Mereka berkata, “Jamaah
Tabligh dapat bergerak kemana – mana karena dibiayai oleh kelompok yahudi.”
Ini adalah fitnah yang
sangat keji. Tidak seorang pun yang suka jika dituduhi ‘dibiayai’. Karena
ungkapan tersebut sudah menyentuh harga diri, dan menjatuhkan martabat
kehormatan seseorang.
Perbedaan Dakwah Islam dan
Non Islam
Jamaah tabligh adalah gerakan keimanan, yaitu agar
umat Islam mewujudkan Islam dalam kehidupan umat manusia. Sedangkan Yahudi dan
Nasrani tidak akan berhenti memusuhi Islam, hingga umat Islam ikut cara hidup
mereka. Allah berfirman, “orang –orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.”
Jadi tidak mungkin gerakan
Islam dan gerakan Yahudi bekerja sama, apabila dalam pembiayaan gerakan
keimanan kepada Allah dan penegakan Islam. Bahkan Allah telah memerintah kita
agar tidak terpengaruh dengan gaya hidup para musuh Allah termasuk tipu daya
pembiayaan yang mereka tawarkan. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu tujukan
kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan – golongan dari
mereka sebagai bunga kehidupan dunia.
“Janganlah kamu sekali
–kali menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan
kepada beberapa golongan diantara mereka (orang – orang kafir itu).”
“Maka keluarlah Qarun
kepada kaumnya dalam kemegahannya.berkatalah orang – yang menghendaki kehidupan
dunia, “Semoga kiranya kita memiliki seperti apa yang telah diberikan kepada
Qarun.”
Kita telah diperintah untuk
tidak terpesona oleh tingkah laku non – muslim. Cara hidup yang terbaik bagi
seorang muslim adalahcara hidup rasulullah saw.,termasuk di dalamnya, cara
dakwah umat Islam yang jauh berbeda dengan cara dakwah Non – Islam.
Jika dakwah – dakwah mereka berasaskan pada harta, tahta dan wanita, maka
pola dakwah Rasulullah saw. berasaskan pengorbanan, mujahadah, dan musyawarah.
Memang dewasa ini muncul gerakan – gerakan agama yang dibiayai oleh
Yahudi dan Nasrani, baik secara terang – terangan ataupun sembunyi di balik
layar. Namun kita tidak membahas hal itu di sini. Banyak media lain yang telah
membahasnya. Yang perlu diketahui ada cara dakwah yng telah dicontohkan oleh
Nabi saw..
Contoh Dakwah Para Nabi dan Rasul
Di dalam alquran dan hadits, Allah telah menceritakan berbagai perjuagan
para Nabi dan Rasul dalam menyeru manusia kepada Allah. Seluruh Nabi dan Rasul
telah berdakwa setelah semata-mata karena perintah Allah , tanpa ada tujuan
duniawi sedikit pun. Bahkan pujian diri dakwah yang mereka lakukan. Tidak ada
yang mereka kehedaki kecuali hidayah Allah kepada manusia dan keridhaan– Nya.
Allah berfirman, “Tetapi
rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka.
Itulah orang-orang yangmemperoleh kebaikan (di dunia dan di akhirat).”
Berkali – kali Allah
menyebutkan bahwa seorang da’i bukanlah seorang peminta – minta ataupun
pengharap dunia. Firman Allah,
‘katakanlah (wahai Nabi),
‘aku tidak meminta upah atas hal ini. Sungguh upahku hanya (pada) Allah.”
Yang tertera pada surat Al – An’am : 90, Hud : 29, 51, Al –Furqan : 57,
Asy –Syu’ara : 109, 137, 145, 180, Asy – Syura : 23, Shad : 86 dan banyak lagi
ayat-ayat yang sejenisnya. Allah juga berfirman,
“Ikutilah orang yang tidak
meminta upah kepada kalian sedangkan mereka adakah orang –orang yang mendapat
petunjuk.”
Syaikh Muhammad syafi’ dalam kitab Tafsirnya mengatakan,
“Ini adalah seruan para Nabi
yang maksudnya ; ‘Aku tidak akan mengambil upah dan balasan apapun atas hidayah
yang kuusahakan untuk diri kalian. Apabila kalian menuruti ajaranku, niscaya
kalian selamat. Dan tidak ada keuntungannya bagiku. Dan jika kalian menolak
seruanku, maka kerugiannya adalah bagimu. Tiada kerugian sedikit pun bagiku.
‘kalimat ini adalah pesan bagi seluruh penasehat dan pendakwah di seluruh
dunia, bahwa dalam urusan berdakwah dan bertabligh hendaknya mengikuti jalan yang
telah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul, yaitu tanpa menginginkan upah serta
ganjaran atas dakwah dan tabligh kita.”
Rasulullah saw. Menolak
Tawaran Harta Untuk Berdakwah
Ibnu Abbas ra.meriwayatkan kisah ketika Utbah bin Rabi’ah,
Abu Sufyan bin Harb, seorang
dari Bani Abdul Daar, Abu Baktari dari
Banu asad, Aswad bin Abdul
Muthalib bin Asa, Jam’ah bin Aswad,
Walid bin Mughirah, Abu
Jahal bin Hisyam, Abdullah bin Abi Umayah, Umayah bin Khalaf, Ash bin Wail.
