fatabayyanuu.. |
1.
Sebagian orang menyatakan bahwa Jama’ah Tabligh melarang menyebutkan tandzir
(ancaman) dari Al Qur’an atau hadits dalam ceramah dan dakwah mereka, yang
boleh hanya tabsyir (kabar gembira
dan fadhilah ‘amal), apakah ini benar ?
Ini
adalah kesalah-pahaman karena kurangnya bertabayyun dengan bertanya kepada para
ulama yang mengikuti kegiatan ama’ah abligh atau para syura mereka. Yang benar
adalah mengutamakan atau memperbanyak kabar gembira dan menyedikitkan ancaman.
Seperti ucapan salah seorang jama’ah Arab, “Kita sampaikan ancaman dalam bayan (ceramah) seperti memberi garam
dalam masakan!”. Silahkan anda simak buku pegangan mereka Fadhilah ‘amal atau Muntakhab Al- Ahadits bukankah didalamnya dicantumkan juga
hadits-hadits yang berisi ancaman dan dibacakan dalam pengajian-pengajian mereka.
Justru inilah yang sejalan dengan
nasihat baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ketika mengirim sahabatnya sebagai juru dakwah di negeri lain, “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam jika mengutus seorang sahabatnya untuk suatu urusannya, beliau bersabda,
“Berilah kabar gembira, jangan jadikan mereka menjauh dan permudahlah jangan
kalian persulit.” (HR. Abu Dawud No. 4195 –shahih-)
2. Mereka berkata bahwa Jama’ah Tabligh tidak memperbolehkan
khilafiyah, padahal bila seseorang tidak bicara khilafiyah maka ia tidak akan
mampu mengetahui kebenaran orang lain dan akhirnya menganggap orang yang tidak
sepaham sebagai orang yang salah, bagaimana itu ?
Jama’ah Tabligh ini adalah jama’ah tingkat internasional
yang diikuti lebih dari 200 negara, tentunya terdiri orang yang berlatar
belakang berbeda, baik madzhab, akidah maupun kebudayaannya, jika dipaksakan
bicara khilafiyah tentunya akan menimbulkan perselisihan yang berujung mengganggu
maksud sebenarnya yaitu untuk islah dan berdakwah. Habib Umar bin Hafidz menyatakan, “Meskipun
ada perbedaan gerakan yang terjadi, itu hanyalah karena keikutsertaan orang –
orang yang bukan termasuk di antara mereka atau orang yang tidak menjalankan
dakwah sesuai dengan ushul dan dasar –dasar ajarannya, sehingga terjadi
percampuran yang beraneka –rupa dan menyebabkan ketidakselarasan dalam fikih,
pandangan, pemikiran dan akidah. Tapi Anda haruslah berprasangka baik terhadap
mereka semua dan juga pandanglah kebaikan yang tampak jelas serta jangan Anda
tafsiri dengan keburukan.
Demikian
juga jauhilah segala hal yang dilarang dan keburukan yang nyata. Manusia yang
tinggal dalam satu rumah saja berbeda watak dan pribadinya, apalagi dalam suatu
jama’ah yang berjumlah besar. Umumnya, kebaikan pasti akan tersebar di kalangan
umat nabi Muhammad saw dan setiap jama’ah
atau kelompok Islam tak lepas darinya. Semoga Allah menjadikan kami dan
Anda sebagai Ahli kebaikan.”
Untuk urusan fikih atau akidah dipersilahkan kepada masing-masing untuk belajar kepada para ulama dilingkungannya, tentunya yang ahli sunnah. Para masyaikh di india sering menganjurkan para pekerja dakwah agar bermadzhab dan belajar fikih kepada para ulama walaupun yang belum ikut dakwah.
Hal kedua, khilafiyyah adalah monopoli ulama’, jika orang awam dipaksakan harus membicarakannya tentu akan jadi kacau.
Untuk urusan fikih atau akidah dipersilahkan kepada masing-masing untuk belajar kepada para ulama dilingkungannya, tentunya yang ahli sunnah. Para masyaikh di india sering menganjurkan para pekerja dakwah agar bermadzhab dan belajar fikih kepada para ulama walaupun yang belum ikut dakwah.
Hal kedua, khilafiyyah adalah monopoli ulama’, jika orang awam dipaksakan harus membicarakannya tentu akan jadi kacau.
Bila dalam jamaah yang sedang keluar
terdapat ulama, maka tidak mengapa bertanya tentang khilafiyyah, tapi bukan
berdebat.
Selama program keluar pembicaraan
khilafiyyah memang dihindari. Usaha dakwah ini adalah untuk menumbuhkan
keyakinan dan semangat beramal dalam diri umat yang memiliki keragaman dan
latar belakang. Dengan hanya berbicara masalah-masalah
yang disepakati, perbedaan-perbedaan tersebut tidak akan menjadi ganjalan dalam
kerja universal.
