TASBIH TERBUAT DARI KAYU |
1. APA ITU TASBIH
sering yang kita dengar dari
golongan muslimin diantaranya dari madzhab Wahabi/Salafi dan pengikutnya yang
melarang orang menggunakan Tasbih waktu berdzikir. Sudah tentu sebagaimana
kebiasaan golongan ini alasan mereka melarang dan
sampai-sampai berani membid’ahkan sesat karena menurut paham mereka
bahwa Rasulullah saw. para sahabat tidak ada yang menggunakan tasbih waktu
berdzikir !
‘Tasbih’ atau yang dalam bahasa Arab disebut dengan nama ‘Subhah’
adalah butiran-butiran yang dirangkai untuk menghitung jumlah banyaknya dzikir
yang diucapkan oleh seseorang, dengan lidah atau dengan hati. Dalam bahasa
Sanskerta kuno, tasbih disebut dengan nama Jibmala yang berarti hitungan
dzikir.
TASBIH = SI CAMBUK SETAN |
2.ASAL-USUL PEMAKAIAN TASBIH
Orang berbeda pendapat mengenai asal-usul
penggunaan tasbih. Ada yang mengatakan bahwa tasbih berasal dari orang Arab,
tetapi ada pula yang mengatakan bahwa tasbih berasal dari India yaitu dari
kebiasaan orang-orang Hindu. Ada pula orang yang mengatakan bahwa pada mulanya
kebiasaan memakai tasbih dilakukan oleh kaum Brahmana di India. Setelah
Budhisme lahir, para biksu Budha menggunakan tasbih menurut hitungan Wisnuisme,
yaitu 108 butir. Ketika Budhisme menyebar keberbagai negeri, para rahib Nasrani
juga menggunakan tasbih, meniru biksu-biksu Budha. Semuanya ini terjadi pada
zaman sebelum islam.
Kemudian datanglah Islam, suatu agama yang
memerintahkan para pemeluk nya untuk berdzikir (ingat) juga kepada Allah SWT.
sebagai salah satu bentuk peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT..
Perintah dzikir bersifat umum, tanpa pembatasan jumlah tertentu dan tidak
terikat juga oleh keadaan-keadaan tertentu. Banyak sekali firman Allah SWT.
dalam Al-Qur’an agar orang banyak berdzikir dalam setiap keadaan atau situasi,
umpama berdzikir sambil berdiri, duduk, berbaring dan lain sebagainya.
Sehubungan dengan itu terdapat banyak hadits yang menganjurkan jumlah dan waktu
berdzikir, misalnya seusai sholat fardhu yaitu tiga puluh tiga kali dengan
ucapan Subhanallah, tiga puluh tiga kali Alhamdulillah dan tiga
puluh tiga kali Allahu Akbar, kemudian dilengkapi menjadi seratus dengan
ucapan kalimat tauhid ‘Laa ilaaha illallahu wahdahu….’. Kecuali itu
terdapat pula hadits-hadits lain yang menerangkan keutamaan berbagai ucapan
dzikir bila disebut sepuluh atau seratus kali. Dengan adanya hadits-hadits yang
menetapkan jumlah dzikir seperti itu maka dengan sendirinya orang yang
berdzikir perlu mengetahui jumlahnya yang pasti.
TASBIH YANG SEDERHANA |
3. HADITS-HADITS YANG BERKAITAN DENGAN CARA MENGHITUNG DZIKIR
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Al-Hakim berasal dari Ibnu Umar ra. yang
mengatakan:
“Rasulullah saw. menghitung
dzikirnya dengan jari-jari dan menyarankan para sahabatnya supaya mengikuti
cara beliau saw.”. Para Imam ahli hadits tersebut juga meriwayatkan sebuah
hadits berasal dari Bisrah, seorang wanita dari kaum Muhajirin, yang
mengatakan bahwa Rasulullah saw. pernah berkata: “Hendaklah kalian senantiasa
bertasbih (berdzikir), bertahlil dan
bertaqdis (yakni berdzikir dengan menyebut ke–Esa-an dan ke-Suci-an Allah SWT.).
