CIVIL SOCIETY, MASYARAKAT PERADABAN DALAM ISLAM

ISLAMIC SOCIETY

Dulu BJ Habibie canangkan  Masyarakat Madani, civil sosiety (masyarakat sipil). Suatu tatanan masyarakat di luar keluarga, negara dan pasar. Ingin memajukan kepentingan umum. Termasuk keluarga dan ruang privat untuk kemudian disebut ‘sektor ketiga’ masyarakat. Semacam versi lain dari pemerintah dan bisnis.

Sebenarnya itu bukan Masyarakat Madani, tapi jiplakan dari Dictionary.com 's Leksikon abad 21, menta’rifkan masyarakat sipil, agregat non-pemerintah yang mewujudkan kepentingan individu warga negara, organisasi dalam masyarakat independen. Kadang digunakan dalam arti lebih umum seperti  kebebasan berbicara, peradilan independen, demokratisasi (Collins Dictionary Inggris).


Sukarelawan, menjadi ciri khas organisasi dari masyarakat sipil, lalu disebut LSM, NPO atau NGO. Jadi, menurut BJ Habibie, Masyarakat Madani adalah yang ‘non army’ atau bukan militerisme. Tapi merupakan masyarakat sipil yang hidup dari sosio kultur akar rumputnya. Bisa jadi hal itu diilhami kejenuhannya terhadap ‘tangan besi’ Orba.


Itu tak lepas dari tulisan  Alexis de Tocqueville,  literatur tentang hubungan masyarakat sipil dan demokratis berakar sejak awal liberal klasik. Namun dikembangkan ahli teori abad 20 seperti Gabriel Almond dan Sidney Verba , memandang sama penting  peran budaya,  politik dan tatanan demokrasi.


Sedang dalam Sirah Nabawi, yang mungkin belum sempat dibaca Habibie, Masyarakat Madani  dengan empat ciri,


Pertama ifsyaaus salaam (menyebar salam) memperbanyak silaturahiim.
Kedua, imaratul masajid (memakmurkan masjid) diisi dengan empat amal besar, dakwah, ta’lim wata’allum, ibadah/dzikir dan khidmat (pelayanan).
Ketiga, imraatush sholihah (wanita shalihah)
Keempat, tidak ada firqah dalam Islam.

Jadi jelas, Masyarakat Madani itu ruhaninya nubuwwah, nara sumbernya wahyu, kebenarannya mutlak, hasilnya pasti. Bukti, sepuluh tahun saja Nabi saw hijrah, Yatsrib (yang kotor) berubah jadi Madinah Munawwaroh (kota bersinar-sinar). Pengaruhnya seluruh jagad. Kerja Nabi saw bersama sahabatnya membangun masyarakat madani, bukan mengandalkan pemikiran, master plan, proposal, tapi murni  bimbingan wahyu.


Di Makkah Nabi saw dan para sahabat dibimbing ayat, ‘Dan andaikata Kami menghendaki benarlah Kami utus pada tiap negeri seorang pemberi peringatan (rasul). Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah atas mereka dengan Al Quran, jihad yang besar.’(QS al Furqon 51-52).
Bukankah di Makkah belum ada perintah jihad.

Jihad pertama Badr periode Madinah, tahun kedua hijriyah. Jadi Masyarakat Madani bukan kagetan, tapi dipersiapkan jauh hari. Kenapa dalam ayat itu ada jihad besar. Ternyata, bukan perang fisik terhadap kafir. Tapi, ‘janganlah kamu ikuti orang-orang kafir’, dalam arti millah dan budaya.


Jihad Kedua, ‘berjihadlah menggunakan Al Quran dengan jihad yang besar’. Tiba saatnya back to basic , dari jahiliyah kepada jalan hidup yang benar.

Jahiliyah ? Pertama, sesembahan yang jauh melenceng dari konsep tauhid. Sejak peninggalan Isa as, 571 tahun gabungan dari sesembahan Yahudi, Nashara dan penyembah Latta dan ‘Uzza, ada lorong panjang kejahilan, lahirlah Muhammad saw. Kenapa disebut ‘jihad besar’, ternyata melawan budaya jauh lebih berat dari perang fisik. Kalau fisik, lihat musuh , tingggal dar-der-dor. Tapi kalau memerangi adat dan budaya yang mengakar lima abad, tak semudah membalik telapak tangan.

