bahwa sang dokter mungkin
terkena trauma psikis ternyata diiyakan oleh dr. Poch! Ketika disusul
dengan pertanyaan sejak kapan penyakit itu bersarang, Poch malah
bertanya kepada istrinya dalam bahasa Jerman.
“Itu kan terjadi sewaktu tentara Jerman kalah perang di Moskow.
Ketika itu Goebbels memberi tahu kamu, dan kamu memukul-mukul meja,”
ucap istrinya seperti ditirukan oleh Sosro.
Apakah yang dimaksud dengan Goebbels adalah Joseph Goebbels, Menteri Propaganda Jerman yang terkenal setia dan dekat dengan Hitler? Istrinya juga beberapa kali memanggil dr. Poch dengan sebutan “Dolf”, yang mungkin merupakan kependekan dari Adolf!
Apakah yang dimaksud dengan Goebbels adalah Joseph Goebbels, Menteri Propaganda Jerman yang terkenal setia dan dekat dengan Hitler? Istrinya juga beberapa kali memanggil dr. Poch dengan sebutan “Dolf”, yang mungkin merupakan kependekan dari Adolf!
Setelah memperoleh cemoohan sana-sini sehubungan
dengan artikelnya, tekad Sosrohusodo untuk menuntaskan masalah ini
semakin menggebu. Ia mengaku bahwa kemudian memperoleh informasi dari
pulau Sumbawa Besar bahwa Poch sudah meninggal di Surabaya. Beberapa
waktu sebelum meninggal, istrinya pulang ke Jerman. Poch sendiri konon
menikah lagi dengan nyonya S, wanita Sunda asal Bandung, karyawan di
kantor pemerintahan di pulau Sumbawa Besar!
Dr. Poch dan Nyonya S duduk di kursi. Sementara di belakang mereka berdiri tiga lelaki muda. Menjelang pernikahan itulah, dikatakan Dr. Poch menjadi seorang Muslim. Dr Poch kemudian mengganti namanya dengan nama Abdul Kohar. Mereka kemudian pindah ke Surabaya. |
Untuk menemukan alamat nyonya S yang sudah kembali lagi ke Bandung,
Sosro mengakui bukanlah hal yang mudah. Namun akhirnya ada juga orang
yang memberitahu. Ternyata, ia tinggal di kawasan Babakan Ciamis! Semula
nyonya S tidak begitu terbuka tentang persoalan ini. Namun karena terus
dibujuk, sedikit demi sedikit mau juga nyonya S berterus terang.
Begitu juga dengan dokumen-dokumen tertulis peninggalan suaminya
kemudian diserahkan kepada Sosrohusodo, termasuk foto saat pernikahan
mereka, plus rebewes (SIM) milik dr. Poch yang ada cap jempolnya. Dari
nyonya S diketahui bahwa dr. Poch meninggal tanggal 15 Januari 1970
pukul 19.30 pada usia 81 tahun di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya
akibat serangan jantung. Keesokan harinya dia dimakamkan di desa Ngagel.
Namun nama barunya sebagai seorang mualaf itu seakan tidak digunakan. Hal itu bisa dilihat pada makam Dr Poch di Pemakaman Umum Muslim Ngagel Utara, Jalan Bung Tomo, Surabaya. Pada batu nisannya, tertulis nama G. A. Poch. Belakangan ini barulah saya (penulis buku “Hitler Mati Di Indonesia”) tahu bahwa G.A. adalah singkatan dari Georg (tanpa huruf ’e') Anton. |
Bukan tidak mungkin Hitler mati di Indonesia. Karena Indonesia dianggap tempat yang aman, bagi Hitler. Silahkan siapa pun untuk menemukan jawaban yang sesungguhnya. (Ir KGPH Soeryo Goeritno, Msc.,Penulis Buku)
Dalam salah satu dokumen tertulis, diakuinya bahwa ada yang amat
menarik dan mendukung keyakinannya selama ini. Pada buku catatan ukuran
saku yang sudah lusuh itu, terdapat alamat ratusan orang-orang asing
yang tinggal di berbagai negara di dunia, juga coretan-coretan yang
sulit dibaca. Di bagian lainnya, terdapat tulisan steno. Semuanya
berbahasa Jerman. Meskipun tidak ada nama yang menunjukkan kepemilikan,
tapi diyakini kalau buku itu milik suami nyonya S.
Di sampul dalam terdapat kode J.R. KepaD no.35637 dan 35638, dengan
masing-masing nomor itu ditandai dengan lambang biologis laki-laki dan
wanita. “Jadi kemungkinan besar, buku itu milik kedua orang tersebut,
yang saya yakini sebagai Hitler dan Eva Braun,” tegasnya dengan suara
yang agak parau.
Negara yang tertulis pada alamat ratusan orang itu antara lain
Pakistan, Tibet, Argentina, Afrika Selatan, dan Italia. Salah satu
halamannya ada tulisan yang kalau diterjemahkan berarti : Organisasi
Pelarian. Tuan Oppenheim pengganti nyonya Krüger. Roma, Jl. Sardegna
79a/1. Ongkos-ongkos untuk perjalanan ke Amerika Selatan (Argentina).