Janganlah kalian sampai lupa hingga kalian akan melupakan tauhid. Hitunglah
dzikir kalian dengan jari, karena jari-jari kelak akan ditanya oleh Allah dan
akan diminta berbicara” .
Perhatikanlah: Anjuran menghitung dengan jari
dalam hadits itu tidak berarti melarang orang menghitung dzikir dengan
cara lain !!!. Untuk mengharamkan atau memunkarkan suatu amalan haruslah
mendatangkan nash yang khusus tentang itu, tidak seenaknya sendiri saja!!
Imam Tirmidzi, Al-Hakim dan
Thabarani meriwayatkan sebuah hadits berasal dari Shofiyyah yang
mengatakan: “Bahwa pada suatu saat Rasulullah saw. datang kerumahnya. Beliau
melihat empat ribu butir biji kurma yang biasa digunakan oleh
Shofiyyah untuk menghitung dzikir. Beliau saw. bertanya; ‘Hai binti Huyay,
apakah itu ?‘ Shofiyyah menjawab ; ‘Itulah yang kupergunakan untuk
menghitung dzikir’. Beliau saw. berkata lagi; ‘Sesungguhnya engkau dapat
berdzikir lebih banyak dari itu’. Shofiyyah menyahut; ‘Ya Rasulullah,
ajarilah aku’. Rasulullah saw. kemudian berkata; ‘Sebutlah, Maha Suci Allah
sebanyak ciptaan-Nya’ ”. (Hadits shohih).
Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan
sebuah hadits yang dinilai sebagai hadits hasan/baik oleh An-Nasai, Ibnu
Majah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim yaitu hadits yang berasal dari Sa’ad bin Abi
Waqqash ra. yang mengatakan: “Bahwa pada suatu hari Rasulullah saw.
singgah dirumah seorang wanita. Beliau melihat banyak batu kerikil
yang biasa dipergunakan oleh wanita itu untuk menghitung dzikir. Beliau
bertanya; ‘Maukah engkau kuberitahu cara yang lebih mudah dari itu dan lebih
afdhal/utama ?’ Sebut sajalah kalimat-kalimat sebagai berikut :
‘Subhanallahi ‘adada maa kholaga fis
samaai, subhanallahi ‘adada maa kholaga fil ardhi, subhanallahi ‘adada
maa baina dzaalika, Allahu akbaru mitslu dzaalika, wal hamdu lillahi mitslu
dzaalika, wa laa ilaaha illallahu mitslu dzaalika wa laa guwwata illaa billahi
mitslu dzaalika’ ”.
Yang artinya : ‘Maha suci Allah
sebanyak makhluk-Nya yang dilangit, Maha suci Allah sebanyak makhluk-Nya yang
dibumi, Maha suci Allah sebanyak makhluk ciptaan-Nya. (sebutkan juga) Allah
Maha Besar, seperti tadi, Puji syukur kepada Allah seperti tadi, Tidak ada
Tuhan selain Allah, seperti tadi dan tidak ada kekuatan kecuali dari Allah,
seperti tadi !’ “.
Lihat dua hadits diatas ini, Rasulullah
saw. melihat Shofiyyah menggunakan biji kurma untuk menghitung
dzikirnya, beliau saw. tidak melarangnya atau tidak mengatakan bahwa dia
harus berdzikir dengan jari-jarinya, malah beliau saw. berkata kepadanya engkau
dapat berdzikir lebih banyak dari itu !! Begitu juga beliau saw. tidak
melarang seorang wanita lainnya yang menggunakan batu kerikil untuk
menghitung dzikirnya dengan kata lain beliau saw. tidak mengatakan kepada
wanita itu, buanglah batu kerikil itu dan hitunglah dzikirmu dengan
jari-jarimu !
Beliau saw. malah mengajarkan kepada
mereka berdua bacaan-bacaan yang lebih utama dan lebih mudah dibaca. Sedangkan
berapa jumlah dzikir yang harus dibaca, tidak ditentukan oleh Rasulullah saw.
jadi terserah kemampuan mereka. Banyak riwayat bahwa para sahabat
Nabi saw. dan kaum salaf yang sholeh pun menggunakan biji kurma,
batu-batu kerikil, bundelan-bundelan benang dan lain sebagainya untuk
menghitung dzikir yang dibaca. Ternyata tidak ada orang yang menyalahkan atau
membid’ahkan sesat mereka !!
