SESATKAH JAMAAH TABLIGH ? BAG. 6 : DIBIAYAI OLEH YAHUDI ?

Mereka berkata, “Jamaah Tabligh dapat bergerak kemana – mana karena dibiayai oleh kelompok yahudi.”
Ini adalah fitnah yang sangat keji. Tidak seorang pun yang suka jika dituduhi ‘dibiayai’. Karena ungkapan tersebut sudah menyentuh harga diri, dan menjatuhkan martabat kehormatan seseorang.

Perbedaan Dakwah Islam dan Non Islam
       Jamaah tabligh adalah gerakan keimanan, yaitu agar umat Islam mewujudkan Islam dalam kehidupan umat manusia. Sedangkan Yahudi dan Nasrani tidak akan berhenti memusuhi Islam, hingga umat Islam ikut cara hidup mereka. Allah berfirman, “orang –orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu, hingga kamu mengikuti agama mereka.”

Jadi tidak mungkin gerakan Islam dan gerakan Yahudi bekerja sama, apabila dalam pembiayaan gerakan keimanan kepada Allah dan penegakan Islam. Bahkan Allah telah memerintah kita agar tidak terpengaruh dengan gaya hidup para musuh Allah termasuk tipu daya pembiayaan yang mereka tawarkan. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan – golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia.
“Janganlah kamu sekali –kali menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan diantara mereka (orang – orang kafir itu).”

“Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya.berkatalah orang – yang menghendaki kehidupan dunia, “Semoga kiranya kita memiliki seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun.”
Kita telah diperintah untuk tidak terpesona oleh tingkah laku non – muslim. Cara hidup yang terbaik bagi seorang muslim adalahcara hidup rasulullah saw.,termasuk di dalamnya, cara dakwah umat Islam yang jauh berbeda dengan cara dakwah Non – Islam.  
    
   Jika dakwah – dakwah mereka berasaskan pada harta, tahta dan wanita, maka pola dakwah Rasulullah saw. berasaskan pengorbanan, mujahadah, dan musyawarah.

       Memang dewasa ini muncul gerakan – gerakan agama yang dibiayai oleh Yahudi dan Nasrani, baik secara terang – terangan ataupun sembunyi di balik layar. Namun kita tidak membahas hal itu di sini. Banyak media lain yang telah membahasnya. Yang perlu diketahui ada cara dakwah yng telah dicontohkan oleh Nabi saw..

       Contoh Dakwah Para Nabi dan Rasul
       Di dalam alquran dan hadits, Allah telah menceritakan berbagai perjuagan para Nabi dan Rasul dalam menyeru manusia kepada Allah. Seluruh Nabi dan Rasul telah berdakwa setelah semata-mata karena perintah Allah , tanpa ada tujuan duniawi sedikit pun. Bahkan pujian diri dakwah yang mereka lakukan. Tidak ada yang mereka kehedaki kecuali hidayah Allah kepada manusia dan keridhaan– Nya.

Allah berfirman, “Tetapi rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya,  mereka  berjihad  dengan  harta  dan diri  mereka. Itulah orang-orang yangmemperoleh kebaikan (di dunia dan di akhirat).”
Berkali – kali Allah menyebutkan bahwa seorang da’i bukanlah seorang peminta – minta ataupun pengharap dunia. Firman Allah,
‘katakanlah (wahai Nabi), ‘aku tidak meminta upah atas hal ini. Sungguh upahku hanya (pada) Allah.”    
       Yang tertera pada surat Al – An’am : 90, Hud : 29, 51, Al –Furqan : 57, Asy –Syu’ara : 109, 137, 145, 180, Asy – Syura : 23, Shad : 86 dan banyak lagi ayat-ayat yang sejenisnya. Allah juga berfirman,
“Ikutilah orang yang tidak meminta upah kepada kalian sedangkan mereka adakah orang –orang yang mendapat petunjuk.”

       Syaikh Muhammad syafi’ dalam kitab Tafsirnya mengatakan,
“Ini adalah seruan para Nabi yang maksudnya ; ‘Aku tidak akan mengambil upah dan balasan apapun atas hidayah yang kuusahakan untuk diri kalian. Apabila kalian menuruti ajaranku, niscaya kalian selamat. Dan tidak ada keuntungannya bagiku. Dan jika kalian menolak seruanku, maka kerugiannya adalah bagimu. Tiada kerugian sedikit pun bagiku. ‘kalimat ini adalah pesan bagi seluruh penasehat  dan pendakwah di seluruh dunia, bahwa dalam urusan berdakwah dan bertabligh hendaknya mengikuti jalan yang telah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul, yaitu tanpa menginginkan upah serta ganjaran atas dakwah dan tabligh kita.”
Rasulullah saw. Menolak Tawaran Harta Untuk Berdakwah