Lalu, ada pula satu nama dalam buku saku tersebut yang sering
disebut-sebut dalam sejarah pelarian orang-orang Nazi, yaitu Prof. Dr.
Draganowitch, atau ditulis pula Draganovic. Di bawah nama Draganovic
tertulis Delegation Argentina da imigration Europa – Genua val albaro
38. secara terpisah di bawahnya lagi tertera tulisan Vatikan. Di halaman
lain disebutkan, Draganovic Kroasia, Roma via Tomacelli 132.
Majalah Intisari terbitan bulan Oktober 1983, ketika membahas Klaus Barbie alias Klaus Altmann bekas polisi rahasia Jerman zaman Nazi, menyebutkan alamat tentang Val Albaro. Disebutkan pula bahwa Draganovic memang memiliki hubungan dekat dengan Vatikan Roma. Profesor inilah yang membantu pelarian Klaus Barbie dari Jerman ke Argentina. Pada tahun 1983 Klaus diekstradisi dari Bolivia ke Prancis, negara yang menjatuhkan hukuman mati terhadapnya pada tahun 1947.
“Masih banyak alamat dalam buku ini, yang belum seluruhnya saya
ketahui relevansinya dengan gerakan Nazi. Saya juga sangat berhati-hati
tentang hal ini, sebab menyangkut negara-negara lain. Saya masih harus
bekerja keras menemukan semuanya. Saya yakin kalau nama-nama yang
tertera dalam buku kecil ini adalah para pelarian Nazi!” tandasnya.
Mengenai tulisan steno, diakuinya kalau ia menghadapi kesulitan dalam
menterjemahkannya ke dalam bahasa atau tulisan biasa. Ketika meminta
bantuan ke penerbit buku steno di Jerman, diperoleh jawaban bahwa steno
yang dilampirkan dalam surat itu adalah steno Jerman “kuno” sistem
Gabelsberger dan sudah lebih dari 60 tahun tidak digunakan lagi sehingga
sulit untuk diterjemahkan.
Tetapi penerbit berjanji akan mencarikan orang yang ahli pada steno
Gabelsberger. Beberapa waktu lamanya, datang jawaban dari Jerman dengan
terjemahan steno ke dalam bahasa Jerman. Sosrohusodo menterjemahkannya
kembali ke dalam bahasa Indonesia. Judul catatan dalam bentuk steno itu,
kurang lebih berarti “keterangan singkat tentang pengejaran perorangan
oleh Sekutu dan penguasa setempat pada tahun 1946 di Salzburg”. Kota ini
terdapat di Austria.
Di dalamnya berkisah tentang “kami berdua, istri saya dan saya pada
tahun 1945 di Salzburg”. Tidak disebutkan siapakah ‘kami berdua’ di
situ. Dua insan tersebut, kata catatan itu, dikejar-kejar antara lain
oleh CIC (dinas rahasia Amerika Serikat). Pada pokoknya, menggambarkan
penderitaan sepasang manusia yang dikejar-kejar oleh pihak keamanan.
Di dalamnya juga terdapat singkatan-singkatan yang ditulis oleh huruf
besar, yang kalau diurut akan menunjukkan rute pelarian keduanya, yaitu
B, S, G, J, B, S, R. “Cara menyingkat seperti ini merupakan kebiasaan
Hitler dalam membuat catatan, seperti yang pernah saya baca dalam
literatur yang lainnya,” Sosrohusodo memberikan alasan.
Dari singkatan-singkatan itu, lalu Sosro mencoba untuk
mengartikannya, yang kemudian dikaitkan dengan rute pelarian. Pelarian
dimulai dari B yang berarti Berlin, lalu S (Salzburg), G (Graz), J
(Jugoslavia), B (Beograd), S (Sarajevo) dan R (Roma). Tentang Roma,
Sosro menjelaskan bahwa itu adalah kota terakhir di Eropa yang menjadi
tempat pelariannya. Setelah itu mereka keluar dari benua tersebut menuju
ke suatu tempat, yang tidak lain tidak bukan adalah pulau Sumbawa Besar
di Nusantara tercinta!
Ia mengutip salah satu tulisan dalam steno tadi : “Pada hari pertama
di bulan Desember, kami harus pergi ke R untuk menerima suatu surat
paspor, dan kemudian kami berhasil meninggalkan Eropa”. Ini, kata Sosro,
sesuai dengan data pada paspor dr. Poch yang menyebutkan bahwa paspor
bernomor 2624/51 diberikan di Rom (tanpa huruf akhir A)”. Di buku
catatan berisi ratusan alamat itu, nama Dragonic dikaitkan dengan Roma,
begitulah Sosro memberikan alasan lainnya.
Lalu mengenai Berlin dan Salzburg, diterangkannya dengan mengutip
majalah Zaman edisi 14 Mei 1984. Dikatakan bahwa sejarah telah mencatat
peristiwa jatuhnya pesawat yang membawa surat-surat rahasia Hitler yang
jatuh di sekitar Jerman Timur pada tahun 1945. “Ini juga menunjukkan
rute pelarian mereka,” katanya lagi.
