Di dunia maya ini, semua orang bisa menjadi siapa saja: hakim, polisi, guru, ustadz, pakar ekonomi, ahli tafsir, ahli bahasa, ahli politik, ahli hubungan internasional, apalah. Siapapun boleh berkomentar, suka-suka menulis status, bebas berpendapat. Semua mengaku benar, tak satu pun yang merasa bersalah dan butuh dikritik. Nasihat hanya tulisan yang patut di‘like’ atau di‘share’ karena di sini hanya berlaku jargon “Don’t Judge me” dan “Urus saja dirimu sendiri”. Jadi, anggaplah saya sedang bicara sendiri dan kamu gak perlu tersinggung.
Masyaikh pernah berkata, “Yang merusak jamaah ini bukan orang luar, tapi orang di jamaah ini sendiri.” Fatwa Darul Ulum Deoband tentang usaha dakwah tabligh di website resmi Darul Ifta yang belakangan ini viral, sebenarnya merupakan wujud risau pikir mashaykh kita tentang hakikat kerja dakwah dan kondisi para dai saat ini. Berat bagi mereka untuk mengeluarkan fatwa, tapi jika dibiarkan maka usaha dakwah ini akan semakin terfitnah. Maka sudah sepantasnya para eldest mengingatkan ahbab yang bersalah (tidak ikut tertib), sebagaimana orang tua menasehati anaknya yang berulah.
Saya bukan mau membahas fatwa itu di sini, siapalah saya, cukuplah sami’na wa atha’na pada qiyadah (semoga Allah Swt mengampuni saya jika ternyata saya menjadi fitnah dalam jamaah ini). Sungguh saya takut menjadi salah satu dari lima tanda orang yang terlempar dari usaha dakwah ini, yaitu: 1) tidak mau menerima nasihat ulama’ dan saudaranya sendiri, 2) mendengar tapi tidak mau memahami, 3) paham tapi tidak mau mengamalkan, 4) mengamalkan tapi tidak ikhlas, 5) ikhlas tapi tidak istiqamah… Astaghfirullah, terlalu banyak khilaf yang harus diperbaiki, salah satunya adalah mengabaikan pondasi penting dalam usaha dakwah ini…
Da’wah. Ta’lim. Tazkiyah.
Ketiganya adalah kerja Nabi Saw yang diwariskan kepada ummah. Tidak ada yang lebih utama dibanding yang lain, semua sejajar, setara. Da’wah (tabligh), ta’lim, tazkiyah (tasawwuf) sama-sama penting, ketiganya dijalankan bersamaan, mengabaikan atau memandang rendah salah satunya akan membawa fitnah pada agama. Inilah kehendak Allah, Rasul, serta para masyaikh/eldest kita.
Tabligh adalah usaha atas Iman. Ta’lim adalah usaha atas Islam. Tazkiyah (tasawwuf) adalah usaha atas Ihsan. Iman, islam, dan ihsan yang tertuang dalam Al-Quran dan As-Sunnah adalah wujud dari agama yang sempurna (maksud hidup). Sebagaimana aqidah (tauhid) yang lurus, syari’at (fiqh) yang benar, dan akhlak yang baik adalah cerminan seorang muslim sejati. Hanya kebodohan yang akan mendorong akal untuk merendahkan antara satu dengan yang lain.
Ada orang yang imannya kuat, tapi hatinya kotor. Ada yang hatinya masyaAllah bersih, tapi imannya lemah. Ada juga yang hatinya bersih, imannya kuat, tapi bodoh dan malas menuntut ilmu. Ada yang rajin duduk di majelis ilmu tapi hatinya kotor dan imannya rapuh. Yang paling menyedihkan adalah yang hatinya kotor, imannya lemah, dan jahil murokkab (na’udzubillah). Sedangkan yang paling mendekati sunnah adalah yang imannya kuat, hatinya suci, dan keluar dari kejahilan sekurang-kurangnya lepas fardhu ‘ain secara sempurna. Jadi cek diri masing-masing, di mana kita?
Allah bagi jazbah tak sama pada setiap hamba, ada yang lebih kencang dakwah, ada yang lebih kuat ta’lim, ada yang lebih dalam tazkiyah. Sebaik-baik kita adalah yang mampu menyeimbangkan ketiganya. Jangan mengabaikan atau memandang rendah salah satunya, khawatir usaha dakwah yang kita buat tak membawa manfaat. Markaz (masjid), Madrasah, dan Khanqah adalah tempat-tempat yang seharusnya kita makmurkan, dari sanalah pintu-pintu ilmu dan hidayah tersebar ke pelosok-pelosok dunia dan seluruh alam (dengan izin Allah).
Kita perlu berbaik sangka pada semua orang. Kasih sayang pada dai, ahli ilmu (ulama), ahli dzikir, semuanya memberi sumbangan yang besar untuk agama. Meskipun terkadang, wajah tabligh tercoreng oleh oknum yang tidak paham akan tertib dan disiplin tabligh itu sendiri, wajah ahli ilmu dikotori oleh segelintir ulama yang menjual ayat-ayatNya kepada penguasa demi kepentingan duniawi, wajah thariqat dinodai oleh orang-orang yang tidak mengerti amalan dan esensi thariqat itu sendiri. Penyebaran Islam adalah kerja dari ketiganya. Jangan merasa yang paling berjasa menjadi asbab hidayah dan memandang sebelah mata usaha/peran lainnya.
Jadi, tidak berlebihan sepertinya fatwa yang dikeluarkan oleh Darul Ifta Deoband tersebut, karena masih ada beberapa di antara kita yang berpendapat “pokoknya dakwah, cari ilmu tugasnya ustadz”, masih ada yang menganggap remeh peran ulama yang belum ‘keluar’, dan masih ada yang ikut-ikutan menganggap tasawwuf (berthariqat) adalah bid’ah/sesat. Jika kita termasuk salah satu ahbab yang seperti itu, maka tambah lagi korban agar Allah kasih paham.
***
Al-faqirah ila Rabbiha
Khaleeda
Balikpapan, 14122016
0 komentar:
Posting Komentar
WHAT IS YOUR OPINION?