       Ibnu Abbas ra.meriwayatkan kisah ketika Utbah bin Rabi’ah,
Abu Sufyan bin Harb, seorang dari Bani Abdul Daar, Abu Baktari dari
Banu asad, Aswad bin Abdul Muthalib bin Asa, Jam’ah bin Aswad,
Walid bin Mughirah, Abu Jahal bin Hisyam, Abdullah bin Abi Umayah, Umayah bin Khalaf, Ash bin Wail. Nubayah bin Hazaj Sahmi Munabbah bin Hajjaj Sahmi dan yang lain-lainnya, berkumpul di belakang Ka’bah. Dan keputusan musyawarah adalah memanggil rasulullah saw. kehadapan mereka, maka mereka berkata, “Wahai Muhammad ! Kami telah mengutus orang untuk memanggilmu tiada lain agar kamu mendenarkan keluhan kami. Demi Allah !sesungguhnya belum pernah kulihat ada seorang Arab yang telah menyusahkan kaumnya sendiri.kamu telah menghina nenek moyang kami dan telah menghina agama kami, kamu katakana tuhan kami bodoh dan kamu telah memecam-belah diantara kami. Apabila dari yang kamu ajarkan itu kamu menginginkan harta, maka kami bersedia untuk mengumpulkan harta utukmu agar kamu menjadi orang yang terkaya diantara bangsa Quraisy. Apabila yang kamu inginkan kedudukan padamu dan kamu inginkan kedudukan padamu dan kamu ingin menjadi seorang raja. Dan apabila kamu ini terkena pengaruh jin, maka kami akan mengumpulkan uang agar dapat mengobati penyakitmu, sehingga kami dapat mengetahui bahwa kamu ini sakit. “Rasulullah saw. pun menjawab, “Semua apa yang kalian sebutkan itu sedikit pun tidak kunginkan. Aku datang dan mengajak kalian, tidak untuk mendapatkan harta atau untuk dijadikan pemimpin atau raja, tetapi Allah telah mengutuskan untuk menjadi Rasul . Telah diberikan kepadaku kitab, dan aku telah menyampaikan kepada kalian ajaran Allah, aku ingin kebaikan atas kalian dengan berdakwah kepada kalian.”
       Selanjutnya disebutkan, “…akhirnya Rasulullah saw. bangkit dan meninggalkan mereka dan dari belakang beliau diikuti oleh anak

Atikah binti Abdul Muthalib bibinya--, yaitu Abdullah bin Abi beliau, dia berkata, “wahai Muhammad !kaummu telah menawarkan harta, kedudukan, kerajaan, kepadamu, tetapi kamu menolak tawaran mereka. Kemudian mereka memintamu suatu bukti yang dapat menunjukkan bahwa kamu mempunyai kedudukan di sisi Allah. Namun kamu juga tidak dapat menunjukkannya. Akhirnya mereka pun meminta kepadamu agar kamu dapat mempercepat datang adzab, seperti yang kamu janjikan sebelumnya. Melihat hal itu semua, maka ketahuilah bahwa aku tidak akan mempercayaimu ! Demi Allah !aku akan beriman kepadamu apabila kamu naik ke atas langit dengan tangga, dan aku akan melihatnya terus sampai kamu tiba di langit dan dari sana turun kembali sampai sambil membawa kitab suci dan empat malaikat yang akan memberimu kesaksian mengenai apa yang telah kamu katakan itu, dan demi Allah! Apabila kamu juga dapat melakukan itu semua, maka tetap aku tidak akan mempercaimu sedikit pun!” sambil berkata demikian ia meninggalkan Rasulullah saw..kemudian beliau pulang dengan berat hati atas perlakuan kaumnya, mereka menolak ajakan beliau dan bertambah menjauhinya.

      Demikianlah Rasulullah saw. menolak tawaran harta dan kedudukan dalam mendakwai manusia kepada Allah. Seandainya kita pada zaman ini ditawari hal demikian, pasti kita akan berpikir ; Mengapa tidak diterima saja tawaran itu ? Bukankah lebih mudah berdakwah melalui jabatan dan harta ?harta dan jabatan tentu akan banyak bermanfaat untuk menunjang kegiatan dakwah kaum muslimin.

       Namun justru Rasulullah saw. dengan tegas menolak semua  itu dan bersikukan atas cara dakwahnya, yaitu dengan pengorbanan diri dan harta, mendatangi umat satu persatu, jiwa demi jiwa, hati demi hati, menyeru mereka kepada iman dan Islam.

       Ini adalah suatu pelajaran yang sangat penting bagi umat Islam dalam perjuangan agama, yaitu tidak tergiur dengan tawaran materi dan kedudukan dari musuh-musuh Islam. Karena pada hakekatnya, mereka mengetahui bahwa kekuatan dakwah umat Islam akan rusak, jika ketulusannya dalam berdakwah sudah rusak.

Perintah Berkurban Dengan Harta Dan Diri Masing –Masing

       Pada hakekatnya, Allah bisa saja menurunkan hidayah bagi umat manusia tanpa adil apapun dari hamba –Nya. Atau Allah menjadikan kejadian alam semesta sebagai sebab hidayah bagi umat manusia dengan kudrat – Nya. Namun Allah ingin memuliakan hambah–nya melalui pengorbanan agama demi tersebarnya hidayah.

       Allah sangat senang jika hambah – Nya ikut andil dalam penyebaran agama-Nya, sehingga tiada henti Allah menyeru orang-orang beriman agar mengorbankan diri dan harta demi agama-Nya. Diantaranya adalah sebagai berikut :    
Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang sebenar-benarnya beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul – Nya, kemudian mereka tidak ragu –ragu lagi, serta mereka berjuang dengan harta benda dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar (pengakuan imannya).”“Orang – orang yang beriman, dan berhijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwa- jiwa mereka.” Artinya selalu bersedia, selalu siap menunggu apa yang di perintahkan oleh Allah, walaupun yang diminta itu harta kita atau nyawa kita.                                          


’Berimanlah kamu kepada ALLAH dan Rasul-Nya.dan belanjakanlah (di jalan ALLAH) yang di jadikannya kamu menguasai sebagai wakil.Maka orang-orang yang beriman di antara mu serta mereka membelanjakan (sebagian di jalan ALLAH)mereka tetap beroleh pahala yang besar.”
       “Kamu beriman kepada ALLAH dan Rasul-Nya,serta berjuang membela dan menegakkan agama ALLAH dengan harta dan diri mu,yang demikian itu lebih baik bagi mu jika kamu mengetahui (hakikat sebenarnya).”
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah dan berjihad dengan hartadan jiwanya di jalan ALLAH.”