Nubayah bin Hazaj Sahmi Munabbah bin Hajjaj Sahmi dan yang lain-lainnya,
berkumpul di belakang Ka’bah. Dan keputusan musyawarah adalah memanggil
rasulullah saw. kehadapan mereka, maka mereka berkata, “Wahai Muhammad ! Kami
telah mengutus orang untuk memanggilmu tiada lain agar kamu mendenarkan keluhan
kami. Demi Allah !sesungguhnya belum pernah kulihat ada seorang Arab yang telah
menyusahkan kaumnya sendiri.kamu telah menghina nenek moyang kami dan telah
menghina agama kami, kamu katakana tuhan kami bodoh dan kamu telah
memecam-belah diantara kami. Apabila dari yang kamu ajarkan itu kamu
menginginkan harta, maka kami bersedia untuk mengumpulkan harta utukmu agar
kamu menjadi orang yang terkaya diantara bangsa Quraisy. Apabila yang kamu
inginkan kedudukan padamu dan kamu inginkan kedudukan padamu dan kamu ingin
menjadi seorang raja. Dan apabila kamu ini terkena pengaruh jin, maka kami akan
mengumpulkan uang agar dapat mengobati penyakitmu, sehingga kami dapat
mengetahui bahwa kamu ini sakit. “Rasulullah saw. pun menjawab, “Semua apa yang
kalian sebutkan itu sedikit pun tidak kunginkan. Aku datang dan mengajak
kalian, tidak untuk mendapatkan harta atau untuk dijadikan pemimpin atau raja,
tetapi Allah telah mengutuskan untuk menjadi Rasul . Telah diberikan kepadaku
kitab, dan aku telah menyampaikan kepada kalian ajaran Allah, aku ingin
kebaikan atas kalian dengan berdakwah kepada kalian.”
Selanjutnya disebutkan, “…akhirnya Rasulullah saw. bangkit dan
meninggalkan mereka dan dari belakang beliau diikuti oleh anak
Atikah binti Abdul Muthalib
bibinya--, yaitu Abdullah bin Abi beliau, dia berkata, “wahai Muhammad !kaummu
telah menawarkan harta, kedudukan, kerajaan, kepadamu, tetapi kamu menolak
tawaran mereka. Kemudian mereka memintamu suatu bukti yang dapat menunjukkan
bahwa kamu mempunyai kedudukan di sisi Allah. Namun kamu juga tidak dapat
menunjukkannya. Akhirnya mereka pun meminta kepadamu agar kamu dapat
mempercepat datang adzab, seperti yang kamu janjikan sebelumnya. Melihat hal itu
semua, maka ketahuilah bahwa aku tidak akan mempercayaimu ! Demi Allah !aku
akan beriman kepadamu apabila kamu naik ke atas langit dengan tangga, dan aku
akan melihatnya terus sampai kamu tiba di langit dan dari sana turun kembali
sampai sambil membawa kitab suci dan empat malaikat yang akan memberimu
kesaksian mengenai apa yang telah kamu katakan itu, dan demi Allah! Apabila
kamu juga dapat melakukan itu semua, maka tetap aku tidak akan mempercaimu
sedikit pun!” sambil berkata demikian ia meninggalkan Rasulullah saw..kemudian
beliau pulang dengan berat hati atas perlakuan kaumnya, mereka menolak ajakan
beliau dan bertambah menjauhinya.
Demikianlah Rasulullah saw. menolak tawaran harta dan kedudukan dalam
mendakwai manusia kepada Allah. Seandainya kita pada zaman ini ditawari hal
demikian, pasti kita akan berpikir ; Mengapa tidak diterima saja tawaran itu ?
Bukankah lebih mudah berdakwah melalui jabatan dan harta ?harta dan jabatan
tentu akan banyak bermanfaat untuk menunjang kegiatan dakwah kaum muslimin.
Namun justru Rasulullah saw. dengan tegas menolak semua itu dan
bersikukan atas cara dakwahnya, yaitu dengan pengorbanan diri dan harta,
mendatangi umat satu persatu, jiwa demi jiwa, hati demi hati, menyeru mereka
kepada iman dan Islam.
Ini adalah suatu pelajaran yang sangat penting bagi umat Islam dalam
perjuangan agama, yaitu tidak tergiur dengan tawaran materi dan kedudukan dari
musuh-musuh Islam. Karena pada hakekatnya, mereka mengetahui bahwa kekuatan
dakwah umat Islam akan rusak, jika ketulusannya dalam berdakwah sudah rusak.
Perintah Berkurban Dengan
Harta Dan Diri Masing –Masing
Pada hakekatnya, Allah bisa saja menurunkan hidayah bagi umat manusia
tanpa adil apapun dari hamba –Nya. Atau Allah menjadikan kejadian alam semesta
sebagai sebab hidayah bagi umat manusia dengan kudrat – Nya. Namun Allah ingin
memuliakan hambah–nya melalui pengorbanan agama demi tersebarnya hidayah.
Allah sangat senang jika hambah – Nya ikut andil dalam penyebaran
agama-Nya, sehingga tiada henti Allah menyeru orang-orang beriman agar
mengorbankan diri dan harta demi agama-Nya. Diantaranya adalah sebagai berikut
:
Allah berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang sebenar-benarnya beriman hanyalah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan Rasul – Nya, kemudian mereka tidak ragu –ragu
lagi, serta mereka berjuang dengan harta benda dan jiwa mereka di jalan Allah.
Mereka itulah orang-orang yang benar (pengakuan imannya).”“Orang – orang yang
beriman, dan berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan
jiwa- jiwa mereka.” Artinya selalu bersedia, selalu siap menunggu apa yang di
perintahkan oleh Allah, walaupun yang diminta itu harta kita atau nyawa kita.
’Berimanlah kamu kepada
ALLAH dan Rasul-Nya.dan belanjakanlah (di jalan ALLAH) yang di jadikannya kamu
menguasai sebagai wakil.Maka orang-orang yang beriman di antara mu serta mereka
membelanjakan (sebagian di jalan ALLAH)mereka tetap beroleh pahala yang besar.”
“Kamu beriman kepada ALLAH dan Rasul-Nya,serta berjuang membela dan
menegakkan agama ALLAH dengan harta dan diri mu,yang demikian itu lebih baik
bagi mu jika kamu mengetahui (hakikat sebenarnya).”