Berkaitan dengan lingkungan, kebiasaan dan hawa nafsu. Kenapa Abu Jahal tak mau masuk Islam, padahal arab, Paman Nabi saw, Abul Hakam (ahli hukum), karena ia tak rela melepas budaya. Padahal ia tahu keponakannya itu benar, tak satu cacatpun dalam diri Muhammad saw yang menggugurkan hakikat kenabiannya. Kalau begitu , jihad besar sama dengan ‘perang besar melawan budaya jahiliyah’ yang melekat pada diri setiap orang. Jadi orangnya, bukan jalan raya, bukan gedung, bukan teknologi.


Dakwah Nabi saw secara sirr (gerilya), rumah ke rumah, pintu ke pintu, lorong ke lorong, 13 tahun, teruji  sampai Nabi saw  bersama  sahabat kemudian terusir dan hijrah ke Madinah. Selama hijrah,  pertama membangun masjid dan konsolidasi ke dalam. Ada dua ayat populer untuk masjid, pertama, Lamasjidun ussisa ‘ala ttaqwa…..’, ‘Sungguh masjid didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di mesjid itu orang membersihkan diri. Dan sungguh Allah menyukai orang yang membersihkan diri. (QS at Taubah [9]:108).


Kedua, ‘Innama ya'muru masajidallah man 'amana billahi wal yaumil akhir….’ ‘Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang beriman kepada Allah dan hari kemudian’. (QS. At Taubah 18). Kata-kata innamaa, ‘hanyasanya’ yang memakmurkan mesjid, bukti orang beriman. ya'muru (mudhori’, seorang yang senantiasa memakmurkan) masaajid (jama', masjid-masjid). Bukan hanya satu tapi banyak masjid. Jadi tiap seorang memakmurkan banyak masjid.


Asas utama mendirikan masjid adalah takwa. Barangsiapa mendirikan masjid, Allah akan bangunkan baginya istana di surga. Maksud didirikan masjid, sebagai pusat dakwah, tempat shalat, tempat dzikir, tempat majelis agama, tempat ta’lim al-Quran, tempat ta’lim masail.


Masjid dibangun dekat dengan masyarakat, mudah dikunjungi, sederhana, tak terlalu mewah seperti rumah sesembahan Yahudi dan Nasrani yang mempermegah gereja. Abu Darda ra berkata, ‘Jika kamu mengukir  masjid, kehancuran akan menimpamu.’ Di sekitar Madinah, sepeningal Nabi saw ada 14 masjid, hasil binaan sepuluh tahun.Dari sanalah berkembang dakwah Islam, sahabat dakwahkan Islam antar kampung, antar kota, antar negara.


Muhammad bin Qasim sebagai genertasi ke tiga peristiwa terusirnya Nabi saw dari Thaif, hijrah ke India, India jadi Islam. Maulana Malik Ibrahim hijrah dari India(Gujarat) ke Gresik, Jawa jadi Islam.  Saad bin Abu Waqqas ke Cina, Cina jadi Islam. Muaz bin Jabal ke Yaman, Yaman jadi Islam.Meski Nabi saw tak keluar dari Makkah-Madinah, tapi atmosfir kerja dakwahnya menjelajah seluruh alam. Sampai di jaman Umar ra, dua pertiga dunia di bawah telapak kaki sahabat, hatta runtuhnya super power Rum dan Parsi.
ISLAMIC ARMIES

 Fitnah masjid

Sabda Nabi saw, ‘Akan datang zaman ketika manusia  berbangga membangun masjid, tapi tak meramaikannya kecuali sedikit.  Padahal, ‘Bagian negeri yang paling dicintai Allah masjid-masjidnya, dan bagian paling dibenci pasar-pasarnya.’ Melihat masjid saja harus membaca basmallah dan shalawat Nabi saw, masuk mendahulukan kaki kanan niat i’tikaf. Masuknya begitu sakral, doa, ‘Ya Allah, bukakanlah untukku pintu rahmat-Mu.’ Keluar masjid mendahulukan kaki kiri, doa, ‘Ya Allah, bukakan pintu-pintu rahmat-Mu. Melangkah keluar kaki kiri dan injak sendal bagian kiri. Masukkan kaki kanan ke sendal kanan, masukkan kaki kiri ke sendal kiri, baca, ‘Bismillah….alhamdulillaah…’ Pakai  wewangian, dua rakaat tahiyyatul masjid ketika masuk masjid. Kecuali di Masjidil Haram, lebih utama dimulai dengan thawaf untuk menghormatinya.