         “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan ALLAH dengan harta dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya.”
         “Dan berjihadlah dengan harta dan diri mu di jalan ALLAH lebih baik jika kamu mengetahui.”      
       Juga dari Anas ra.,bahwa Nabi saw. bersabda “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta,jiwa dan mulut mu.”

Demikianlah sebagian dari perintah-perintah ALLAH kepada orang-orang beriman agar menegakkan agam dengan pengorbanan diri dan harta di jalan ALLAH.

KELEBIHAN BERJIHAD DENGAN HARTA DAN DIRI SENDIRI.


       Diri dan harta adalah sepasang ujian yang sangat di cintai oleh manusia.Kecinta pada diri sendiri serta kecintaan terhadap harta menjadi fitnah dan ujian terbesar bagi orang-orang beriman.Keduanya mesti di gunakan dalam garis-garis karidhaan ALLAH dan Rasul-Nya.
       “ALLAH berfirman, ”Sesungguhnya ALLAH telah membeli dari orang-orang beriman diri mereka dan harta mereka,dengan memberi bagi merek surga.”
       “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada kamu dengan sedikit ketakutan,kelaparan dan kekurangan harta,dan diri serta buah-buahan.”
       Harta dan diri itulah dua hal yang ALLAH ingin agar orang-orang beriman menggunakannya dalam menegakkan agama-Nya.Pengorbanan atas kedua perkara ini sangat di kehendaki dan di cintai oleh ALLAH.Tidaklah sama antara orang yang memperjuangkan agama denga hartany saja,tetapi menggunakan orang lain,atau memperjuangkan agam drngan dirinya saja,tetapi menggunakan harta orang lain,di bandingkan dengan seseorang yang berjuang dengan diri dan hartanya sendiri di jalan ALLAH.ALLAH berfirman “Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berjuang) tanpa udzur dengan orang yang berjihad di jalan ALLAh dengan harta dan diri mereka.ALLAH melebihkan orang-orang yang duduk satu derajat.”

       Ash-Shabuni berkata, “Tidaklah sama orang mukmin yang duduk tidak berjihad dibandingkan dengan orang mukmin yang berjihad fi sabilillah dengan hartanya  dan dirinya,selain orang-orang yang udzur,seperti orang buta,pincang,sakit…

       Dari Abi Sa’id Khudri ra., Nabi saw. pernah ditanya,’’mukmin bagaimanakah yang paling sempurna imannya?’ beliau menjawab, “lelaki yang berjuang di jalan Allah dengan jiwanya dan hartanya. Dan lelaki yang beribadah kepada Allah disuatu lembah di antara dua bukit,menjauhkan diri dari orang banyak, takut dia berbuat jahat terhadap mereka.”

       Maimunah binti Saad meriwayatkan, aku bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai orang yang tidak pergi berjihad tetapi dia memberikan hartanya kepada orang lain untuk menggantikannya. Apakah orang itu yang akan mendapatkan pahala ataukah orang yang keluar berjihad itu yang mendapatkan pahala ataukah orang yang keluar berjihad itu yang mendapatkan pahala.”

       Artinya, orang yang mengorbankan hartanya, akan mendapat pahala dari hartanya saja. Dan orang yang berkorban dirinya, akan mendapatkan pahala dirinya saja. Sedangkan jika ia berkorban dengan diri dan hartanya sendiri, tentu ia akan mendapatkan pahala dari keduanya.

       Ibnu Umar ra. Berkata, “Ada dua macam golongan  orang yang ingin berperang. Pertama yaitu orang-orang yang selama keluar di jalan Allah memperbanyak dzikir kepada Allah, selalu berusaha bertawajjud kepada Allah, menghinadari kemaksiatan selama berjalan, membantu kawan, menginfaqkan harta mereka dari yang terbaik dan yang paling dicintai, dan mereka lebih senang mengorbankan hartanya dari pada menerima hasil peperangan. Apabila mereka berada  dalam kancah peperangan, maka mereka merasa malu kepada Allah dan jika di dalam hatinya dirasakan telah menyimpang dan menjadi pengecut, mereka selalu menjauhinya, sehingga syetan tidak bisa membisikkan kepadanya untuk berbuat hina. Dengan orang-orang seperti inilah Allah akan memenangkan agama-Nya. Kedua yaitu orang-orang yang keluar di jalan Allah tidak memperbanyak dzikir kepada Allah, yidak menjauhi perbuatan maksiat, apa saja harta yang diinfakkannya mereka meresa bahawa itu adalah suatu kerugian, karena memang syetan membisikkan ke dalam hati mereka perasaan demikian. Apabila berada di medan pertempuran, maka mereka ingin berada di barisan Paling belakang dan bergabung dengan para pengecut. Biasanya mereka banyak berlindung di tas bukit-bukit untuk menonton pasukan yang sedang berperang. Apabila Allah memberi kemenangan kepada kaum muslimin, mereka paling banyak mengaku-ngaku dengan berkata dusta (telah berbuat ini dan itu). Apabila mereka mendapat kesempatan untuk berbuat curang, maka mereka berani meipu Allah, karena syetan membisikkan ke dalam hatinya bahwa harta itu adalah ghanimah. Apabila mereka mendapat harta, maka mereka berlaku sombong, sedangkan apabila mendapa harta, maka syetan merusak hatinya dengan sifat tamak kepada kenikmatan dunia. Golongan yang kedua ini tidak akan mendapat pahala sedikit pun seperti pahala yang diberikan  kepada kaum mukmin. Karena walaupun tubuh mereka bersama-sama dengan tubuh kaum mukmin, tetapi niat dan amalnya bertentang dengan amalan kaum mukminin, sehingga kelak pada hari kiamat mereka akan dikumpulkan bersama kaum mukminin, tetapi mereka (gollongan kedua) akan dipisahkan dari golongan kaum mukminin.”
      