“Sesungguhnya orang-orang
yang beriman dan berhijrah dan berjihad dengan hartadan jiwanya di jalan
ALLAH.”
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan ALLAH
dengan harta dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya.”
“Dan berjihadlah dengan harta dan diri mu di jalan ALLAH lebih baik jika
kamu mengetahui.”
Juga dari Anas ra.,bahwa Nabi saw. bersabda “Perangilah orang-orang
musyrik dengan harta,jiwa dan mulut mu.”
Demikianlah sebagian dari
perintah-perintah ALLAH kepada orang-orang beriman agar menegakkan agam dengan
pengorbanan diri dan harta di jalan ALLAH.
KELEBIHAN BERJIHAD DENGAN
HARTA DAN DIRI SENDIRI.
Diri dan harta adalah sepasang ujian yang sangat di cintai oleh
manusia.Kecinta pada diri sendiri serta kecintaan terhadap harta menjadi fitnah
dan ujian terbesar bagi orang-orang beriman.Keduanya mesti di gunakan dalam
garis-garis karidhaan ALLAH dan Rasul-Nya.
“ALLAH berfirman, ”Sesungguhnya ALLAH telah membeli dari orang-orang
beriman diri mereka dan harta mereka,dengan memberi bagi merek surga.”
“Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada kamu dengan sedikit
ketakutan,kelaparan dan kekurangan harta,dan diri serta buah-buahan.”
Harta dan diri itulah dua hal yang ALLAH ingin agar orang-orang beriman
menggunakannya dalam menegakkan agama-Nya.Pengorbanan atas kedua perkara ini
sangat di kehendaki dan di cintai oleh ALLAH.Tidaklah sama antara orang yang
memperjuangkan agama denga hartany saja,tetapi menggunakan orang lain,atau
memperjuangkan agam drngan dirinya saja,tetapi menggunakan harta orang lain,di
bandingkan dengan seseorang yang berjuang dengan diri dan hartanya sendiri di
jalan ALLAH.ALLAH berfirman “Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk
(tidak ikut berjuang) tanpa udzur dengan orang yang berjihad di jalan ALLAh
dengan harta dan diri mereka.ALLAH melebihkan orang-orang yang duduk satu
derajat.”
Ash-Shabuni berkata, “Tidaklah sama orang mukmin yang duduk tidak
berjihad dibandingkan dengan orang mukmin yang berjihad fi sabilillah dengan
hartanya dan dirinya,selain orang-orang yang udzur,seperti orang
buta,pincang,sakit…
Dari Abi Sa’id Khudri ra., Nabi saw. pernah ditanya,’’mukmin bagaimanakah
yang paling sempurna imannya?’ beliau menjawab, “lelaki yang berjuang di jalan
Allah dengan jiwanya dan hartanya. Dan lelaki yang beribadah kepada Allah
disuatu lembah di antara dua bukit,menjauhkan diri dari orang banyak, takut dia
berbuat jahat terhadap mereka.”
Maimunah binti Saad meriwayatkan, aku bertanya kepada Rasulullah saw.
mengenai orang yang tidak pergi berjihad tetapi dia memberikan hartanya kepada
orang lain untuk menggantikannya. Apakah orang itu yang akan mendapatkan pahala
ataukah orang yang keluar berjihad itu yang mendapatkan pahala ataukah orang
yang keluar berjihad itu yang mendapatkan pahala.”
Artinya, orang yang mengorbankan hartanya, akan mendapat pahala dari
hartanya saja. Dan orang yang berkorban dirinya, akan mendapatkan pahala
dirinya saja. Sedangkan jika ia berkorban dengan diri dan hartanya sendiri,
tentu ia akan mendapatkan pahala dari keduanya.
Ibnu Umar ra. Berkata, “Ada dua macam golongan orang yang ingin
berperang. Pertama yaitu orang-orang yang selama keluar di jalan Allah
memperbanyak dzikir kepada Allah, selalu berusaha bertawajjud kepada Allah,
menghinadari kemaksiatan selama berjalan, membantu kawan, menginfaqkan harta
mereka dari yang terbaik dan yang paling dicintai, dan mereka lebih senang
mengorbankan hartanya dari pada menerima hasil peperangan. Apabila mereka
berada dalam kancah peperangan, maka mereka merasa malu kepada Allah dan
jika di dalam hatinya dirasakan telah menyimpang dan menjadi pengecut, mereka
selalu menjauhinya, sehingga syetan tidak bisa membisikkan kepadanya untuk
berbuat hina. Dengan orang-orang seperti inilah Allah akan memenangkan agama-Nya.
Kedua yaitu orang-orang yang keluar di jalan Allah tidak memperbanyak dzikir
kepada Allah, yidak menjauhi perbuatan maksiat, apa saja harta yang
diinfakkannya mereka meresa bahawa itu adalah suatu kerugian, karena memang
syetan membisikkan ke dalam hati mereka perasaan demikian. Apabila berada di
medan pertempuran, maka mereka ingin berada di barisan Paling belakang dan
bergabung dengan para pengecut. Biasanya mereka banyak berlindung di tas
bukit-bukit untuk menonton pasukan yang sedang berperang. Apabila Allah memberi
kemenangan kepada kaum muslimin, mereka paling banyak mengaku-ngaku dengan
berkata dusta (telah berbuat ini dan itu). Apabila mereka mendapat kesempatan
untuk berbuat curang, maka mereka berani meipu Allah, karena syetan membisikkan
ke dalam hatinya bahwa harta itu adalah ghanimah. Apabila mereka mendapat
harta, maka mereka berlaku sombong, sedangkan apabila mendapa harta, maka
syetan merusak hatinya dengan sifat tamak kepada kenikmatan dunia. Golongan
yang kedua ini tidak akan mendapat pahala sedikit pun seperti pahala yang
diberikan kepada kaum mukmin. Karena walaupun tubuh mereka bersama-sama
dengan tubuh kaum mukmin, tetapi niat dan amalnya bertentang dengan amalan kaum
mukminin, sehingga kelak pada hari kiamat mereka akan dikumpulkan bersama kaum
mukminin, tetapi mereka (gollongan kedua) akan dipisahkan dari golongan kaum
mukminin.”
