INDONESIA TANPA JIL ! |
Paham Liberal beranggapan, Pemerintah harus melindungi hak tidak beragama (atheis) sebagaimana hak beragama. Padahal agama adalah Addin. Jadi kalau hak Addin itu ya, Islam, hak beragama Islam. Tetapi bagi orang-orang liberal, Hak beragama itu adalah beragama apa saja. Sedangkan agama di sisi Allah itu Islam, “innadina indaallahil Islam.” Jadi hak beragama adalah beragama kepada agama yang haq, yaitu Islam. Jadi bukan di bolak-balik menurut akal kita.
Butir-butir pernyataan di atas terungkap ketika Husni Mahdami dari Majalah SABILI mewawancarai Ustadz Abdurahman Lubis, dai yang biasa berdakwah keliling dan rajin menulis buku.
Kalau hanya bersandar pada akal, masih kata Abdurrahman, akhirnya terbentuklah suatu pemikiran bahwa hak beragama adalah hak beragama apa saja. Akal itu diciptakan Allah SWT bukan untuk bebas berakal. Akal itu diciptakan Allah untuk taat kepada wahyu. Jadi selama akal itu ikut kepada wahyu, dia akan ikut wahyu, sebagaimana nabi-nabi. “Semua Nabi itu ulul albab, tetapi akal mereka tunduk kepada wahyu,” tegas Ustadz Abdurrahman Lubis
Selanjutnya dia mengutip hadits nabis saw, Jibril pernah datang kepada Rasullullah saw, bertanya, “Siapa yang lebih mulia Anda atau saya? Kata Rasul saya lebih mulia dari kamu, ditanya lagi, siapa yang lebih mulia Anda atau Dunia dan seisinya? saya lebih mulia! ditanya lagi, siapa yang lebih mulia Anda atau agama yang sempurna? Agama yang sempurna lebih mulia dari saya.”
“Ini adalah dalil bahwa Rasullullah saw yang lebih mulia dari dunia dan seisinya, tunduk kepada wahyu yang diturunkan Allah SWT,” tutur Abdurrahman.
INSYA ALLAH ! |
Berikut petikan wawancaranya:
Benarkah anggapan, Negara tidak berhak untuk mengakui atau tidak mengakui suatu agama?
Ya mau tidak mau, negara harus mengakui agama-agama yang ada pada rakyatnya. Negara ini kan lahir kemudian setelah adanya agama-agama tersebut.
Apakah negara berhak memutuskan agama induk?
Kita tidak pernah mengatakan ada agama induk atau agama sempalan. Justru mereka yang menciptakan stigma itu, mereka yang menciptakan istilah-istilah seperti Islam teroris, Islam ekstrim kanan, ekstrim kiri. Kita mengacu pada al-Qur’an tidak mengatakan seperti itu. Dalam al-Qur’an yang ada hanya Islam dan non Islam (kafir).
Orang JIL mengatakan bahwa negara tidak berhak untuk memutuskan tentang aliran sesat seperti Ahmadiyah?
Dalam suatu negara ini tumbuh suatu masyarakat, masyarakat itu terdiri dari komunitas-komunitas. Nah, negara menjaga komunitas itu. Komunitas yang mayoritas di negara kita ini mayoritas muslim. Maka negara wajib menjaga komunitas ini, karena ini basic! Terangkatnya seorang Presiden karena adanya komunitas yang besar ini. Jadi dia wajib menjaga komunitas ini. Alangkah durjananya seorang pemimpin yang ketika dia terangkat dia mendustai komunitas yang mengangkatnya. Negara kan hanya mengakomodatif komunitas-komunitas yang ada saja, bukan mengintervensi kedalam. Adapun masalah didalam, orang-orang dari komunitas tersebut seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), berwenang untuk Islam, maka itu MUI mengeluarkan fatwa. Kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah dan dijadikan sebuah peraturan.