 Dari mu’adz bin Jabal ra., Rasulullah saw. bersabda, “Kabar gembira bagi seseorang yang banyak berdzikir kepada Allah ketika sedang keluar di jalan Allah, karena setiap kalimat itu akan dibalas 70.000 kebaikan, dan setiap kebaikan, akan dilipatgandakan pahalanya hngga sepuluh kali lipat. Dan selain itu, dia juga akan mendapatkan tambahan dari Allah.” Rasulullah saw. ditanya oleh seseorang,  “Ya Rasulullah, bagaimana kalau bersedekah?” beliau menjawab, “Pahala bersedekah juga seperti itu.” Abdurrahman berkata, “Aku berkata kepada Mu’adz, “Pahala sedekah hanya dilipat hingga tujuh ratus kali lipat .” Mu’adz berkata, “Dangkal sekali pemahamanmu !pahala tujuh ratus kali lipat itu bagi seseorang yang tinggal dirumahnya, dan tidak pergi berperang melainkan bersedekah kepadaorang lain yang akan berperang. Sedangkan apabila ia ikut berperang dan juga menginfakkan hartanya, maka Allah menyembunyikan pahala mereka dalam khazanah rahmat-Nya, dan tidak bisa dijangkau dan tidak bisa dibayangkan sifat-sifatnya oleh pengetahuan manusia. Mereka itulah pasukan Allah.Dan sesungguhnya pasukan Allah, mereka itulah yang menang.”

       Dari Ali, Abu Darda, Abu Hurairah, Abu Ummah, Ibnu Amir bin’Ash, Labir, dan Imran bin Hushain radhiyallahu’anhum. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa berinfak di jalan Allah, dan ia sendiri tinggal dirumahnya, maka setiap dirham akan dibahas 700 dirham. Dan barang siapa ia sendiri berangkat berjuang di jalan Allah dan mengeluarkan harta semata-mata untuk mendapat ridha Allah, maka setiap dirhamnya akan dibahas 700.000 dirham.” Kemudian Rasulullah saw. membaca ayat: “Dan allah akan melipatgandakan pahala bagi siapa yang dikehedaki-Nya.”

       Umar bin Khattab ra. Berkata, Rasulullah saw. menyruh kami bersedekah. Ini bertepatan dengan harta yang ada padaku. Aku berkata, “Jika suatu hari aku akan menang di atas Abu Bakar, maka hari inilah aku akan menang di atasnya. “ lalu aku datang dengan setengah hartaku. Beliau saw. bertanya, “Apa yang kamu tinggalkan untuk ahli keluargamu?” Aku menjawab , “Sepertiga”. Lalu datang Abu Bakar ra. Membawa seluruh harta yang ada padanya. Beliau bertanya, “Wahai abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk untuk ahli keluargamu?” Abu Bakar menjawab, “aku tinggalkan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya.” Berkata Umar, “Aku memang tidak akan menang di atas Abu Bakar sesuatu pun selamanya.”

       Al-Khitabi menulis: dari hadits tersebut dapat dipahami bahwa yang tepat bagi orang tersebut adalah menyimpan keperluan hidup untuk dirinya dan tidak melepas semua hartanya sekaligus, karena dikhwatirkan sengitnya pperangan batin terhadap pengeluaran infaq tersebut akan menimbulkan penyesalan dalam dirinya sehingga harta sudah terlanjur hilang tetapi ia tidak mendapatkan pahalanya, bahkan menjadi beban orang lain.

      Rasulullah saw. tidak mengingkari Abu Bakar As-Shiddiq ra. yang menyerahkan seluruh hartanya karena beliau mengetahui kebenaran niatnya, kekuatan yakinnya dan tidak khawatir fitnah atas dirinya seperti yang dikhwatirkan atas orang yang ditolak (sedekah) emasnya.
       
       Tindakan Abu Bakar ra. tidaklah menyalahi firman Allah surat
Al-Baqarah: 219, karena Allah mengakui pengorbanan seseorang demi agama dan umat. Allah memuji. sikap kaum Anshar terhadap Muhajirin,

“Dan orang-orang (Anshar) yang mendiami negeri (Madinah) serta (orang-orang) beriman sebelum mereka, mencintai orang-orang yang berhijrah ke negeri mereka, dan tidak ada pula dalam hati mereka perasaan berhajat pada apa yang telah mereka berikan kepada orang-orang yang berhijrah itu melebih diri diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan dan amat berhajat. Dan (ingatlah), barang siapa yang menjaga serta memelihara dirinya dari pengaruh bakhilnya, maka merekalah orang-orang yang berjaya.”

Pembiayaan Jihad Fi Sabilillah
           
       Di dalam sejarah dakwah Nabi saw. dan para sahabat ra., terdapat contoh-contoh yang menegaskan kepentingan berjihad dengan diri dan harta masing-masing. Diantaranya adalah sebagai berikut ;

       Auf bin Malikra., berkata, “ketika Rasulullah saw. mengutus pasukan Sariah, ada seseorang yang berkata kepadaku, “Aku akan ikut berjihad denganmu asalkan kamu memberiku ketetapan harta rampasan. Dan aku tidak tahu apakah kamu akan mendapatkan harta rampasan atau tidak. Oleh sebab itu, kutetapkan agar kamu membayarku tiga dinar.” Setelah peperangan berakhir, kami pun mendapatkan harta rampasan. Lalu kutanyakan mengenai orang itu kepada Rasulullah saw., Dan beliau menjawab, “Orang itu tidak mendapatkan pahala apapun dari jihadnya, selain tiga dinar yang telah ditetapkan olehnya.”