Dari mu’adz bin Jabal ra., Rasulullah saw. bersabda, “Kabar gembira bagi
seseorang yang banyak berdzikir kepada Allah ketika sedang keluar di jalan Allah,
karena setiap kalimat itu akan dibalas 70.000 kebaikan, dan setiap kebaikan,
akan dilipatgandakan pahalanya hngga sepuluh kali lipat. Dan selain itu, dia
juga akan mendapatkan tambahan dari Allah.” Rasulullah saw. ditanya oleh
seseorang, “Ya Rasulullah, bagaimana kalau bersedekah?” beliau menjawab,
“Pahala bersedekah juga seperti itu.” Abdurrahman berkata, “Aku berkata kepada
Mu’adz, “Pahala sedekah hanya dilipat hingga tujuh ratus kali lipat .” Mu’adz
berkata, “Dangkal sekali pemahamanmu !pahala tujuh ratus kali lipat itu bagi
seseorang yang tinggal dirumahnya, dan tidak pergi berperang melainkan
bersedekah kepadaorang lain yang akan berperang. Sedangkan apabila ia ikut
berperang dan juga menginfakkan hartanya, maka Allah menyembunyikan pahala mereka
dalam khazanah rahmat-Nya, dan tidak bisa dijangkau dan tidak bisa dibayangkan
sifat-sifatnya oleh pengetahuan manusia. Mereka itulah pasukan Allah.Dan
sesungguhnya pasukan Allah, mereka itulah yang menang.”
Dari Ali, Abu Darda, Abu Hurairah, Abu Ummah, Ibnu Amir bin’Ash, Labir,
dan Imran bin Hushain radhiyallahu’anhum. Rasulullah saw. bersabda,
“Barangsiapa berinfak di jalan Allah, dan ia sendiri tinggal dirumahnya, maka
setiap dirham akan dibahas 700 dirham. Dan barang siapa ia sendiri berangkat berjuang
di jalan Allah dan mengeluarkan harta semata-mata untuk mendapat ridha Allah,
maka setiap dirhamnya akan dibahas 700.000 dirham.” Kemudian Rasulullah saw.
membaca ayat: “Dan allah akan melipatgandakan pahala bagi siapa yang
dikehedaki-Nya.”
Umar
bin Khattab ra. Berkata, Rasulullah saw. menyruh kami bersedekah. Ini
bertepatan dengan harta yang ada padaku. Aku berkata, “Jika suatu hari aku akan
menang di atas Abu Bakar, maka hari inilah aku akan menang di atasnya. “ lalu
aku datang dengan setengah hartaku. Beliau saw. bertanya, “Apa yang kamu
tinggalkan untuk ahli keluargamu?” Aku menjawab , “Sepertiga”. Lalu datang Abu
Bakar ra. Membawa seluruh harta yang ada padanya. Beliau bertanya, “Wahai abu
Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk untuk ahli keluargamu?” Abu Bakar
menjawab, “aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” Berkata Umar, “Aku
memang tidak akan menang di atas Abu Bakar sesuatu pun selamanya.”
Al-Khitabi menulis: dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa yang tepat
bagi orang tersebut adalah menyimpan keperluan hidup untuk dirinya dan tidak
melepas semua hartanya sekaligus, karena dikhwatirkan sengitnya pperangan batin
terhadap pengeluaran infaq tersebut akan menimbulkan penyesalan dalam dirinya
sehingga harta sudah terlanjur hilang tetapi ia tidak mendapatkan pahalanya,
bahkan menjadi beban orang lain.
Rasulullah saw. tidak mengingkari Abu Bakar As-Shiddiq ra. yang
menyerahkan seluruh hartanya karena beliau mengetahui kebenaran niatnya,
kekuatan yakinnya dan tidak khawatir fitnah atas dirinya seperti yang
dikhwatirkan atas orang yang ditolak (sedekah) emasnya.
Tindakan Abu Bakar ra. tidaklah menyalahi firman Allah surat
Al-Baqarah: 219, karena
Allah mengakui pengorbanan seseorang demi agama dan umat. Allah memuji. sikap
kaum Anshar terhadap Muhajirin,
“Dan orang-orang (Anshar)
yang mendiami negeri (Madinah) serta (orang-orang) beriman sebelum mereka,
mencintai orang-orang yang berhijrah ke negeri mereka, dan tidak ada pula dalam
hati mereka perasaan berhajat pada apa yang telah mereka berikan kepada
orang-orang yang berhijrah itu melebih diri diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam keadaan kekurangan dan amat berhajat. Dan (ingatlah), barang siapa
yang menjaga serta memelihara dirinya dari pengaruh bakhilnya, maka merekalah
orang-orang yang berjaya.”
Pembiayaan Jihad Fi
Sabilillah
Di dalam sejarah dakwah Nabi saw. dan para sahabat ra., terdapat
contoh-contoh yang menegaskan kepentingan berjihad dengan diri dan harta
masing-masing. Diantaranya adalah sebagai berikut ;
Auf bin Malikra., berkata, “ketika Rasulullah saw. mengutus pasukan
Sariah, ada seseorang yang berkata kepadaku, “Aku akan ikut berjihad denganmu
asalkan kamu memberiku ketetapan harta rampasan. Dan aku tidak tahu apakah kamu
akan mendapatkan harta rampasan atau tidak. Oleh sebab itu, kutetapkan agar
kamu membayarku tiga dinar.” Setelah peperangan berakhir, kami pun mendapatkan
harta rampasan. Lalu kutanyakan mengenai orang itu kepada Rasulullah saw., Dan
beliau menjawab, “Orang itu tidak mendapatkan pahala apapun dari jihadnya,
selain tiga dinar yang telah ditetapkan olehnya.”
