Acara – acara agama hari ini kelihatan monoton, dari tahun ke tahun sepertinya sudah baku dan tak ada yang berani merubahnya, seperti takut kualat. Lihat aja dalam perayaan hari – hari besar Islam, biasanya di isi dengan ceramah dan pentas seni yang katanya Islami, dan pasti ujung – ujungnya semua selalu bicara masalah anggaran, dan yang paling menonjol adalah dana untuk bayar Ustadz. Semakin terkenal Ustadznya maka semakin mahal biaya yang harus di keluarkan.
Dalam bulan Ramadhan bisa kita saksikan dimana bagi sebagian Ustadz adalah merupakan bulannya proyek besar. Mereka saling membagi Jadwal, dan selalu yang dibicarakan dari tahun ke tahun perkara yang itu – itu saja. Bagi pengurus mesjid, mereka selalu mengeluarkan uang sampai jutaan untuk bisa bayar Ustadz ceramah.
Hasilnya pun bisa dilihat, setelah dengar ceramah, maka Ummat kembali kepada kebiasaan semula, tak ada kesan dengan isi ceramah. Paling – paling ummat hanya menilai isi ceramahnya dengan mengatakan : Ustadznya bagus, lucu, gak seru, keren banget, cool, dsb. Dan panitia akan mengulangi lagi di tahun ke depannya. Begitu seterusnya, entah sampai kapan keikhlasan datang kepada ummat ini?
Cara dakwah dengan meniru jejak Para Nabi dan Sahabat dalam menegakkan agama dengan cara mengorbankan harta, diri, dan waktu tanpa mengharapkan keduniaan sedikitpun seperti hanya mimpi saja. Karena jika ada Muballigh yang tak mau dibayar, justru tak akan ada yang mau dengar, dan para da’i sepertinya takut kalau system yang sudah berjalan ini lalu berubah.
Keberadaaan Muballigh yang dibayar memang sudah biasa dalam masyarakat kita. Dimana jika ada acara hari besar Islam, maka akan ada anggaran khusus untuk biaya membayar Muballighnya. Harganya bervariasi, ada yang tak pasang tarif dalam arti berapapun bayarannya dia akan terima, ada juga yang harus lewat manajemen dimana harus taruh panjar di depan dulu baru diatur jadwal, hal ini karena padatnya jadwal dan larisnya sang penceramah dan diolah dengan professional seperti artis atau selebritis. sehingga pasang tariff dan dinego melalui manager.
Ada juga penceramah yang tak minta duit di depan tetapi dapat dari kotak infaq yang diedarkan dan dibagi oleh panitia sedangkan persenatsenya tergantung perjanjian. Bagi yang lebih pandaui lagi, kan tayang di depan TV dengan menjual kepada iklan sponsor maka puluhan juta rupiah sekali tampil langsung masuk ke dalam kantong. Tradisi ini sudah mendarah – daging dikalangan masyarakat awam, sehingga kegiatan dakwah selalu tak lepas dari anggaran. Artinya JANGAN HARAP masyarakat akan dapatkan nasehat agama dengan gratis !
Kini dipusat pendidikan Islam baik madrasah / pondok/ Universitas (gak semuanya) yang ada jurusan dakwah selalu diberi semangat agar mau menjadi da’I professional dalam arti menjadi Muballigh terkenal dengan tariff tinggi. Sehingga cita – cita Da’I professional menjadi incaran para pelajar agama. Akhirnya kehebatan dalam berbicara menjadi andalan para Muballigh professional bukan amalan ruhani atau sempurnanya agama dalam dirinya yang akan menjadi asbab hidayah bagi seluruh alam.
Sebenarnya yang paling menyuburkan Dakwah pakai bayaran seperti ini adalah Panitia acara hari besar Islam ataupun para pengurus mesjid. Orang Jawa bilang pakewuh kalau tak kasih uang sama Ustadz. Seperti pada hari Jumat, seorang Ustadz harus tetap sholat jika tak jadi khotib, tapi kenapa pad a waktu jadi khotib koq malah dibayar. perlu dipikirkan….
Dalam Alqur’an, Allah swt berfirman :
اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْأَلُكُمْ أَجْراً وَهُم مُّهْتَدُونَ
21. Ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.(Yasin : 21).
Ayat ini adalah WARNING buat orang yang menerima dakwah atau mad’u, supaya memahami bahwa target dakwah adalah hidayah bukan menyelesaikan rutinitas acara. Jika target kita sudah tahu maka caranya harus sesuai dengan Rasulullah saw. yang memahami maksud agama ini. Adakah Rasulullah saw. dan para sahabat r.hum. mengambil upah dari ceramah, jadi khotib Jum’at, atau yang lainnya? Kalau begitu siapa yang kita ikuti?
Para Masyaikh katakan bahwa kalau kita membayar atau memberi amplop kepada Ustadz setelah ceramah dengan niat untuk membayar ceramahnya adalah merupakan suatu PENGHINAAN !. Sesungguhnya ilmu yang disampaikan oleh seorang Ustadz didalam ceramahnya itu adalah sesuatu yang sangat bernilai, tak bisa dinilai dengan uang. Apalagi kalau itu disaksikan oleh orang banyak. Boleh saja kita memberi amplop kepada Ustadz yang ceramah tapi dengan niat untuk ikrom/memuliakan dia dan kalau perlu kita berikan tiap hari, bukan hanya ketika beliau selesai ceramah aja.
Kita perlu selalu memperhatikan kehidupan Ustadz yang benar – benar berkhidmat kepada agama sehingga tak ada waktu lagi buat usaha dunia, dan berjuang ikhlas untuk agamanya Allah swt, berani berkorban harta bukan hanya menerima melulu tapi diapun juga memberi buat agama
Kepada para Ustadz yang selalu memberi ceramah, kami sebagai Umat yang selalu mendengar memohon kepada kalian, tolong jagalah keikhlasan dan amalan ruhaninya agar pembicaraan kalian menjadi punya nur (cahaya hidayah) sehingga kami , para pendengar bisa mengamalkan apa yang kalian sampaikan……..
(sumber : dari sebuah buku kecil berjudul DA’I BAYARAN – H.Musa Al Enjoy))
like this..
BalasHapus:) kita perlu risau bro, semoga semakin banyak muballigh yang ikut dalam usaha dakwah !
BalasHapustapi anehnya para khotib kok rata2 mulus ya? gak ada janggotnya. yg ada cuma bekas janggot. selain itu, wah wah wah rata-rata punya mobil. tdk bskah sekali-kali tidak terima amplop? na 'udzubillaah min dzaalik.
BalasHapusprasangka buruk tdk baik. tapi kenyataan didepan mata, apa boleh buat!