       Ya’la bin Munyah berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw. mengumumkan kepada kami untuk pergi berjihad. Aku pun mencari seseorang yang dapat menggantikanku karena aku telah tua, dan aku tidak mempunyai seseorang pun pembantu, kemudian kudapatkan seseorang yang dapat menggantiku dalam berjihad, ketika waktu keberangkatan telah dekat dia datang kepadaku, “Kita tidak tahu berapa bagian harta rampasan yang akan kita dapat dan beberapa bagian untukku, oleh karena itu sebaiknya ditetapkan saja, “Maka aku pun menetapkan tiga dinar untuknya. Setelah kaum muslimin mendapat kemenangan dan harta rampasan, maka kutanyakan kepada Rasulullah saw. mengenai orang itu. beliau bersabda, “Aku kira orang itutidak akan mendapatkan bagian apapun baik di dunia maupun di akhirat selain tiga dinar yang telah ditetapkan olehnya itu.”

       Bahkan terdapat kisah para sahabat yang rela berhutang demi ingin ikut berjuang di jalan Allah. Berbeda dengan kita yang rela berhutang hanya untuk membeli sesuatu yang tidak perlu dan memenuhi nafsu kita, tetapi justru menolak pergi untuk khuruj fi sabillah karena tidak berani berhutang demi perjuangan agama.

       Ibnu Mas’ud ra. Berkata, “Seorang pemuda datang dan berkata, “Pernahkah kamu mendengar sabda Rasulullah saw. mengenai kuda?”
Aku jawab, “Ya, aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Kuda itu selamanya akan membawa kebaikan sampai hari kiamat, oleh karena itu belilah kuda dan utangkanlah kuda itu di jalan Allah.”Sebagian sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana caranya membeli dan mengutangkan kuda si jalan Allah ?” Nabi saw. menjawab, “Katakan kepada orang yang berhutang, ‘Aku mengutangkan, apabila mendapat harta rampasan kami juga mendapat bagian, dan para waktu itu kamu dapat membayarnya. Dan katakan kepada penjual, juallah kuda itu kepada kami apabila Allah memberi kami harta rampasan, maka pada waktu itu kami dapat membayarnya.” Dan selama kamu masih tetap bersedia untuk berjihad, maka kamu akan selalu dalam kebaikan, karena nanti pada akhir zaman umat Islam tidak mau untuk berjihad, dan berjihadlah kamu jika mereka tidak mau berjihad lagi, karena jihad pada hari itu juga akan mendapatkan pertolongan Allah dan harta rampasan.”
      
 Sekarang ini, orang-orang yang sengaja berhutang untuk memperbaiki imannya ditentang dan dicemooh habis-habisan, tetapi orang-orang yang suka berhutang untuk memenuhi rumahnya dengan TV, Video, Karaoke dan sebagainya, malah dianjurkan. 

Larangan Meminta-minta Untuk Biaya Jihad
   
     Islam tidak menyukai umatnya yang mampu fisik, tetapi meminta-minta kepada orang lain. Islam menuntut agar mereka bekerja sekedar mampu dan berpuas hati dengan apa yang mereka peroleh sekali pun itu adalah yang dipandang rendah oleh manusia. Yang penting, ia mulia di sisi Allah. Dan pasti ini jauh lebih baik dan lebih mulia dari pada meminta-minta. Dari zubair bin Awwam ra., Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh seseorang diantaramu mengambil tali, lalu pergi dengan mengikat kayu bakar di punggungnya lalu ia jual, maka dengan itu Allah menyelamatkan air manusia, baik dia diberi maupun ditolak.”

       Dari Zubair bin awwam ra., Nabi saw. bersabda, “Sungguh seseorang diantara kalianmengambil tali, lalu ia pergi dengan memikul kayu bakar di punggungnya lalu dijual, maka di sisi Allah hal itu lebih baik baginya dari pada meminta-minta kepada manusia, baik diberi atau tidak di beri (sedekah).”

       Jika seseorang itu memiliki kemampuan bekerja, tetapi ia masih meminta-minat bantuan untk keperluan dirinya, maka islam memberi peringatan tegas kepada mereka.

       Diriwayatkan bahwa seseorang pemuda masuk ke masjid sambil memegang panah yang panjang sambil berteriak, “Siapakah yang bersedia menolongku untuk berjihad keluar di jalan Allah?” ketika Umar bin Khattab mendengar teriakkannya itu, maka beliau memanggil pemuda itu, dan menawarkan kepada orang yang sedang berada di masjid. “Siapakah yang mau memperkerjakan orang ini diladangnya?” Ada seorang Anshar yang menjawab, “Aku bersedia memperkerjakan pemuda itu di ladangku. “Setelah sepakat harganya, pemuda tersebut di perkerjakan di ladang orang Anshar beberapa bulan lamanya.” Setelah beberapa bulan, Umar bertanya kepada orang Anshar itu, “Bagaimana keadaan pemuda yang bekerja di ladangmu?” Anshar itu menjawab, “Ya Amirul Mukmin !pemuda itu sangat baik.” Umar berkata, “Panggilah pemuda itu kemari bersama upahnya.” Maka pemuda itu datang dengan sekantung uang hasil bekerja selama beberapa bulan itu. Umar berkata, “Ambillah kantong itu, sekarang apabila kamu senang untuk berjuang, maka berangkatlah dengan hartamu sendiri, namun apabila kamu senang untuk tinggal di sini, maka tinggallah.”