Ya’la bin Munyah berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw. mengumumkan
kepada kami untuk pergi berjihad. Aku pun mencari seseorang yang dapat
menggantikanku karena aku telah tua, dan aku tidak mempunyai seseorang pun
pembantu, kemudian kudapatkan seseorang yang dapat menggantiku dalam berjihad,
ketika waktu keberangkatan telah dekat dia datang kepadaku, “Kita tidak tahu
berapa bagian harta rampasan yang akan kita dapat dan beberapa bagian untukku,
oleh karena itu sebaiknya ditetapkan saja, “Maka aku pun menetapkan tiga dinar
untuknya. Setelah kaum muslimin mendapat kemenangan dan harta rampasan, maka
kutanyakan kepada Rasulullah saw. mengenai orang itu. beliau bersabda, “Aku
kira orang itutidak akan mendapatkan bagian apapun baik di dunia maupun di
akhirat selain tiga dinar yang telah ditetapkan olehnya itu.”
Bahkan terdapat kisah para sahabat yang rela berhutang demi ingin ikut
berjuang di jalan Allah. Berbeda dengan kita yang rela berhutang hanya untuk
membeli sesuatu yang tidak perlu dan memenuhi nafsu kita, tetapi justru menolak
pergi untuk khuruj fi sabillah karena tidak berani berhutang demi perjuangan
agama.
Ibnu Mas’ud ra. Berkata, “Seorang pemuda datang dan berkata, “Pernahkah
kamu mendengar sabda Rasulullah saw. mengenai kuda?”
Aku jawab, “Ya, aku pernah
mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Kuda itu selamanya akan
membawa kebaikan sampai hari kiamat, oleh karena itu belilah kuda dan
utangkanlah kuda itu di jalan Allah.”Sebagian sahabat bertanya, “Ya Rasulullah,
bagaimana caranya membeli dan mengutangkan kuda si jalan Allah ?” Nabi saw. menjawab,
“Katakan kepada orang yang berhutang, ‘Aku mengutangkan, apabila mendapat harta
rampasan kami juga mendapat bagian, dan para waktu itu kamu dapat membayarnya.
Dan katakan kepada penjual, juallah kuda itu kepada kami apabila Allah memberi
kami harta rampasan, maka pada waktu itu kami dapat membayarnya.” Dan selama
kamu masih tetap bersedia untuk berjihad, maka kamu akan selalu dalam kebaikan,
karena nanti pada akhir zaman umat Islam tidak mau untuk berjihad, dan
berjihadlah kamu jika mereka tidak mau berjihad lagi, karena jihad pada hari
itu juga akan mendapatkan pertolongan Allah dan harta rampasan.”
Sekarang ini, orang-orang yang sengaja berhutang untuk memperbaiki
imannya ditentang dan dicemooh habis-habisan, tetapi orang-orang yang suka
berhutang untuk memenuhi rumahnya dengan TV, Video, Karaoke dan sebagainya,
malah dianjurkan.
Larangan Meminta-minta Untuk Biaya Jihad
Islam tidak menyukai umatnya yang mampu fisik, tetapi meminta-minta
kepada orang lain. Islam menuntut agar mereka bekerja sekedar mampu dan berpuas
hati dengan apa yang mereka peroleh sekali pun itu adalah yang dipandang rendah
oleh manusia. Yang penting, ia mulia di sisi Allah. Dan pasti ini jauh lebih
baik dan lebih mulia dari pada meminta-minta. Dari zubair bin Awwam ra.,
Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh seseorang diantaramu mengambil tali, lalu
pergi dengan mengikat kayu bakar di punggungnya lalu ia jual, maka dengan itu
Allah menyelamatkan air manusia, baik dia diberi maupun ditolak.”
Dari Zubair bin awwam ra., Nabi saw. bersabda, “Sungguh seseorang
diantara kalianmengambil tali, lalu ia pergi dengan memikul kayu bakar di
punggungnya lalu dijual, maka di sisi Allah hal itu lebih baik baginya dari
pada meminta-minta kepada manusia, baik diberi atau tidak di beri (sedekah).”
Jika seseorang itu memiliki kemampuan bekerja, tetapi ia masih
meminta-minat bantuan untk keperluan dirinya, maka islam memberi peringatan
tegas kepada mereka.
Diriwayatkan bahwa seseorang pemuda masuk ke masjid sambil memegang panah
yang panjang sambil berteriak, “Siapakah yang bersedia menolongku untuk
berjihad keluar di jalan Allah?” ketika Umar bin Khattab mendengar teriakkannya
itu, maka beliau memanggil pemuda itu, dan menawarkan kepada orang yang sedang
berada di masjid. “Siapakah yang mau
memperkerjakan orang ini diladangnya?” Ada seorang Anshar yang menjawab, “Aku
bersedia memperkerjakan pemuda itu di ladangku. “Setelah sepakat harganya,
pemuda tersebut di perkerjakan di ladang orang Anshar beberapa bulan lamanya.”
Setelah beberapa bulan, Umar bertanya kepada orang Anshar itu, “Bagaimana
keadaan pemuda yang bekerja di ladangmu?” Anshar itu menjawab, “Ya Amirul
Mukmin !pemuda itu sangat baik.” Umar berkata, “Panggilah pemuda itu kemari
bersama upahnya.” Maka pemuda itu datang dengan sekantung uang hasil bekerja
selama beberapa bulan itu. Umar berkata, “Ambillah kantong itu, sekarang
apabila kamu senang untuk berjuang, maka berangkatlah dengan hartamu sendiri,
namun apabila kamu senang untuk tinggal di sini, maka tinggallah.”
