Singa Dari Timur Bag. 1

Bismillah

***

14462868_340247052977437_1014423444724675904_nZaman mungkin terus berganti, orang-orang dan semua yang berada di masanya: nama-nama, peristiwa, kehormatan, kehinaan, terus dipergulirkan, namun ada satu hal yang tidak pernah berubah: pertarungan antara haq dan bathil, tetap dan akan selalu ada. Setiap era telah menyaksikan pertarungan ini. Ibrahim As dan Namrud, Musa As dan Fir’aun, ‘Isa As dan Kaisar Herod, Muhammad Saw dan Raja Kisra. Tirani akan selalu ada. Raja-raja yang durhaka, penguasa-penguasa yang dzolim, pemimpin-pemimpin yang bengis, rezim-rezim yang menindas. Dari zaman ke zaman, kebathilan ditampilkan dengan kemegahan, kemewahan, keangkuhan, kecanggihan, kemajuan, kekayaan, kekuatan (power), kebanggaan, posisi, jabatan, kekuasaan. Sedangkan kebenaran diuji dengan kemiskinan, kesederhanaan, ketakberdayaan. Itulah dunia, dengan segala macam fitnahnya. Kita telah melewati berbagai kondisi, mendengar berbagai fakta sejarah, maka dari sana, seharusnya, kita bisa belajar bagaimana memperjuangkan kebenaran di era kita, saat ini.

Kebenaran akan selalu mencari pejuangnya, tidak peduli dari mana pun kalangannya, asalnya, sukunya, bangsanya. Manusia semua sama di hadapanNya, yang membedakan hanya taqwanya. Allah Swt berhak memberi petunjuk pada siapa pun yang Dia kehendaki, Allah kuasa mengaruniakan kemuliaan dan menjatuhkan kehinaan pada setiap orang yang Dia inginkan. Seleksi itu, berdasarkan iman-ketaatan-ketaqwaan-keikhlasan.

“Wahai orang-orang yang beriman! Barangsiapa di antara kalian yang murtad dari agamanya (Islam), niscaya kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut kepada orang-orang yang beriman, tetapi bersikap keras kepada orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang mencela. Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Maidah: 54)

Tentang ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan maknanya dengan mengatakan, “Allah Ta’ala memberitahukan tentang kekuasaanNya yang agung bahwa barang siapa berpaling dan enggan untuk menolong agamaNya dan menegakkan syari’atNya, niscaya Allah akan menggantikannya dengan orang yang lebih baik kwalitasnya, lebih perkasa kekuatannya, dan lebih lurus jalannya.” Ayat yang senada dengan ayat ini adalah QS. Muhammad: 38, QS. An-Nisa’: 133, dan QS. Ibrahim: 19-20. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/135).

Allah ‘Azza wa Jalla mahaAdil. Rasulullah Saw memang lahir dari bangsa Arab, Islam muncul di Makkah-Madinah dan di akhir nanti akan kembali ke sana -seperti ular yang kembali ke sarangnya. Tapi itu tidak lantas menjadikan bangsa Arab lebih hebat dari bangsa lainnya. Sama halnya dengan Rasul-Rasul yang juga banyak dilahirkan dari kaum Bani Israil, itu gak membuat mereka menjadi bangsa pilihan. Kamu orang Arab, atau belajar di Arab, tidak serta merta menjadikan semua yang kamu bawa itu benar, jago bahasa Arab saja gak cukup. Allah Swt melihat taqwa kita, pengorbanan kita, usaha kita untuk menolong agamaNya.

Makkah-Madinah tetaplah tanah yang diberkahi hingga akhir zaman. Keutamaan kedua kota suci ini -yang dari rahimnya terlahir manusia paling mulia sepanjang zaman, Rasulullah Muhammad Saw, awal Islam bersinar ke penjuru dunia dan akan kembali ke sana- selalu menjadi kota yang kita cintai dan kita rindukan. Namun Rasulullah Saw juga mengabarkan, bahwa di akhir zaman nanti sebagian penduduknya (bangsa Arab) akan berpaling dari jalan kebenaran. Pada saat itulah, Allah Swt akan menggantikan mereka dengan suatu kaum yang lebih unggul dari mereka (keimanannya, ketaqwaannya, dan ketaatannya) untuk mengambil alih kendali. Sebagian ulama berpendapat bahwa kaum yang akan menggantikan mereka adalah bangsa ‘Ajam (nonArab), ada juga yang berpendapat mereka dari kaumnya Salman Al Farisi (Persia), atau para sahabat Anshar dari Yaman (kaumnya Abu Musa Al Asy’ari), atau bangsa manapun yang lebih taqwa dan taat kepada Allah Swt.