       Tidak Meminta-minta dan Berharap Kepada Manusia
       Allah melarang keras hamba-Nya meminta dan berharap kepada selain-Nya. Allah berfirman,
“Ia menyeru kepada selain Allah sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak pula memberinya manfaat.”

“Katakanlah, “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah. Jika Allah hendak mendatangkan mudharat kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan mudharat itu ? Katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku.’ Kepada-Nyalah bertawakal orang-orang yang berserah diri.”

Dari Abdulllah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda,
“Barang siapa ditimpa kelaparannya tidak akan hilang. Dan barang siapa tertimpa kelaparan, lalu mengadukannya kepada Allah, maka Allah akan memberinya rezeki yang akan ia dapatkan dengan segera atau terlambat sedikit.”

       Dari Abdullah bin Abbas ra., Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang meminta-minta kepada orang lain padahal tidak ada yang menghalanginya atau keluarganya dari kesusahan dan ia mampu atas mereka, maka ia akan datang pada hari Kiamat dengan wajah tanpa daging sedikit pun.”

       Dari Ali bin Abi Thalib ra., Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang meminta-minta kepada orang lain karena ingin harta yang lebih banyak, padahal ia cukup, maka sesungguhnya ia memperbanyak api jahanam.”
Ada yang bertanya, “Apa maksud; melebihi kecukupan ?” Beliau menjawab, “keperluan makan hingga malam.”
\
       Dari Abdullah bin Umar ra., Rasulullah saw. bersabda, “Salah seorang di antaramu senantiasa meminta-minta (sedekah), sehingga dia bertemu Allah azza Wa Jalla (pada hari Kiamat) sedang mukanya segumpal daging pun (yang tertinggal).”

       Dari Hakim bin Hazam ra., “Aku meminta kepada Rasulullah saw., dan beliau memenuhi permintaanku. Kemudian ketika kupinta lagi, beliau pun memberi lagi. Kemudian beliau bersabda, “Hai Hakim, harta memang lezat dan manis. Barang siapa mengambilnya dengan hati qanaah, ia akan diberkahi. Dan siapa yang mengambilnya dengan hati tamak dan rakus, maka tiada keberkahan baginya. Ia seperti orang berpenyakit busung lapar. Ia makan terus, tetapi tidak pernah kenyang. Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah.” Kemudian aku berkata, “Ya Rasulullah, demi zat yang telah mengutusmu dengan hak, mulai saat ini aku tidak akan meminta kepada siapapun setelah kepadamu ini sedikit pun hingga aku meninggal dunia.”

       Sahal bin Saad berkata, “Seseorang sahabat bertemu Rasulullah saw. lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku amalan yang dapat   menyebabkan Allah  mencintaiku   dan aku  dicintai  orang   lain.” Rasulullah saw. bersabda, “berzuhudlah kepada dunia, maka Allah akan mencintaimu, dan berzuhudlah terhadap apa yang dimiliki manusia, maka manusia akanmencintaimu.”
\
       Dari Qabisah bin Mukhariq ra., “Aku sedang menanggung sebuah beban, lalu aku datang kepada Rasulullah saw. untuk bertanya mengenainya. Beliau menjawab, “Tunggulah hingga ada orang yang datang bersedekah kepada kami. Akan kusuruh mereka bersedekah kepadamu.” Kemudian Rasulullah saw. menyambug, “Wahai Qabisah, sesungguhnya perkara ini (meminta sedekah), tidaklah halal kecuali pada salah satu dari tiga sebab berikut : (1) Seseorang yang memikul beban yang berat, maka dihalalkan baginya meminta sedekah hingga dia dapat mencukupi dirinya sendiri, kemudian ia berhenti (dari meminta). (2) Dan seseorang yang ditimpa musibah yang kehabisan hartanya, maka halal baginya menerima sedekah hingga ia dapat mencukupi keperluan hidupnya. (3) Dan seseorang yang ditimpa kesulitan sehingga dipersaksikan oleh tiga orang dari kaumnya, “sungguh ia ditimpa kesulitan.” Maka dihalalkan baginya sedekah sehingga dapat mencukupinya. Selain yang tiga ini, jika seseorang meminta sedekah, wahai Qabisah, adalah haram, peminta tersebut sama dengan orang yang memakan barang haram.”

       Sikap Qanaah atas harta orang lain, dapat menumbuh-Kan sayang dan rasa saying dan aman dalam hati. Hubungan yang baik akan rusak jika salah satu di antara keduanya meminta sesuatu kepada pihak lainnya.
       Suatu ketika, Jibril as. mendatangi Rasulullah saw. lalu berkata, “Wahai Muhammad, betapa pun lamanya engkau hidup di dunia, suatu hari nanti pasti akan mati juga. Apa pun yang engkau lakukan di dunia, engkau pasti akan menerima balasannya. Dengan siapa pun engkau berhubungan (di dunia), engkau pasti akan berpisah darinya. Ketahuilah bahwa ketinggian derajat seseorang ada dalam shalat Tahajjudnya. Kemuliaan seseorag ada dalam istiqhna (tidak berhajat) kepada manusia.”