Malaysia lebih bagus dari kita masalah ini, kalau malaysia fatwa dari MUI-nya itu langsung ditindaklanjuti oleh kerajaan, dijadikan keputusan. Kalau kita belum! Fatwa terbaru di Malaysia mengharamkan tiga aliran : Syiah, Islam liberal, dan Wahabi. Itu langsung jadi keputusan kerajaan. Kalau kita kan gak berani. MUI sudah berkoar, sudah bikin SK dari tahun 2005 masalah Ahmadiyah, sampai sekarang masih belum ada keputusan.
Bagaimana dengan statemen orang Liberal, negara tidak berhak untuk mengklaim kebenaran tafsir agama dari kelompok mayoritas dan mengabaikan tafsir kelompok minoritas?
Selama ini juga tafsir itu bukan untuk negara, tetapi komunitas itu sendiri. Orang liberal bilang begini-begitu, MUI tidak bisa terima! Masa semua agama sama! Masa lesbian sama lesbian bisa kawin! Itu ajaran siapa? Maka ditepis oleh MUI berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam Islam ini kan ada hal yang baku, yang tidak bisa dibisa diubah-ubah dan ada masalah khilafiyah. Dan dia bukan menyentuh masalah khilafiyah, tetapi mau mencabut masalah yang baku. Itu gak bisa! Kalau saya bilang kufur terlalu kasar, tetapi cara berpikirnya mirip-mirip kesana. Maka itu dibuku saya, “Sorotan al-Qur’an dan Sunnah terhadap Islam Liberal” Saya ajak ibu Musdah Mulia itu supaya tobat, ada ajakan khusus untuk dia. Masih ada kesempatan bagi dia untuk bertobat. Tidak usah terlalu menganggap dirinya modern-lah! Lagipula Modern itu kalau dalam bahasa arab “mudorrin”, artinya orang-orang yang berbuat kerusakan. Masa kita bangga jadi mudorrin!
Orang-orang liberal, sudah saya baca cara berpikir mereka. Dia mengatakan, lesbian boleh menikah dengan lesbian, laki-laki kafir dengan perempuan mukmin boleh kawin. Itu semua kan pendapat dia pribadi, ada dalilnya? Harusnya orang-orang seperti dia yang notabene orang-orang intelektual harusnya merujuk pada nash-nash yang ada. Masih ada ulama-ulama besar, masih ada kitab-kitab kuning, sekarang mereka sinis dengan itu semua. Makanya Allah tutup hidayah untuk mereka. Kepahaman itu bukan dari guru, bukan dari kitab, bukan dari ulama, kepahaman itu datang dari Allah, man yuriduallahu bikhoriin yufaqihu fiddin”. “Barang siapa yang dikehendaki Allah kebaikan, Allah akan memberinya pemahaman agama”.
Benarkah anggapan, kebebasan beragama itu memberi ruang pada kemunculan aliran atau agama baru sepanjang tidak mengganggu ketentraman umum dan tidak melanggar hukum?
Ya karena dia mendefinisikan agama seperti organisasi, semacam LSM. Sedangkan kita sebagai muslim, tidak ada agama selain Islam. Liberalisme itu ibarat kue basi yang tidak laku dijual. Di Changi Airport, Singapore, ada satu ruangan seperti mushala tulisannya diluar “For all Religion”, saya tanya petugas, ”Pernah tidak ada selain muslim yang masuk sini?” dia jawab, “Tidak pernah! cuma orang Islam saja”. Ini salah satu bukti bahwa liberalisme itu cuma kue basi yang tidak laku dijual. Mereka-kan jualannya pluralisme agama, cuma tidak laku!
Mereka mengatakan kebebasan beragama itu memberi ruang bagi kemunculan agama atau aliran baru, karena bagi mereka tidak boleh agama lain (selain Islam-red) dibilang, agama bathil. Tapi dalam konsep Islam, kita harus bilang begitu! Kalau tidak begitu, rusak agama kita. Toleransi itu bukan dalam bab itu! Toleransi itu dalam bab muamalah dan muasyarah saja, kalau dalam bab akidah tidak ada toleransi, enak aja!
SOURCE : DUNIA SEMENTARA
0 komentar:
Posting Komentar
WHAT IS YOUR OPINION?