Lalu bagaimana komentar nyonya S yang disebut-sebut Sosro sebagai
istri kedua dr. Poch? Konon ia pernah berterus terang kepada Sosro.
Suatu hari suaminya mencukur kumis mirip kumis Hitler, kemudian nyonya S
mempertanyakannya, yang kemudian diiyakan bahwa dirinya adalah Hitler.
“Tapi jangan bilang sama siapa-siapa,” begitu Sosro mengutip ucapan
nyonya S.
Membaca dan menyimak ulasan dr. Sosrohusodo, sekilas seperti ada
saling kait mengkait antara satu dengan yang lainnya. Namun masih banyak
pertanyaan yang harus diajukan kepada Sosro, dengan tidak bermaksud
meremehkan pendapat pribadinya berkaitan dengan Hitler, sebab
mengemukakan pendapat adalah hak setiap warga negara.
Bahkan Sosrohusodo sudah membuat semacam diktat yang memaparkan
pendapatnya tentang Hitler, dilengkapi dengan sejumlah foto yang
didapatnya dari nyonya S. Selain itu, isinya juga mengisahkan tentang
pengalaman sejak dia lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia hingga bertugas di Bima, Kupang, dan Sumbawa Besar. Ia juga
telah mengajukan hasil karyanya ke berbagai pihak, namun belum ada
tanggapan. “Padahal tidak ada maksud apa-apa di balik kerja saya ini,
hanya ingin menunjukkan bahwa Hitler mati di Indonesia,” katanya mantap.
Bukan hanya Sosro yang mempunyai teori tentang pelarian Hitler dari
Jerman ke tempat lain, tapi beberapa orang di dunia ini pernah
mengungkapkannya dalam media massa. Peluang untuk berteori seperti itu
memang ada, sebab ketika pemimpin Nazi tersebut diduga mati bersama Eva
Braun tahun 1945, tidak ditemukan bukti utama berupa jenazah!
Adalah tugas para pakar dalam bidang ini untuk mencoba mengungkap
segala sesuatunya, termasuk keabsahan dokumen yang dimiliki oleh
Sosrohusodo, nyonya S, atau makam di Ngagel yang disebut sebagai tempat
bersemayamnya dr. Poch.
Mungkin para ahli forensik dapat menjelaskannya lewat penelitian
terhadap tulang-tulang jenazahnya. Semua itu tentu berpulang pada
kemauan baik semua pihak untuk meluruskan sejarah yang sebenarnya.
PenutupKematian Diktator Jerman, Adolf Hitler yang diyakini tewas bunuh diri di sebuah bunker, pada tanggal 30 April 1945 di Berlin, tetap masih dipertanyakan dan menjadi misteri.
Siapa yang menyaksikan peristiwa di bunker saat Hitler bunuh diri? Tidak ada, sumber cerita tersebut hanya dari mulut ke mulut. Dan pada saat itu, walaupun tidak ada saksi dan bukti yang jelas, pihak sekutu tetap mengumumkan secara resmi bahwa Hitler dan istri, Eva Braun telah meninggal. Kebanyakan bekas tentara Nazi pindah dan kabur ke negara-negara di daerah Amerika Selatan seperti Brasil dan Argentina.
Sedangkan Hitler kabur bukannya ke negara Amerika Selatan, melainkan ke Indonesia lewat Italia, ia memilih Indonesia karena sejak dulu Indonesia tidak ada hubungan diplomatik dengan Israel. Selain itu pada masa lalu di zaman kepemimpinan Soekarno, Indonesia sangat tidak menyukai imperialisme yang dipelopori oleh Inggris dan Amerika.
Memang selama ini Hitler diduga kuat melarikan diri ke suatu negeri di selatan. Salah satu lokasi yang disebut-sebut sebagai tempat persembunyiannya adalah Indonesia, yang diyakini juga oleh Prof. Arysio Santos (Pakar Fisika Nuklir dan Geolog Brazil) sebagai ‘Atlantis yang hilang’.
Legenda Atlantis dekat dengan agama Nazi, oleh sebab itu sejak lama Hitler memang mencarinya. Di Indonesia pula, Madame Blavatsky yaitu Guru Okultis Hitler, juga tinggal di Indonesia. Namanya dulu diabadikan sebagai nama jalan, kini diganti menjadi Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, di mana Loji Freemason ‘Bintang Timur’ pernah berdiri.
Ditambah lagi dengan adanya sebuah makam misterius di Surabaya diyakini sebagai makam Adolf Hitler. Berbagai petunjuk memang mengarah ke sana. Terlebih Brandenburgers Codex, sebuah manuskrip berbahasa Jerman kuno, ditemukan dan mengindikasikan jika Hitler memang melarikan diri ke Indonesia.
Jadi, bukan tidak mungkin Hitler mati di Indonesia. Karena Indonesia dianggap tempat yang aman, bagi Hitler. Silahkan siapa pun untuk menemukan jawaban yang sesungguhnya. (Ir KGPH Soeryo Goeritno, Msc.,Penulis Buku/icc.wp.com/dan berbagai sumber lain)
0 komentar:
Posting Komentar
WHAT IS YOUR OPINION?