Sebaik-baik tempat salat laki-laki di masjid dan sebaik-baik tempat shalat wanita di rumah. Jiran masjid hendaknya menghormati tamu yang berkunjung ke masjid, karena mereka tamu Allah Swt. Jangan bawa bau tak enak ke masjid. Boleh tidur di masjid dengan niat i’tikaf. Sunnah membuat kemah di masjid untuk ‘ikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan. Boleh menjadikan tempat ibadah umat lain sebagai masjid. Boleh tidur, makan, dan minum di masjid asalkan dengan niat i’tikaf. 


Jangan jadikan kuburan sebagai masjid, sebelum dipindahkan, jangan fungsikan masjid, jangan meludah, jangan bersyair dan bernyanyi. Jika mendengar orang bernyanyi, berdoalah 3 kali, ‘Semoga Allah menghancurkan mulutnya.’ Jangan jual beli, jika ada jual beli, doakan, ‘Semoga Allah rugikan perdagangannya.’ Jangan mencari barang hilang, jika ada, doakan, ‘Ya Allah, semoga barangnya tak ditemukan...” Jangan bawa senjata terhunus, jangan melintasi masjid, jangan satukan pintu pria dan wanita. Lelaki jangan masuk pintu wanita dan sebaliknya. Jangan bersuara keras, tertawa, bergurau, bicara sia-sia, makruh membawa bau tak enak, bawang, rokok, jengkol, pete. Jangan buang angin, memotong kuku, mengibaskan kain, menyisir rambut dan janggut, bersiwak, mengotori masjid. Jika ada kotoran, segera bersihkan.

‘Aisyah r. anha, ‘Allah melaknat Yahudi dan Nasrani, mereka jadikan kubur nabi mereka sebagai tempat ibadah.’ (HR. Muslim).


Jundab ra mendengar Nabi saw, ‘Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian biasa menjadikan kubur para nabi dan orang soleh sebagai tempat ibadah, sungguh aku melarang kalian melakukan itu.’ (HR. Muslim)
Abu Qatadah al-Anshari ra melihat Nabi saw mengimami para sahabat sedangkan Umamah binti Abi al-’Ash -yaitu anak perempuan Zainab putri Nabi saw  berada di atas bahunya. Saat beliau ruku’ meletakkannya dan bila bangkit dari sujud beliau letakkan lagi.’ (HR. Muslim)


Nabi Muhammad saw memanggil orang ke Masjid hanya dengan satu panggilan, ‘Assalatul Jaa-miah..’ dan semua orang berkumpul sekaligus di Masjid Nabi. Setelah berkumpul Nabi memberi motivasi sehingga mereka dapat memenuhi keperluan Masjid. Sebahagian besar keperluan menghantar sahabat ke kawasan lain kepada bukan Islam atau terlibat dalam perang melawan bukan Islam yang menolak untuk memeluk Islam dan untuk membayar jizyah. Antara shalat Asar dan solat magrib, usaha menjemput  agar hadir di majlis Nabi saw. Majelis diberikan kepada umat Islam yang datang untuk mendengar,melakukan shalat. Masjid merupakan sarana penting pembinaan umat sekaligus mengagungkan nama Allah SWT.


Pembangunan masjid mendapat perhatian yang sangat besar Rasulullah saw, saat singgah di Quba sewaktu dalam perjalanan hijrah dari kota Makkah ke Madinah, dibantu oleh sahabat-sahabatnya, beliau mendirikan masjid Quba.Juga ketika Rasulullah saw sampai di kota Madinah, mendirikan Masjid Nabawi. Sebagai orang Islam, seharusnya kita memiliki perhatian dan cinta yang besar kepada masjid sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. “Jika kamu melihat orang rajin mendatangi masjid, saksikanlah ia sebagai orang beriman.” (HR. Ahmad).
“Barangsiapa membangun masjid –karena mengharap wajah Allah- maka Allah akan membangunkan untuknya yang semisalnya di dalam syurga.” (HR. Al-Bukhari). Dalam riwayat Muslim dengan lafal: ‘istana dalam syurga.’

Abdurrahman Lubis, Pemerhati Masalah Keislaman.
Share on Google Plus

About Rizal Palangiran

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

WHAT IS YOUR OPINION?