Lihatlah partai-partai politik yang
tumbuh begitu banyak sekarang ini! Lihatlah dengan seksama; mereka yang
berpartai dan yang tidak berpartai. Kemudian lihatlah, bagaimana para tokoh
partai itu menghamburkan kata-kata kasar terhadap tokoh-tokoh partai lain tanpa
menghiraukan apakah yang ia hina adalah ulama atau bukan. Kita melihat
bagaimana para tokoh itu saling menghina dan mencela dengan tujuan merusak
harga diri mereka di depan umum, agar partai mereka jatuh, sedangkan harga
dirinya bertambah terkenal.
Yang paling mengherankan adalah,
setiap orang yang terperosok ke dalam perbuatan tercela ini, mengakui bahwa hal
itu bukan suatu perbuatan yang terpuji, tetapi ketika mereka berpidato di
hadapan umum, mereka gagal untuk menerapkannya dalam lisan mereka. Mereka
justru bersemangat mengadu domba antara kata-kata keji dan pedas yang
dilemparkan oleh pihak lain. Dan pada waktu yang sama, mereka gagal memperhatikan
dan mengoreksi perilaku yang terjadi dalam kalangan partai mereka sendiri.
Sebuah syair Persia menyatakan,
"Mereka melakukan
tanpa kejujuran lalu mengakui bahwa
ini dosa yang mereka
lakukan di belakang rumah mereka sendiri."
Dan hadits Rasulullah saw.
menyatakan,
"Sebagian kamu melihat sedikit
debu di mata saudaranya, ( tetapi ) tidak dapat melihat alang ( kayu lintang )
yang berada di matanya sendiri."
Ini adalah masalah yang sangat
serius dan berbahaya! Menghina dan merendahkan kehormatan seorang muslim tanpa
hak adalah seburuk-buruk riba. ( Sumber: Kitab Jami'us Shaghir ). 'Tanpa hak'
di sini maksudnya apa-apa yang dibenarkan oleh syariat bermakna boleh,
sedangkan hal-hal yang syariat tidak membolehkannya bermakna tanpa hak.
Rasulullah saw. bersabda, "Riba
yang terendah adalah sama dengan berzina dengan ibu sendiri dan riba yang
terburuk ialah menjatuhkan harga diri seorang muslim." ( Jami'ush Shaghir
).
Sebuah hadits lain menyatakan bahwa
terdapat tujuh puluh derajat dosa mengambil riba, dan yang terendah adalah sama
dengan berzina dengan ibu sendiri dan ( dosa riba ) yang terbesar adalah
menjatuhkan harga diri seorang muslim. Hadits lain menyatakan bahwa merendahkan
dan berkata kasar terhadap seorang muslim adalah salah satu dosa besar dan
mengeluarkan dua perkataan kasar setelah menyatakannya sekali termasuk dosa
besar. ( Jami'ush Shaghir ).
Juga diriwayatkan sebuah hadits yang
berbunyi, "Apabila umatku mulai mencela satu sama lainnya, maka mereka
tidak dipandang lagi oleh Allah. ( Kitab Risalah Tabligh ).
Demikian risau Rasulullah saw.
mengenai hal ini, sehingga beliau menyuruh agar kita menutup mata kita dari
melihat kesalahan sepele pada para tokoh. Beliau bersabda,
"Tutup mataku dari melihat aib
orang-orang yang berkedudukan, kecuali mengenai hudud."
Di sini kita diperintahkan agar
menutupi mata terhadap aib-aib para tokoh. Namun demikian, masalah hudud,
seperti mereka berzina, mencuri/ korupsi dan sebagainya, yang telah ditetapkan
hukuman hudud menurut syariat, maka tiada seorang pun yang berhak mendapat
pelayanan istimewa. Sebaliknya, tidaklah dibenarkan menuduh seseorang hanya
dengan berdasarkan prasangka dan dugaan tanpa bukti yang kuat.
Dalam surat An-Nur, dinyatakan dengan jelas mengenai perzinahan. Jika penuduh gagal membawa empat orang saksi, maka menurut hukum Islam, tuduhan itu batal. Demikianlah aturan Al Qur’an. Namun berbeda dengan aturan kita. Jika kita ingin menyebarkan permusuhan pribadi terhadap seseorang, kita dapat melakukannya sekehendak kita, misalnya dengan menyebarkan karikatur-karikatur jelek mengenainya, atau menulis artikel mengenainya sekehendak kita. Di sisi kita, seolah-olah tidak ada masalah jika menuduh musuh kita, sebagai pezina atau peminum minuman keras.
Bandingkanlah dengan ketetapan syariat, dimana jika seseorang tidak dapat membawa empat saksi yang mengatakan bahwa seseorang itu telah berzina, maka si penuduh harus dicambuk delapan puluh kali. Sedangkan kita sekarang, bersikap tidak mempedulikan adanya saksi ketika menuduh seseorang. Rasulullah saw. bersabda, "Kadangkala syetan juga menyamar berupa manusia untuk menyebarkan berita palsu. Dan sekumpulan manusia mengetahuinya kemudian berpencar ke berbagai penjuru menyebarkan berita itu ( bisa pula melalui situs jejaring sosial ). Mereka saling memberitahukan satu sama lainnya, "... Aku mendengar kisah ini dari seseorang tertentu, aku tidak tahu namanya, tapi kukenal wajahnya. . . ." ( Hadits Riwayat Muslim – Kitab Misykat ).