SUBHANALLAH ! |
4. AMALAN SAHABAT DALAM MENGHITUNG DZIKIR-DZIKIRNYA
Imam Ahmad bin Hanbal didalam Musnadnya
meriwayatkan bahwa seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Shofiyyah
menghitung dzikirnya dengan batu-batu kerikil. Riwayat ini dikemukakan
juga oleh Imam Al-Baihaqi dalam Mu’jamus Shahabah; ”‘bahwa
Abu Shofiyyah, maula Rasulullah saw. menghamparkan selembar kulit kemudian
mengambil sebuah kantong berisi batu-batu kerikil, lalu duduk berdzikir
hingga tengah hari. Setelah itu ia menyingkirkannya. Seusai sholat dhuhur ia
mengambilnya lagi lalu berdzikir hingga sore hari “.
Abu Dawud meriwayatkan; ‘bahwa Abu
Hurairah ra. mempunyai sebuah kantong berisi batu kerikil. Ia duduk
bersimpuh diatas tempat tidurnya ditunggui oleh seorang hamba sahaya wanita
berkulit hitam. Abu Hurairah berdzikir dan menghitungnya dengan batu-batu
kerikil yang berada dalam kantong itu. Bila batu-batu itu habis dipergunakan,
hamba sahayanya menyerahkan kembali batu-batu kerikil itu kepadanya’.
Abu Syaibah juga mengutip hadits
‘Ikrimah yang mengatakan; ‘bahwa Abu Hurairah mempunyai seutas benang dengan bundelan
seribu buah. Ia baru tidur setelah berdzikir dua belas ribu kali’.
Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya
bab Zuhud mengemukakan; ‘bahwa Abu Darda ra. mempunyai sejumlah biji
kurma yang disimpan dalam kantong. Usai sholat shubuh biji kurma itu
dikeluarkan satu persatu untuk menghitung dzikir hingga habis’
.
Abu Syaibah juga mengatakan; ‘bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash ra menghitung
dzikirnya dengan batu kerikil atau biji kurma. Demikian pula Abu Sa’id
Al-Khudri.
Dalam kitab Al-Manahil Al-Musalsalah Abdulbaqi mengetengahkan sebuah
riwayat yang mengatakan; ‘bahwa Fathimah binti Al-Husain ra mempunyai benang
yang banyak bundelannya untuk menghitung dzikir.
Dalam kitab Al-Kamil , Al-Mubarrad mengatakan; “bahwa ‘Ali bin
‘Abdullah bin ‘Abbas ra (wafat th 110 H) mempunyai lima ratus butir biji
zaitun. Tiap hari ia menghitung raka’at-raka’at sholat sunnahnya dengan
biji itu, sehingga banyak orang yang menyebut namanya dengan ‘Dzu Nafatsat’
“.
Abul Qasim At-Thabari dalam kitab Karamatul-Auliya mengatakan: ‘Banyak
sekali orang-orang keramat yang menggunakan tasbih untuk menghitung
dzikir, antara lain Syeikh Abu Muslim Al-Khaulani dan lain-lain’.
5. LALU BAGAIMANA DENGAN MODEL TASBIH DI JAMAN SEKARANG INI ?
Menurut riwayat bentuk tasbih yang
kita kenal pada zaman sekarang ini baru dipergunakan orang mulai abad ke 2
Hijriah. Ketika itu nama ‘tasbih’ belum digunanakan untuk menyebut alat
penghitung dzikir. Hal itu diperkuat oleh Az-Zabidi yang mengutip
keterangan dari gurunya didalam kitab Tajul-‘Arus . Sejak masa itu
tasbih mulai banyak dipergunakan orang dimana-mana. Pada masa itu masih ada
beberapa ulama yang memandang penggunaan tasbih untuk menghitung dzikir sebagai
hal yang kurang baik. Oleh karena itu tidak aneh kalau ada orang yang pernah
bertanya pada seorang Waliyullah yang bernama Al-Junaid: ‘Apakah orang
semulia anda mau memegang tasbih ?. Al-Junaid menjawab: ‘Jalan yang
mendekatkan diriku kepada Allah SWT. tidak akan kutinggalkan’.(Ar-Risalah
Al-Qusyariyyah).