       Kemudian akan diperoleh seseorang selama ia tidak memandang harta orang lain. Urwah ra. Berkata, “ Apabila seseorang di antaramu melihat keindahan dunia (dan tertarik), hendaklah ia pulang ke rumah dan menyuruh keluarganya shalat. Allah berfirman kepada Rasul-Nya,

“Dan jangan kamu arahkan pandangan matamu kepada nikmat yang kami karuniakan kepada beberapa golongan dari mereka. (Itu adalah) kemewahan hidup di dunia untuk kami uji mereka dengan (nikmat)itu. Rezeki dari Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal. Dan suruhlah keluargamu mendirikan shalat,dan bersabarlah dalam mengerjakannya Kami tidak meminta rezeki. Dan akibat yang baik bagi (orang yang) takwa.”

Umar ra.berkata. “Tamak adalah kemiskinan, dan puas adalah kekayaan. Barangsiapa memutuskan harapan terhadap milik orang lain, maka ia tidak akan berhajat kepadanya. Seorang ahli hikmah ditanya, “apakah kekayaan itu?” maka ia menjawab, “Mengurangi angan-angan dan berpuas hati dengan apa yang mencukupi hajatnya.”

       Muhammad bin Wasi’ rah.a. memakan roti kering setelah merendamnya di dalam air dan berkata, “Barangsiapa merasa puas dengan makanan seperti ini, ia tidak akan berhajat kepada orang lain.”
       Seorang ahli hikmah ditanya, “Apakah yang menjadi milikmu?”
Ia menjawab, “Hidup dalam keadaan gembira dari sisi zhahir, mengurangi angan-angan dari sisi batin, sederhana, dan tidak mengharap apa yang dimiliki orang lain.”

       Allah berfirman falam hadits Qudsi, “Wahai anak Adam, sekali pun kamu mendapatkan harta seisi dunia, kamu hanya dapat makan darinya sekedar yang kamu perlukan. Jika aku memberimu harta sekadar keperluan, sebenarnya itu merupakan satu kebaikan yang aku berikan.Sebab harta yang melebihi keperluan itu akan dihisab.”

Abdullah bin Salam ra.bertanya kepada Ka’ba akhbar ra.,”
Apakah perkasa yang merusak ilmu dalam hati ulama? Padahal, ketika mempelajari ilmu itu ia telah memahaminya dengan baik dan mengingatnya?” Ka’ba Akhbar ra. Menjawab, “Tamak dan angan-angan serta meminta-minta kepada orang lain.”

       Ketika Fudhail bin Iyadh rah.a.ditanya mengenai kata-kata
Ka’ab Akhbar ra. Tersebut, ia menjawab, “Apabila ulama mulai tamak atas sesuatu, maka ia berusaha mendapatkannya, sehingga merusak agamanya. Ketamakan itu bertambah buruk sehingga ia mulai tertarik ke setiap benda yang ia lihat, dan ia ingin mendapatkannya. Kemudian ia mulai menyampaikan hajatnya kepada seseorang agar orang itu memenuhi hajatnya, sehingga ia terpaksa tunduk kepada orang yang memenuhi hajatnya. Ia terpaksa memberi salam kepadanya, dan apabila sakit, ia terpaksa pergi menengoknya. Dan semua yang di lakukannya itu bukan karena Allah, tetapi karena cinta kepada dunia.” Setelah itu, Fadhail rah.a. berkata, “hadits ini lebih utama dari pada seratus hadits dan dijadikan sebagai bekal.”

       Saad bin Abi Waqash ra. berkata bahwa seseorang datang kepada Rasulullah  saw. lalu meminta nasehat yang singkat. Rasulullah saw. bersabda, “Putuskanlah harapan untuk memiliki benda-benda yang ada pada orang lain. Selamatkanlah dirimu dari tamak dan loba, sebab ia adalah kemiskinan yang cepat. Ia akan menjadikanmu merasa berhajat saat itu kepada benda-benda yang sebenarnya tidak kamu perlukan saat itu. Dan selamatkanlah dirimu dari perbuatan yang akan menyebabkan kamu menyesal dan meminta maaf.”

       Ketetapan Jamaah Tabligh Dalam Hal Biaya


Apa-apa yang telah disebutkan di atas, adalah dasar-dasar Jamaah Tabligh. Hal itu dapat juga diperhatikan dari ucapan-ucapan masyaikh Jamaah Tabligh. Diantaranya adalah sebagai berikut ;
√ Syaikh Muhammad Ilyas berkata, “Tugas Negara adalah tugas yang seluruh beban pembiayaan ditanggung oleh Negara atau masyarakat. Tetapi tugas agama adalah tugas pribadi, artinya seluruh biaya ditanggung sendiri.”
√ Seseorang mendatangi Syaikh Ilyas dan menyerahkan dana sumbangan sambil berkata, “Silahkan Syaikh gunakan uang ini untuk keperluan Syaikh. “Beliau pun menyahut, “Wahai tuan, jika kita tidak menganggap bahwa kerja Allah adalah kerja kita, lalu bagaimana kita dapat mengaku sebagai hamba Allah? Sungguh seharusnya kita jangan menunaikan hak kita sebelum kita menunaikan hak Allah. Sungguh kita ini tidak menghormati Rasulullah saw. dengan sebenarnya,”katanya sambil menangis.

Demikianlah prinsip Syaikh Ilyas dalam hal ini. Beliau lebih dulu akan membelanjakann uang dari sakunya sendiri, jika sangat terpaksa barulah ia akan bersedia menerima pertolongan orang lain.