Dalam nubuwwat akhir zaman juga disebutkan bahwa orang-orang Arab akan kembali pada masa jahiliyah, akan ada seorang laki-laki dari suku Quraisy yang membuat penyimpangan di kota Makkah (namanya Abdullah) dan baginya dosa setengah umat manusia. Akan ada pemimpin dari bangsa “Sufyani” yang akan bergabung bersama tentara Dajjal. Akan ada “Hari Pembersihan”, dimana orang-orang munafik dan fasik keluar dari Madinah dan bergabung bersama Dajjal. Semua tercantum dalam hadits-hadits futuristik akhir zaman.

Sejak Islam mulai berkembang, para generasi salaf (Sahabat R.hum, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in) terus membentangkan sayap-sayap Islam ke penjuru dunia. Mereka berekspansi, berhijrah, berpindah, mendakwahkan Islam ke pelosok-pelosok negeri. Mereka menyebar dan bermukim di berbagai daerah. Damaskus-Syiria, Mesir, Afrika, Baghdad, Persia, Magribi, Alexandria, Turkey, India. Hanya sedikit yang masih berdiam di Makkah-Madinah. Maka sejarah pun menuliskan dengan tintanya.. kekhilafahan berpindah, peradaban bergulir, pusat pemerintahan berganti, pintu-pintu ilmu bergeser… Andalusia, Baghdad, Mesir, Istanbul. Bintang-bintang baru bermunculan, berkilauan.

Abu Hurairah (RA) berkata, ‘Kami tengah berbincang-bincang dengan Rasulullah Saw pada saat turunnya surah Al-Jumu’ah kepada beliau. Ketika beliau membacakan ayat “Dan orang-orang selain mereka yang belum menyusul mereka”, ada seorang sahabat yang bertanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Nabi tidak segera menjawab pertanyaan sahabat ini, sehingga sahabat ini terpaksa mengulangi pertanyaannya sekali, dua kali, dan bahkan tiga kali. Pada saat itu, Salman Al Farisi ada di antara kami, maka Nabi meletakkan tangan beliau di atas pundak Salman dan kemudian bersabda, “Sekiranya iman itu berada pada bintang Tsuraya, niscaya beberapa orang dari golongan orang ini -keturunan Persia- akan menggapainya.” (HR. Bukhari: Kitab At-Tafsir no. 4897 dan Muslim: Kitab Fadhail As-Shahabah no. 2546)

Allah dan RasulNya telah mengabarkan tentang pergantian “kaum”. Jika kita membuka kitab-kitab sejarah, maka di sana akan tertulis nama-nama bintang yang bersinar dari bumi Persia, Khurasan… A’immatul ‘ilm, A’immatul hadith: Imam Bukhari (Bukhara-Uzbekistan), Imam Muslim (Nishapur-Iran), Imam Abu Dawud (Sijistan-Iran Timur-perbatasan Afghanistan), Imam At-Tirmidzi (Tirmidz-Uzbekistan), Imam An-Nasa’i (Nasa’-Turkmenistan), dan Imam Ibnu Majah (Qazvin-Iran). Selain penulis kutubus sittah tersebut, kita juga temukan ulama-ulama besar Khurasan seperti: Ibnu Khuzaimah (Nishapur-Iran), Imam Hakim (Nishapur-Iran), Imam Ibn Jarir At-Thabari (Tabaristan-Persia), Imam Abu Qasim Al-Qushairiy (Nishapur-Iran), Imam Al-Baihaqi (Iran), Imam Al-Mubarakfuri (India), Imam Abdullah Ibn Al-Mubarak (Merv-Turkmenistan), Imam Al-Qusyairi (Nishapur-Iran), Ishaq ibn Rahawaih (Merv-Persia), Muhammad ibn Nashr Al-Marwazi (Merv-Persia), Imam Al-Juwayni (Nishapur-Iran), Imam Al-Baghawi (Bagh-Khurasan), Imam Al-Ghazali (Thus-Persia), Imam Asy-Syahrastani (Syahrastan-Khurasan), Shaykh Abdul Qadir Al-Jailani (Gilan-Persia), Al-Harawi (Herat-Afghanistan), Abdul Qahir al-Jurjani (Gorgan, Iran), Fudhail bin Iyadh (Samarqand-Uzbekistan), Abu Al-Layth As-Samarqandi (Samarqand-Uzbekistan), Ibrahim Ibn Adam (Balkh-Afghanistan), Jalaluddin Rumi (Balkh-Afghanistan), dll. Di bidang sains-matematika-kedokteran-astronomi, kita mengenal ilmuwan besar seperti: Al-Khawarizmi (Khaf-Uzbekistan), Ibnu Sina (Uzbekistan), Al-Biruni (Khaf-Uzbekistan), Al-Farabi (Kazakhtan), Umar Khayyam (Nishapur, Iran), Al-Razi (Rayy-Iran), dsb. Sumbangsih ilmu pengetahuan mereka terus menyinari peradaban dari masa ke masa, hingga sekarang.