Tidak Meminta-minta dan Berharap Kepada Manusia
Allah melarang keras hamba-Nya meminta dan
berharap kepada selain-Nya. Allah berfirman,
“Ia menyeru kepada selain
Allah sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak pula memberinya
manfaat.”
“Katakanlah, “Maka
terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah. Jika Allah
hendak mendatangkan mudharat kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat
menghilangkan mudharat itu ? Katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku.’ Kepada-Nyalah
bertawakal orang-orang yang berserah diri.”
Dari Abdulllah bin Mas’ud
ra., Rasulullah saw. bersabda,
“Barang siapa ditimpa
kelaparannya tidak akan hilang. Dan barang siapa tertimpa kelaparan, lalu
mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan memberinya rezeki yang akan ia
dapatkan dengan segera atau terlambat sedikit.”
Dari Abdullah bin Abbas ra., Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang
meminta-minta kepada orang lain padahal tidak ada yang menghalanginya atau
keluarganya dari kesusahan dan ia mampu atas mereka, maka ia akan datang pada
hari Kiamat dengan wajah tanpa daging sedikit pun.”
Dari Ali bin Abi Thalib ra., Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang
meminta-minta kepada orang lain karena ingin harta yang lebih banyak, padahal
ia cukup, maka sesungguhnya ia memperbanyak api jahanam.”
Ada yang bertanya, “Apa
maksud; melebihi kecukupan ?” Beliau menjawab, “keperluan makan hingga malam.”
\
Dari Abdullah bin Umar ra., Rasulullah saw. bersabda, “Salah seorang di
antaramu senantiasa meminta-minta (sedekah), sehingga dia bertemu Allah azza Wa
Jalla (pada hari Kiamat) sedang mukanya segumpal daging pun (yang tertinggal).”
Dari Hakim bin Hazam ra., “Aku meminta kepada Rasulullah saw., dan beliau
memenuhi permintaanku. Kemudian ketika kupinta lagi, beliau pun memberi lagi.
Kemudian beliau bersabda, “Hai Hakim, harta memang lezat dan manis. Barang
siapa mengambilnya dengan hati qanaah, ia akan diberkahi. Dan siapa yang
mengambilnya dengan hati tamak dan rakus, maka tiada keberkahan baginya. Ia
seperti orang berpenyakit busung lapar. Ia makan terus, tetapi tidak pernah
kenyang. Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.” Kemudian aku
berkata, “Ya Rasulullah, demi zat yang telah mengutusmu dengan hak, mulai saat
ini aku tidak akan meminta kepada siapapun setelah kepadamu ini sedikit pun
hingga aku meninggal dunia.”
Sahal bin Saad berkata, “Seseorang sahabat bertemu Rasulullah saw. lalu
berkata, ‘Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku amalan yang dapat
menyebabkan Allah mencintaiku dan aku dicintai orang
lain.” Rasulullah saw. bersabda, “berzuhudlah kepada dunia, maka Allah
akan mencintaimu, dan berzuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, maka
manusia akanmencintaimu.”
\
Dari Qabisah bin Mukhariq ra., “Aku sedang menanggung sebuah beban, lalu
aku datang kepada Rasulullah saw. untuk bertanya mengenainya. Beliau menjawab,
“Tunggulah hingga ada orang yang datang bersedekah kepada kami. Akan kusuruh
mereka bersedekah kepadamu.” Kemudian Rasulullah saw. menyambug, “Wahai
Qabisah, sesungguhnya perkara ini (meminta sedekah), tidaklah halal kecuali
pada salah satu dari tiga sebab berikut : (1) Seseorang yang memikul beban yang
berat, maka dihalalkan baginya meminta sedekah hingga dia dapat mencukupi
dirinya sendiri, kemudian ia berhenti (dari meminta). (2) Dan seseorang yang
ditimpa musibah yang kehabisan hartanya, maka halal baginya menerima sedekah
hingga ia dapat mencukupi keperluan hidupnya. (3) Dan seseorang yang ditimpa
kesulitan sehingga dipersaksikan oleh tiga orang dari kaumnya, “sungguh ia
ditimpa kesulitan.” Maka dihalalkan baginya sedekah sehingga dapat
mencukupinya. Selain yang tiga ini, jika seseorang meminta sedekah, wahai
Qabisah, adalah haram, peminta tersebut sama dengan orang yang memakan barang
haram.”
Sikap Qanaah atas harta orang lain, dapat menumbuh-Kan sayang dan rasa
saying dan aman dalam hati. Hubungan yang baik akan rusak jika salah satu di
antara keduanya meminta sesuatu kepada pihak lainnya.
Suatu ketika, Jibril as. mendatangi Rasulullah saw. lalu berkata, “Wahai
Muhammad, betapa pun lamanya engkau hidup di dunia, suatu hari nanti pasti akan
mati juga. Apa pun yang engkau lakukan di dunia, engkau pasti akan menerima
balasannya. Dengan siapa pun engkau berhubungan (di dunia), engkau pasti akan
berpisah darinya. Ketahuilah bahwa ketinggian derajat seseorang ada dalam
shalat Tahajjudnya. Kemuliaan seseorag ada dalam istiqhna (tidak berhajat)
kepada manusia.”