Sejak abad ke 5 Hijriah penggunaan
tasbih makin meluas dikalangan kaum muslimin, termasuk kaum wanitanya yang
tekun beribadah. Tidak ada berita riwayat, baik yang berasal dari kaum Salaf
maupun dari kaum Khalaf (generasi muslimin berikutnya) yang menyebutkan
adanya larangan penggunaan tasbih, dan tidak ada pula yang memandang
penggunaan tasbih sebagai perbuatan munkar!!
Pada zaman kita sekarang ini bentuk
tasbih terdiri dari seratus buah butiran atau tiga puluh tiga butir, sesuai
dengan jumlah banyaknya dzikir yang disebut-sebut dalam hadits-hadits shohih.
Bentuk tasbih ini malah lebih praktis dan mudah dibandingkan pada masa
zaman nya Rasulullah saw. dan masa sebelum abad kedua Hijriah. Begitu juga
untuk menghitung jumlah dzikir agama Islam tidak menetapkan
cara tertentu. Hal itu diserahkan kepada masing-masing orang yang
berdzikir.
Cara apa saja untuk menghitung
bacaan dzikir itu asalkan bacaan dan alat menghitung
yang tidak yang dilarang menurut Kitabullah dan Sunnah Rasulullah saw.
itu mustahab/baik untuk diamalkan. Berdasarkan riwayat-riwayat hadits yang
telah dikemukakan diatas jelaslah, bahwa menghitung dzikir bukan dengan jari
adalah sah/boleh. Begitu juga benda apa pun yang digunakan sebagai
tasbih untuk menghitung dzikir, tidak bisa lain, orang tetap menggunakan
tangan atau jarinya juga, bukan menggunakan kakinya!! Dengan demikian
jari-jari ini juga digunakan untuk kebaikan !! Malah sekarang banyak kita para
ulama pakar maupun kaum muslimin lainnya sering menggunakan tasbih bila
berdzikir.
Jadi masalah menghitung dengan
butiran-butiran tasbih sesungguhnya tidak perlu dipersoalkan, apalagi kalau ada
orang yang menganggapnya sebagai ‘bid’ah dholalah’. Yang perlu kita
ketahui ialah : Manakah yang lebih baik, menghitung dzikir dengan jari
tanpa menggunakan tasbih ataukah dengan menggunakan tasbih ?
Menurut Ibnu ‘Umar ra. menghitung
dzikir dengan jari (daripada dengan batu kerikil, biji kurma dll) lebih
afdhal/utama. Akan tetapi Ibnu ‘Umar juga mengatakan jika orang yang
berdzikir tidak akan salah hitung dengan menggunakan jari, itulah yang afdhal.
Jika tidak demikian maka mengguna- kan tasbih lebih afdhal.
Perlu juga diketahui, bahwa
menghitung dzikir dengan tasbih disunnahkan menggunakan tangan kanan,
yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Salaf. Hal itu disebut dalam
hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lain-lain. Dalam soal dzikir
yang paling penting dan wajib diperhatikan baik-baik ialah kekhusyu’an, apa
yang diucapkan dengan lisan juga dalam hati mengikutinya. Maksudnya bila lisan
mengucapkan Subhanallah maka dalam hati juga memantapkan kata-kata yang sama
yaitu Subhanallah. Allah SWT. melihat apa yang ada didalam hati orang yang
berdzikir, bukan melihat kepada benda (tasbih) yang digunakan untuk menghitung
dzikir!! Wallahu a’lam.
Insya Allah dengan keterangan
singkat ini, para pembaca bisa menilai sendiri apakah benar yang dikatakan
golongan pengingkar bahwa penggunaan Tasbih adalah munkar, bid’ah
dholalah/sesat dn lain sebagainya ??? Semoga Allah SWT. memberi hidayah kepada
semua kaum muslimin. Amin.
DARI BERBAGAI SUMBER
DARI BERBAGAI SUMBER
0 komentar:
Posting Komentar
WHAT IS YOUR OPINION?