Sudah saatnya bangsa ‘ajam berhenti untuk ‘minder’ dan selalu mengkritisi diri sendiri, sudah terlalu banyak kitab-kitab yang ditulis dan karya-karya yang bicara, dalam berbagai bahasa. Gak perlu legitimasi dari Ulama bangsa Arab. Mereka mungkin jauh dari tempat di mana Rasulullah Saw berada, tapi hati, cinta, tujuan, dan risau fikir mereka satu. Itulah yang membawa sahabat Salman Al-Farisi Ra menempuh perjalanan panjang menggapai hidayah. Dan asbab mujahadahnya, Allah Swt menjadikan kaumnya sebagai penggapai bintang tsurayya. MasyaAllah!

Seperti halnya pusat peradaban dan pusat ilmu yang berpindah dari negeri ke negeri, sekarang kita temui pusat dakwah dan pusat studi hadits terbesar di dunia beralih ke negeri-negeri Timur, Indian Subcontinent (India-Pakistan-Bangladesh-Sri Lanka). Sejarah itu tercatat sejak Rasulullah Saw menubuwatkan keutamaan berjihad ke negeri Sindh dan Hind. Para Sahabat R.hum, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in berlomba-lomba untuk berdakwah ke tanah tempat Nabi Adam As diturunkan, bumi yang harum karena di kayu pepohonannya melekat wangi syurga. Berbagai cara diplomatik telah ditempuh, namun karakter masyarakat lembah sungai Indus begitu keras dan tertutup. Kepercayaan yang diwariskan oleh nenek moyang mereka begitu mendarah daging. Politheisme, paganisme, animisme, dinamisme, totemisme. Hindu, Budha, Zoroaster, Sikh, Jain. Itu membuat Islam sulit diterima dan langkah peperangan pun diambil sebagai upaya penaklukan. Tercatat pada abad ke-7 M Muhammad Ibn Qasim dari Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Sindh untuk pertama kalinya, kemudian dilanjutkan oleh pasukan Islam lainnya. Berdirilah Pemerintahan Al-Mahaniyah, Al-Hibriyah, As-Samiyah, Ismailiyah, Al-Ma’daniyah, Al-Ghaznawiyah, dan Al-Ghawriyah (93-602 H/711-1205 M). Lalu diteruskan Kesultanan Mamluk (1206-1287 M), Al-Khalijiyah (1290-1320 M), At-Taghlukiyah (1320-1412 M), Keluarga As-Sayyid/Khadrakhaniyah (1414-1451 M), Keluarga Al-Ludiyyin (1451-1512 M), hingga Kesultanan Mughal (1526-1784).

Pada tahun 1601, Inggris datang ke India. Saat itu, umat muslim di India tidak hanya berupaya melawan serangan (fisik dan tradisi) dari musuh-musuh Islam sebelumnya (Hindu, Budha, Sikh, Jain, Zoroaster), tapi juga melawan Raja-Raja yang haus kekuasaan dan bersekutu dengan kolonialisme Inggris yang membawa misi kristenisasi.