Kemudian akan diperoleh seseorang selama ia tidak memandang harta orang
lain. Urwah ra. Berkata, “ Apabila seseorang di antaramu melihat keindahan
dunia (dan tertarik), hendaklah ia pulang ke rumah dan menyuruh keluarganya
shalat. Allah berfirman kepada Rasul-Nya,
“Dan jangan kamu arahkan
pandangan matamu kepada nikmat yang kami karuniakan kepada beberapa golongan
dari mereka. (Itu adalah) kemewahan hidup di dunia untuk kami uji mereka dengan
(nikmat)itu. Rezeki dari Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal. Dan suruhlah
keluargamu mendirikan shalat,dan bersabarlah dalam mengerjakannya Kami tidak
meminta rezeki. Dan akibat yang baik bagi (orang yang) takwa.”
Umar ra.berkata. “Tamak
adalah kemiskinan, dan puas adalah kekayaan. Barangsiapa
memutuskan harapan terhadap milik orang lain, maka ia tidak akan berhajat
kepadanya. Seorang ahli hikmah ditanya, “apakah kekayaan itu?” maka ia
menjawab, “Mengurangi angan-angan dan berpuas hati dengan apa yang mencukupi
hajatnya.”
Muhammad bin Wasi’ rah.a. memakan roti kering setelah merendamnya di
dalam air dan berkata, “Barangsiapa merasa puas dengan makanan seperti ini, ia
tidak akan berhajat kepada orang lain.”
Seorang ahli hikmah ditanya, “Apakah yang menjadi milikmu?”
Ia menjawab, “Hidup dalam
keadaan gembira dari sisi zhahir, mengurangi angan-angan dari sisi batin,
sederhana, dan tidak mengharap apa yang dimiliki orang lain.”
Allah berfirman falam hadits Qudsi, “Wahai anak Adam, sekali pun kamu
mendapatkan harta seisi dunia, kamu hanya dapat makan darinya sekedar yang kamu
perlukan. Jika aku memberimu harta sekadar keperluan, sebenarnya itu merupakan
satu kebaikan yang aku berikan.Sebab harta yang melebihi keperluan itu akan
dihisab.”
Abdullah bin Salam
ra.bertanya kepada Ka’ba akhbar ra.,”
Apakah perkasa yang merusak
ilmu dalam hati ulama? Padahal, ketika mempelajari ilmu itu ia telah
memahaminya dengan baik dan mengingatnya?” Ka’ba Akhbar ra. Menjawab, “Tamak
dan angan-angan serta meminta-minta kepada orang lain.”
Ketika Fudhail bin Iyadh rah.a.ditanya mengenai kata-kata
Ka’ab Akhbar ra. Tersebut,
ia menjawab, “Apabila ulama mulai tamak atas sesuatu, maka ia berusaha
mendapatkannya, sehingga merusak agamanya. Ketamakan itu bertambah buruk
sehingga ia mulai tertarik ke setiap benda yang ia lihat, dan ia ingin
mendapatkannya. Kemudian ia mulai menyampaikan hajatnya kepada seseorang agar
orang itu memenuhi hajatnya, sehingga ia terpaksa tunduk kepada orang yang
memenuhi hajatnya. Ia terpaksa memberi salam kepadanya, dan apabila sakit, ia
terpaksa pergi menengoknya. Dan semua yang di lakukannya itu bukan karena
Allah, tetapi karena cinta kepada dunia.” Setelah itu, Fadhail rah.a. berkata,
“hadits ini lebih utama dari pada seratus hadits dan dijadikan sebagai bekal.”
Saad bin Abi Waqash ra. berkata bahwa seseorang datang kepada Rasulullah
saw. lalu meminta nasehat yang singkat. Rasulullah saw. bersabda,
“Putuskanlah harapan untuk memiliki benda-benda yang ada pada orang lain.
Selamatkanlah dirimu dari tamak dan loba, sebab ia adalah kemiskinan yang
cepat. Ia akan menjadikanmu merasa berhajat saat itu kepada benda-benda yang
sebenarnya tidak kamu perlukan saat itu. Dan selamatkanlah dirimu dari
perbuatan yang akan menyebabkan kamu menyesal dan meminta maaf.”
Ketetapan Jamaah Tabligh Dalam Hal Biaya
Apa-apa yang telah
disebutkan di atas, adalah dasar-dasar Jamaah Tabligh. Hal itu dapat juga
diperhatikan dari ucapan-ucapan masyaikh Jamaah Tabligh. Diantaranya adalah
sebagai berikut ;
√ Syaikh Muhammad Ilyas
berkata, “Tugas Negara adalah tugas yang seluruh beban pembiayaan ditanggung
oleh Negara atau masyarakat. Tetapi tugas agama adalah tugas pribadi, artinya
seluruh biaya ditanggung sendiri.”
√ Seseorang mendatangi
Syaikh Ilyas dan menyerahkan dana sumbangan sambil berkata, “Silahkan Syaikh
gunakan uang ini untuk keperluan Syaikh. “Beliau pun menyahut, “Wahai tuan,
jika kita tidak menganggap bahwa kerja Allah adalah kerja kita, lalu bagaimana
kita dapat mengaku sebagai hamba Allah? Sungguh seharusnya kita jangan
menunaikan hak kita sebelum kita menunaikan hak Allah. Sungguh kita ini tidak
menghormati Rasulullah saw. dengan sebenarnya,”katanya sambil menangis.
Demikianlah prinsip Syaikh
Ilyas dalam hal ini. Beliau lebih dulu akan membelanjakann uang dari sakunya
sendiri, jika sangat terpaksa barulah ia akan bersedia menerima pertolongan
orang lain.
√
Suatu ketika ada seseorang yang telah siap mengorbankan diri untuk khuruj. Lalu
ia menghadiahkan 100 rupee kepada Syaikh Ilyas dan hadiah. Itu diterima oleh
Syaikh dan berkata, “Hatiku ingin dan sudah bersumpah untuk tidak menerima
harta dari orang yang tidak mau meluangkan dirinya dan hartanya untuk agama,”
Selanjutnya beliau berkata. “Menginfakkan harta adalah ibadah, tetapi itu
bukanlah tujuan yang sebenarnya. Namun maksud yang sebenarnya dari ibadah
tersebut adalah agar hati tidak terpengaruh oleh harta itu.”