Oleh sebab itu, hendaklah kita berhati-hati. Adalah suatu kesalahan dan ketidakadilan yang besar jika kita mempercayai suatu cerita yang hanya kita dengar dari seseorang yang tidak kita kenal. Adalah suatu kesalahan mempercayai sesuatu begitu saja, hingga cerita itu dibuktikan kebenarannya secara syariat. Mengambil langkah hati-hati dan waspada untuk menghindarkan diri dari tuduhan seperti ini adalah sesuatu yang berbeda, tetapi menetapkan tuduhan ke atasnya tanpa saksi dan bukti adalah salah besar.
Perkara ini harus dipahami dengan benar. Diam dan tidak menanggapi suatu tuduhan adalah wajar sebagai langkah hati-hati, tetapi jika kita akan melimpahkan tuduhan atasnya, maka patut dikemukakan bukti-bukti syariat atasnya.
Kita mengetahui bahwa banyak tuduhan
yang dibuat dari hasil rekayasa seseorang atau suatu kelompok untuk menjatuhkan
orang yang dituduh. Ini dilakukan karena dengki tidak ingin orang lain maju.
Oleh sebab itulah Rasulullah saw. bersabda, "Hasad akan memakan amal baik
sebagaimana api memakan kayu bakar."
Orang-orang yang sengaja membuat
tuduhan palsu dan menghina orang lain serta berprasangka buruk terhadapnya,
hendaknya merenungkan sabda Rasulullah saw. mengenai masalah ini. Mereka
sepatutnya mengetahui bahwa mereka sedang mengundang bencana atas diri mereka
sendiri. Apapun yang mereka lakukan terhadap orang lain, seperti itu pulalah
yang akan menimpa mereka. Rasulullah saw. bersabda,
"Sebagaimana perbuatanmu
terhadap orang lain, seperti itulah yang akan diperlakukan ke atasmu." (
Maqausidul Hasanah ).
Rasulullah saw. bersabda,
"Kebaikan tidak akan menjadi tua, dosa tidak akan dilupakan, Dan Allah
Maha Kaya tidak akan mati. Lakukanlah sesukamu, karena apa yang kamu lakukan
terhadap orang lain, itulah yang akan diperlakukan terhadapmu."
Hadits lain menyebutkan, telah
dipetik dari Taurat,
"Sebagaimana yang kamu tanam,
seperti itulah yang akan kamu tuai. Dan cangkir apa yang kamu beri minum kepada
orang lain, seperti itulah yang kamu akan diberi minum." ( Sumber: Kitab
Maqausidul Hasanah ).
Hadits lain juga menyatakan yang
dikutip dari kitab Injil,
"Sebagaimana yang kamu lakukan,
seperti itulah yang akan dilakukan atasmu. Dan sebagaimana ukuran timbangan
yang diberikan untuk orang lain, seperti itulah timbangan yang disediakan
untukmu."
( Kitab Jami'us Shaghir ).
( Kitab Jami'us Shaghir ).
Nabi saw. bersabda, "Siapa yang
enggan menolong saudaranya muslim ketika ia dihina dan disakiti, maka Allah
akan membiarkannya tanpa ditolong ketika ia benar-benar menginginkan
pertolongan. Dan siapa yang menolong saudaranya semuslim ketika ia dihina dan
disakiti, maka Allah akan menolongnya ketika ia benar-benar memerlukan
pertolongan." ( Kitab Misykat ).
Abu Dzar ra. -seorang sahabat yang
terkemuka--, meriwayatkan sebuah hadits panjang yang ujungnya berbunyi
demikian, "Aku meminta wasiat kepada Rasulullah saw.. Beliau bersabda,
"Kuwasiatkan agar kamu selalu bertakwa setiap saat, karena takwa adalah
hiasan bagi segalanya. Siapa yang takut kepada Allah dalam segala hal, ia pasti
tidak akan terlibat dalam perbuatan-perbuatan dosa." Abu Dzar ra. memohon
lagi, "Nasehatilah aku lagi." Beliau menjawab, "Perbanyaklah
membaca Al Qur’an dan berdzikir, itu akan membuatmu diingat di langit dan
menjadi nur di bumi." Abu Dzar ra. meminta lagi, "Nasehatilah aku
lagi." Beliau bersabda, "Perbanyaklah diam, karena itu akan menjadi
penghalang dari syetan ( manusia selalu terjebak masalah karena lidahnya
)." Menjaga lidah akan membantu seseorang, sehingga terpelihara agamanya (
siapa yang terkena penyakit banyak bicara, niscaya mudah terlepas dari amal
shaleh ) . Abu Dzar ra. meminta tambahan lagi. Rasulullah saw. bersabda,
"Tahanlah dirimu dari banyak tertawa, karena ia akan mematikan hati dan
menghilangkan nur wajahmu." Abu Dzar ra. meminta tambahan lagi. Beliau
bersabda, "Berkatalah benar walaupun pahit." Ia minta tambahan lagi.
Rasulullah saw. bersabda, "Perhatikanlah aibmu karena itu akan
menghalangimu dari melihat aib orang lain." ( Kitab Misykat ).
Maksud saya menulis kalimat terakhir
adalah untuk menunjukkan kebodohan kita. Dimana sering kita sibuk mengorek
aib-aib saudara kita. Jika kita sibuk dengan melihat aib diri sendiri, tentu
kita tidak sempat melihat aib orang lain, apalagi menyebarkan aib-aib mereka,
sebab kita sibuk dengan aib-aib diri kita sendiri.
Dalam wasiat yang ditulis oleh Syekh
Maulana Raipuri rah.a., kita mendapatkan rangkaian syair Persia yang berikut
ini,
Ketika sedang berlayar
di laut, syekhku menasehatiku dengan dua masalah:
Satu, Jangan penuhi
dirimu dengan sikap egois.
Kedua, Jangan melihat
aib orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar
WHAT IS YOUR OPINION?