Namun kebenaran selalu memiliki pejuangnya. Seabad kemudian, lahirlah seorang Ulama ternama dari bumi Al-Hind: Shah Waliyullah Dehlawi (1702-1762). Beliau adalah orang pertama dalam sejarah India yang mengajarkan ilmu hadits. Belum ada seorang pun sebelum beliau yang menyampaikan hadits di India. Beliau mempelajarinya dari seorang ‘alim di Makkah Mukarramah, Shaykh Abu Thahir Madani. Kemudian beliau kembali ke India dan mulai mengajarkannya. Walhasil, semua madrasah di India pasti ter-link pada Shah Waliyullah, baik Deobandi, Brelwi, atau Ahli Hadits. Secara sanad keilmuan, silsilah mereka akan sampai pada Shah Waliyullah. Beliau untuk pertama kalinya menerjemahkan Al-Quran dalam bahasa Persia. Putra beliau, Shah Abdul Aziz, menulis Tafsir Al-Quran dalam bahasa Persia. Putranya yang lain, Shah Rafiuddin dan Shah Abdul Qadir menerjemahkan Al-Quran ke bahasa Urdu dan menjadi rujukan semua terjemahan Al-Quran dalam bahasa Urdu di Indian Subcontinent sampai hari ini. Beliau juga menulis kitab-kitab yang menjelaskan Islam di segala aspek kehidupan, di antaranya Hujjatullahil Balighah, Tafhimate Ilahiyah, Fuyudul Haramain, dll. Semua ini (mengajarkan hadith, menerjemahkan Al-Quran, dan menulis kitab) Shah Waliyullah lakukan agar Inggris tidak membuat propaganda dan merusak ajaran Islam yang murni. Beliau juga berjihad memerangi fitnah Anmuzaj dan Qaramiti, membersihkan Islam dari tradisi Sikh dan Hindu, serta berjihad melawan kolonial Inggris. Shah Waliyullah memiliki 4 putra, kesemuanya adalah mufassirin, muhadditsin, dan qutub (ulama sufi) di zamannya. Putra bungsunya, Shah Abdul Ghani diberkati seorang anak laki-laki, Shah Ismail Shahid yang kelak menjadi murid Sayyid Ahmad Shahid, seorang Ulama besar yang asbab kesholehannya banyak masyarakat di Subcontinent (India-Pakistan-Bangladesh) memeluk Islam.

Saat Inggris semakin berkuasa di India, pada tahun 1856 M para senior Ulama Al-Hind berkumpul di Delhi untuk mengatur strategi jihad. Di antara yang hadir ialah Maulana Ja’far Thanesri, Maulana Wilayat Ali, Maulana Haji Imdadullah Muhajir Makki, Maulana Muhammad Qasim Nanotwi, Maulana Rasyid Ahmad Ganggohi, dan Hafiz Damin Shahid (Rah.him). Seluruh Ulama India mengangkat senjata dan berjihad melawan pasukan Inggris. Dalam pertempuran ini, 14.000 ulama mati syahid! Allah…  Seluruh madrasah di India dihancurkan oleh tentara Inggris, termasuk madrasah Shah Waliullah dan madrasah Rahimiyah. Tidak ada satu pun yang tersisa.

Suatu malam, Maulana Qasim Nanotwi bermimpi bertemu Rasulullah Saw, beliau Saw memerintahkan Maulana Qasim Nanotwi untuk membangun sebuah madrasah di kampung Deoband. Maka, dengan isyarat mimpi itu, Maulana Qasim Nanotwi mendirikan madrasah Darul Ulum Deoband, di bawah pohon dekat masjid Chatta, pada tanggal 30 Mei 1866. Maulana Qasim Nanotwi dan Maulana Rasyid Ahmed Ganggohi adalah murid dari Maulana Mamluk Ali. Sepeninggal Maulana Qasim Nanotwi, Maulana Rasyid Ahmad Ganggohi menggantikan beliau memimpin Darul Ulum Deoband. Murid pertama Darul Ulum Deoband adalah Shaykhul Hind Maulana Mahmud Ul-Hasan. Suatu hari ada seseorang yang bertanya pada beliau, “Wahai Shaykh, kami belum menemukan terbitan karya-karya Anda, padahal engkau disebut Ulama Besar.” Maulana Mahmud Al-Hasan menjawab, “Akhi, karya-karya saya ada di setiap bidang yang ingin kau ketahui. Buku apa yang ingin kau baca?” Orang itu menjawab, “Kami belum melihat satu pun.” Lalu beliau berkata, “Tafsir Quran yang ingin kau lihat, lihatlah pada Shabir Ahmed Usmani. Jika kau ingin melihat karyaku dalam hadits, lihatlah muridku Anwar Shah Kashmiri. Jika kau ingin melihat karya fiqhku, lihatlah muridku Azizurrahman dan Kifayatullah Dehlawi. Di bidang siyasah (politik), lihatlah muridku Ubaydullah Sindhi. Kalau kau ingin melihat karyaku dalam bidang tasawwuf, lihatlah Ashraf Ali Thanwi. Jika kau ingin membaca tentang kebijaksanaan dan kesabaran, lihatlah muridku, Hussain Ahmed Madani. Jika kau ingin melihat dakwah dan tabligh-ku, lihatlah muridku Ilyas Kandahlawi. Seperti itulah murid-muridku.”