√
Syaikh Muhammad Ilyas berkata, “Pendapatan Umar ra. dan para saabat yang
lainnya itu banyak. Namun mereka sangat hemat dalam menggunakan harta mereka
untuk keperluan pribadi mereka. Mereka
makan dan minum dengan sangat sederhana,
bahkan kehidupan mereka seperti orang miskin. Dan banyak diantara mereka yang
wafat dengan meninggalkan hutang, karena mereka telah menggunakan semua harta
mereka untuk agama. Harta orang yang beriman pada asalnya adalah untuk
digunakan fi sabilillah.”
√
Suatu hari seorang saudagar besar Delhi datang kepada beliau dan meminta doa.
Ia membawa sangat banyak hadiah untuk beliau , namun beliau justru tidak berkenan
menerimanya. Syaikh Abdurrahman lah yang kemudian menerimanya, mengingat
madrasah sangat memerlukannya. Namun ketika Shaikh Ilyas mengetahui hal itu,
beliau benar-benar marah dan tidak berkenan hati, sehingga barang-barang
terseebut dikembalikan pada pemiliknya. Beliau berkata kepada Syaikh
Abdurrahman, “Sesungguhna kerja agama dan dakwah tidak bisa sempurna dengan
rupiah dan harta. Seandainya seperti itu, sudah tentu Rasulullah saw. akan
diberi harta kekayaan yang melimpah ruah.”
√
syaikh Muhammad ilyas berkata, “Berilah suatu dorongan (targhib) kepada
orang-orang agar mereka mau saling belajar mengajar dan menyebarkan agama di
lingkungan mereka dengan keluar dari rumah mereka atas biaya mereka
sendiri.____ Namun perlu waspada agar tidak timbul mengharap kepada makhluk di
dalam hati. Karena mengharap kepada makhluk itu dapat merusak iman sampai
keakar-akarnya.
√ syaikh Umar Palanpuri
berkata, “Ada beberapa amalan yang mesti dihindari. Pertama: meminta dan
mengharap kepada selain Allah. Apa pun yang terlintas di dalam hati dengan
mengharap kepada, orang lain, baik dalam urusan uang, makanan atau yang
lainnya. Itulah yang dinamakan “mengharap”. Sedangkan mengutarakannya dengan
lisan adalah meminta. Dan seorang da’I bukanlah seorang peminta-minta. Allah
berfirman, “Aku tidak meminta upah
atas hal ini, sungguh upahku hanya (pada) Allah.”
Dengan hanya meminta dan
mengharap kepada Allah kita akan ada kekuatan.”
Dan kepada orang-orang yang
dapat keluar pun hendaklah dipahamkan dengan sebaik mungkin bahwa semua
kesusahaan, seperti lapar, haus, dan sebagainya, di dalam kerja ini, merupakan
makanan istimewa para Anbiya, Shidiqin, dan muqorobin.”
Pembiayaan Jamaah Tabligh
Fi Sabilillah
Dengan penjelasan di atas,
maka dapat dipastikan bahwa Jamaah Tabligh yang telah merambah Timur dan Barat,
telah menggunakan harta dan diri mereka masing-masing dalam setiap amalnya.
Bahkan aturan ini demikian ketat dalam arahan para masyaikh, sehingga jangankan
mereka mau dibiayai oleh orang lain --apa lagi oleh Yahudi atau
Nasrani--, diberi pun belum tentu mau.
Seluruh perjalanan
jamaah-jamaah Tabligh dari mulai pelosok kampung hingga kota-kota besar di
belahan dunia ini, maka kita akan saksikan pengorbanan dari saku masing-masing
semampu mereka. Inisuatu kelebihan yang tidak dimiliki oleh gerakan lainnya.
Dan ini menjadi kekuatan yang sangat luar biasa, karma dakwah islamiyah tidak
bergantung pada penyandang dana dari siapapun, sehingga murni tidak ditunggangi
oleh kepentingan manapun, kecuali semata – mata karena perintah Allah dan
sunnah Rasulullah saw.
Didalam majelis mingguan
jamaah Tabligh biasanya akan diserukan ajakan meluangkan waktu untuk khuruj.
Siapa yang bersedia dan ada keluangan waktu serta biaya, maka mereka akan
mendaftar. Lalu dari daftar nama itu akan dikelompokan sesuai dengan biayanya.
Dalam masalah pembiayaan
ini, ada beberapa ketentuan dalam jamaah Tabligh, diantaranya yaitu:
* Tidak dibenarkan
mengumpulkan dana untuk pembiayaan khuruj untuk atau dari orang lain. Yang ada
adalah pengumpulan dana untuk keperluan jamaah itu sendiri, yaitu seperti makan
dan ongkos perjalanan.
* Tidak ada bendahara
ataupun Baitul Maal, karena tidak ada yang harus diurus dengan masalah keuangan
jamaah Tabligh. Setiap pribadi mengurus uang mereka masing – masing.
Kecuali jamaah – jamaah yang bergerak akan menunjukan secara bergilir pemegang
amanah uang hariannya.
* Tidak membicarakan
masalah dana dan pengumpulan dana. Dengan demikian, maka sangatlah tidak
mungkin jika pergerakan jamaah dakwah dan Tabligh ini dibiayai oleh Yahudi dan
berkorban dengan harta dan diri sendiri.
Sekian. Wallahu a’lam !
Sumber : e-book pikir sesaat untuk agama
Sumber : e-book pikir sesaat untuk agama
0 komentar:
Posting Komentar
WHAT IS YOUR OPINION?