       √ Suatu ketika ada seseorang yang telah siap mengorbankan diri untuk khuruj. Lalu ia menghadiahkan 100 rupee kepada Syaikh Ilyas dan hadiah. Itu diterima oleh Syaikh dan berkata, “Hatiku ingin dan sudah bersumpah untuk tidak menerima harta dari orang yang tidak mau meluangkan dirinya dan hartanya untuk agama,” Selanjutnya beliau berkata. “Menginfakkan harta adalah ibadah, tetapi itu bukanlah tujuan yang sebenarnya. Namun maksud yang sebenarnya dari ibadah tersebut adalah agar hati tidak terpengaruh oleh harta itu.”
       √ Syaikh Muhammad Ilyas berkata, “Pendapatan Umar ra. dan para saabat yang lainnya itu banyak. Namun mereka sangat hemat dalam menggunakan harta mereka untuk keperluan pribadi mereka. Mereka 
makan dan minum dengan sangat sederhana, bahkan kehidupan mereka seperti orang miskin. Dan banyak diantara mereka yang wafat dengan meninggalkan hutang, karena mereka telah menggunakan semua harta mereka untuk agama. Harta orang yang beriman pada asalnya adalah untuk digunakan fi sabilillah.”

       √ Suatu hari seorang saudagar besar Delhi datang kepada beliau dan meminta doa. Ia membawa sangat banyak hadiah untuk beliau , namun beliau justru tidak berkenan menerimanya. Syaikh Abdurrahman lah yang kemudian menerimanya, mengingat madrasah sangat memerlukannya. Namun ketika Shaikh Ilyas mengetahui hal itu, beliau benar-benar marah dan tidak berkenan hati, sehingga barang-barang terseebut dikembalikan pada pemiliknya. Beliau berkata kepada Syaikh Abdurrahman, “Sesungguhna kerja agama dan dakwah tidak bisa sempurna dengan rupiah dan harta. Seandainya seperti itu, sudah tentu Rasulullah saw. akan diberi harta kekayaan yang melimpah ruah.”

       √ syaikh Muhammad ilyas berkata, “Berilah suatu dorongan (targhib) kepada orang-orang agar mereka mau saling belajar mengajar dan menyebarkan agama di lingkungan mereka dengan keluar dari rumah mereka atas biaya mereka sendiri.____ Namun perlu waspada agar tidak timbul mengharap kepada makhluk di dalam hati. Karena mengharap kepada makhluk itu dapat merusak iman sampai keakar-akarnya.

√ syaikh Umar Palanpuri berkata, “Ada beberapa amalan yang mesti dihindari. Pertama: meminta dan mengharap kepada selain Allah. Apa pun yang terlintas di dalam hati dengan mengharap kepada, orang lain, baik dalam urusan uang, makanan atau yang lainnya. Itulah yang dinamakan “mengharap”. Sedangkan mengutarakannya dengan lisan adalah meminta. Dan seorang da’I bukanlah seorang peminta-minta. Allah berfirman, “Aku tidak meminta upah atas hal ini, sungguh upahku hanya (pada) Allah.”
Dengan hanya meminta dan mengharap kepada Allah kita akan ada kekuatan.”

Dan kepada orang-orang yang dapat keluar pun hendaklah dipahamkan dengan sebaik mungkin bahwa semua kesusahaan, seperti lapar, haus, dan sebagainya, di dalam kerja ini, merupakan makanan istimewa para Anbiya, Shidiqin, dan muqorobin.”

Pembiayaan Jamaah Tabligh Fi Sabilillah  

Dengan penjelasan di atas, maka dapat dipastikan bahwa Jamaah Tabligh yang telah merambah Timur dan Barat, telah menggunakan harta dan diri mereka masing-masing dalam setiap amalnya. Bahkan aturan ini demikian ketat dalam arahan para masyaikh, sehingga jangankan mereka mau dibiayai oleh orang lain  --apa lagi oleh Yahudi atau Nasrani--, diberi pun belum tentu mau.

Seluruh perjalanan jamaah-jamaah Tabligh dari mulai pelosok kampung hingga kota-kota besar di belahan dunia ini, maka kita akan saksikan pengorbanan dari saku masing-masing semampu mereka. Inisuatu kelebihan yang tidak dimiliki oleh gerakan lainnya. Dan ini menjadi kekuatan yang sangat luar biasa, karma dakwah islamiyah tidak bergantung pada penyandang dana dari siapapun, sehingga murni tidak ditunggangi oleh kepentingan manapun, kecuali semata – mata karena perintah Allah dan sunnah Rasulullah saw.

Didalam majelis mingguan jamaah Tabligh biasanya akan diserukan ajakan meluangkan waktu untuk khuruj. Siapa yang bersedia dan ada keluangan waktu serta biaya, maka mereka akan mendaftar. Lalu dari daftar nama itu akan dikelompokan sesuai dengan biayanya.

Dalam masalah pembiayaan ini, ada beberapa ketentuan dalam jamaah Tabligh, diantaranya yaitu:
* Tidak dibenarkan mengumpulkan dana untuk pembiayaan khuruj untuk atau dari orang lain. Yang ada adalah pengumpulan dana untuk keperluan jamaah itu sendiri, yaitu seperti makan dan ongkos perjalanan.
* Tidak ada bendahara ataupun Baitul Maal, karena tidak ada yang harus diurus dengan masalah keuangan  jamaah Tabligh. Setiap pribadi mengurus uang mereka masing – masing. Kecuali jamaah – jamaah yang bergerak akan menunjukan secara bergilir pemegang amanah uang hariannya.
* Tidak membicarakan masalah dana dan pengumpulan dana. Dengan demikian, maka sangatlah tidak mungkin jika pergerakan jamaah dakwah dan Tabligh ini dibiayai oleh Yahudi dan berkorban dengan harta dan diri sendiri.

Sekian. Wallahu a’lam !

Sumber : e-book pikir sesaat untuk agama
Share on Google Plus

About Rizal Palangiran

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

WHAT IS YOUR OPINION?