Di akhir zaman ini, tidak ada seorang pun yang bisa menandingi ilmu fiqh para imam madzhab yang empat. Sejarah telah memberi kita Imam Nu’man bin Tsabit Abu Hanifah, namun di era ini kita memiliki Rasyid Ahmad Ganggohi, Ulama Deoband ahli fiqh Hanafi. Allah Swt telah memberi kita Imam Ahmad bin Hanbal di masa lalu, dan kemudian Allah mendatangkan Maulana Mahmud ul Hasan Ganggohi di masa kita. Jika generasi sebelumnya menulis Tafsir Al Jalalain (Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan dilanjutkan oleh muridnya, Imam Jalaluddin As-Suyuti), maka di era ini ada Shaykhul Hind Mahmud ul Hasan dan muridnya, Allama Shabir Ahmed Usmani yang menulis Tafsir Usmani. Jika era sebelumnya kita memiliki Imam Bukhari yang menulis hadits-hadits shahih, maka untuk menjelaskannya, Maulana Anwar Shah Kashmiri menulis syarahnya. Jika generasi sebelumnya ada Imam Muslim yang menulis Shahih Muslim, Allama Shabir Ahmed Usmani menulis syarahnya (Fathul Mulhim Sharh Shahih Muslim). Imam Abu Dawud menulis Sunan Abu Dawud, Maulana Khalil Ahmed Saharanpuri menulis Syarah Sunan Abu Dawud, “Bazlul Majhud”. Imam Malik menulis Muwattha’ Imam Malik, dan Shaikhul Hadits Muhammad Zakariyya Kandahlawi menulis syarahnya “Awjazul Masalik ila Muwattha’ Imam Malik” 18 Volume (seakan-akan beliau seorang Maliki, padahal beliau Hanafi).

Sungguh, tanpa perlu pengakuan dari dunia pun, Ulama Deoband telah membuktikan khidmat-nya untuk ummat. Darul Ulum Deoband telah melahirkan pribadi-pribadi unik yang belum pernah ditemukan semisalnya di zamannya. Perpaduan logika-sains, tafsir, hadith, fiqh, tasawwuf, dakwah, hingga jihad melawan tirani dan kolonialisme. Tanpa keraguan sedikit pun, saya katakan bahwa Ulama Deoband adalah pewaris Nabi Rasulullah Saw dan Sahabat Radhiyallahu ‘anhum di era ini. Cahayanya seterang sinar matahari. Setiap rumput di lembah-lembah India pasti merasakan hangatnya. Setiap pemikir yang cerdas dan bebas terarahkan oleh nilai-nilai spiritualnya. Setiap orang yang bodoh merasakan manis ilmunya. Cerita sejarahnya berlari dari masjid-masjid, penjara, ke medan-medan jihad. Mengarungi ratusan abad yang dihiasi dengan kekacauan suatu negeri, orang-orang “gila” ini telah mengajarkan kita tentang apa yang bisa kita persembahkan untuk ummat. Cahaya agama ini akan terus bersinar di langit horizon dunia. Nur-nya akan selalu terpancar dan semakin berkilau.

“Ada dua kelompok dari umatku yang akan diselamatkan oleh Allah dari siksa api neraka: kelompok yang memerangi India dan yang berperang bersama Nabi Isa As.” [HR. An-Nasa’i bab Ghazwatil Hind]

“Aku merasakan angin sepoi-sepoi berembus dari India..” (Al-Hadits)

***

Al-Faqeerah ila Rabbiha
Khaleeda, 26092016

#Khurasan #PanjiHitam #BaniTamim#PostApocalypse #UlamaDeoband #NonArab

SUMBER : KHALEEDA KILLUMINATI

Share on Google Plus

About Rizal Palangiran

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

WHAT IS YOUR OPINION?