K.H. Musthafa Bisri Rembang
mengatakan :
“Dan janganlah mulai membahas masalah furu’iyyah khilafiyyah yang akan membangkitkan perbedaan pendapat dan tidak adanya persatuan. Misalnya, dengan mengatakan, “tahlil dan talqin tidak berguna sama sekali bagi mayit. Saya tidak pernah temukan dalam Bukhari dan Muslim anjuran untuk memakai tasbih, dan sebagainya.” Sebab kerusakan dari pembahasan itu lebih besar daripada kemaslahatannya.” (Zaad Az-Zu’ama : 11)
“Dan janganlah mulai membahas masalah furu’iyyah khilafiyyah yang akan membangkitkan perbedaan pendapat dan tidak adanya persatuan. Misalnya, dengan mengatakan, “tahlil dan talqin tidak berguna sama sekali bagi mayit. Saya tidak pernah temukan dalam Bukhari dan Muslim anjuran untuk memakai tasbih, dan sebagainya.” Sebab kerusakan dari pembahasan itu lebih besar daripada kemaslahatannya.” (Zaad Az-Zu’ama : 11)
Tidak benar jika ada tuduhan, bahwa
Jamaah Tabligh tidak memperdulikan fiqih. Sama sekali tidak dinafikan
kepentingan fiqih, namun hal ini dikembalikan kepada bimbingan alim ulama
masing – masing, yaitu dengan beberapa alasan, diantaranya adalah :
1.
Rawannya perselisihan yang timbul
karena pembahasan masalah fiqih, dan tidak sedikit yang menjurus kea rah perpecahan
umat.
2.
Perlunya seseorang faqih yang ahli
dalam pembahasannya, karena tidak semua orang dapat menyampaikannya. Apabila
sembarang orang, niscaya dikhawatirkan akan menimbulkan perpecahan.
3.
Perbedaan sisi pemahaman
masing-masing yang perlu dikemas sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan
perpecahan. Atas pertimbangan tersebut, maka langka Jama’ah Tabligh adalah
menghidupkan semangat pengamalan agama melalui ta’lim fadhail, dan menghidupkan
gairah masail fiqih melalui ta’lim infiradi (individu).
3. Mereka mengatakan bahwa Jama’ah Tabligh tidak memperbolehkan politik
karena akan menyebabkan kebohongan dan pertengkaran, padahal orang yang tidak
mau berpolitik akan menjadi mangsa
politik. Bagaimana sebenarnya ?
Jamaah Tabligh hanyalah menganjurkan untuk menghindari
masalah politik. Menghindari masalah politik bukan berarti anti politik. Orang
yang menghindari makan jengkol misalnya bukan berarti mengharamkan jengkol bagi
orang lain. Diskusi dan pembahasan politik ada ahli dan forumnya tersendiri.
Sebagaimana dalam perjalanan ibadah haji
yang dibahas sehari – hari tentunya masalah yang berhubungan tentang haji.
Jangankan permasalahan politik, pembahasan tentang hukum zakat dan puasa pun ditiadakan. Karena memang bukan
forumnya. Dan tidak seorangpun protes dan mengusulkan adanya diskusi politik
dalam perjalanan haji.
Menghindari politik ini hanya ketika beraktifitas dakwah saja, buktinya orang-orang yang pernah ikut Jaulah kalau ada pemilu ikut nyoblos juga, bahkan ada ulama dari kalangan mereka yang mengharamkan Golput.
Maka dugaan ini sama sekali tidak benar dan perlu di klarifikasi.
Menghindari politik ini hanya ketika beraktifitas dakwah saja, buktinya orang-orang yang pernah ikut Jaulah kalau ada pemilu ikut nyoblos juga, bahkan ada ulama dari kalangan mereka yang mengharamkan Golput.
Maka dugaan ini sama sekali tidak benar dan perlu di klarifikasi.
Sumber :
Kitab “Jamaah Tabligh Sesat ? Para Kyai & Santri Menjawab”
Halaman 236 - 241
Disusun oleh Team tabayyun Payaman.
Diterbitkan oleh Balai Pustaka Upaya Ilmu Iman
Ponpes. Sirajul Mukhlasin Payaman,
Payaman PO BOX 158 Magelang 56101 telp. 0293 367110
Halaman 236 - 241
Disusun oleh Team tabayyun Payaman.
Diterbitkan oleh Balai Pustaka Upaya Ilmu Iman
Ponpes. Sirajul Mukhlasin Payaman,
Payaman PO BOX 158 Magelang 56101 telp. 0293 367110
Magelang, Jawa Tengah
Alhamdulillah...
BalasHapus