SESATKAH JAMAAH TABLIGH ? BAG. 13 : ANTI ILMU DAN ULAMA ?


Mereka Berkata, Jamaah Tabligh Anti Ilmu Dan Ulama. Mereka Hanya Meresap Cukup Dengan Kesibukkan Dakwah saja, Dan Mengesampingkan Kepentingan Ilmu Terutama Fiqih.

Tuduhan seperti ini sangat bertolak belakang dengan kenyataan jamaah tabligh yang sebenarnya. Sebab ilmu termasuk dalam rangkaian enam sifat yang menjadi kurikulum inti pembinaan jamaah dan tabligh. Di dalam enam sifat tersebut, ilmu adalah materi yang ketiga. Dan seluruh kurikulum enam sifat tersebut, senantiasa diulang – ulang dan di usahakan untuk diterapkan ke dalam kehidupan sehari – hari.
Dan bagaimanakah jamaah tabligh dapat disebut menolak ilmu, padahal justru mereka mengajak manusia kepada ilmu? Dan bukankah jamaah tabligh senantiasa mengajak manusia agar mengenal Allah? Bukankah di dalam program jamaah tabligh terdapat program majelis ilmu, yang dibaca setiap hari ketika mereka sedang khuruj ataupun ketika mereka sedang tinggal di rumah mereka masing – masing? Dan bagaimanakah mereka dapat dituduh memusuhi ulama.
Justru usaha dakwah dan tabligh ini, sangat kental kaitannya dengan ilmu dan ulama. Di salah satu surat Syaikh Muhammad Ilyas, beliau menulis; ‘ringkasan dari khuruj adalah untuk menghidupkan tiga hal: Dzikir, Ta’lim, dan Tabligh. Dengan khuruj fi sabilillah diharapkan juga dapat menjagadan meningkatkan dzikir serta ta’lim.’     Jadi, ilmu termasuk dari salah satu tujuan yang mesti dicapai oleh jamaah tabligh.
 
Kepentingan Ilmu

Cukup banyak dari kalangan alim ulama jamaah tabligh yang telah menegaskan mengenai kepentingan ilmu dan ulama dalam nasehat – nasehat mereka ataupun berbagai kitab mereka. Misalnya, Syaikh In’amul hasan telah menulisnya di dalam kitab Abwabu Muntakhobah, Syaikh Muhammad Yusuf juga telah menulis bab ilmu di dalam Hayatus Sahabah dan Muntakhobah Ahadits, juga kitab – kitab lainya.

Di dalam kiatab – kitab tersebut, para ulama tabligh telah menuliskan bab khusus mengenai ilmu dan ualama. Mereka mngumpulkan dalil – dalil yang berkenaan dengan kepentingan ilmu dan ulama, kemudian menjelaskannya sebagai bekal untuk diamalkan dan disebarkan oleh da’i – da’i  jamaah Tabligh.

Dari tulisan – tulisan di dalam kitab mereka tersebut, dengan jelas menunjukkan bagaimana sifat jamaah tabligh yang sebenarnya terhadap ilmu dan ulama. Apabila ada suara – suara yang beda dengan kanyataan ini, maka itu diyakini sebagai fitnah dan sangat jelas kedustaannya.

Sebagai missal, mari kita simak bagaimanakah Syaikh yusuf Al – Kandhalawi menulis tentang kepentingan ilmu di dalam kitabnya; Munthakob Ahadits.
·         Ayat – Ayat Al-quran tentang Ilmu
Allah berfirman,
”Dan Allah telah menurunkan Kitab dan Hikmah, dan engkau telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.”
“dan katakanlah (Hai Muhammad), ‘Ya Rabbku, Tambahkanlah kepadaku ilmu.”
“Dan sesungguhnya kami telah memberi ilmu kepada Dawud dan Sulaiman, dan keduanya mengucapkan, “segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari kebanyakan hamba – hamba-Nya yang beriman.”

·         Hadits – hadits Nabawi Tentang Ilmu
Dari Jabir ra., Rasulullah saw bersabda, “ilmu itu ada dua : (1) ilmu yang meresap ke dalam hati, itulah ilmu yang bermanfaat. (2) ilmu yang hanya di mulut, maka ilmu itu adalah hujjah Allah ke atas manusia.”
Ibnu Abbas ra berkata, “pada suatu ketika, Rasulullah saw. Memelukku dan berdo’a, “Ya Allah, ajarilah ia ilmu Alquran.”

Dari Anas ra., Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya diantara tanda – tanda kiamat adalah diangkatnya ilmu, sehingga dating kejahilan, arak diminum (terang – terangan), dan tersebar perzinahan.”
Ibnu Umar ra. Berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Ketika aku sedang tidur, maka aku ditawari segelas susu (dalam mimpi). Aku meminumnya, sehingga aku merasa kesegaran susu tersebut sampai ke kuku jariku. Lalu kuberikan sisanya kepada Umar. Para sahabatnya bertanya, “Apakah takwilnya, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ilmu.”

Dari Zaid bin Arqom ra., bahwa Rasulullah saw.berdoa, “Ya Allah! Sesungguhnya kau berlindung kapadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu, dari nafsu yang tidak pernah puas dan dari do’a yang tidak dukabulkan.”

Dari Abu Barzah ra., Rasulullah saw bersabda, “pada hari kiamat, kaki seorang hamba tidak bias bergerak, sehingga ia di tanyai mengenai; Umurnya, untuk apa dia habiskan? Mengenai ilmunya, apakah sudah diamalkan? Mengenai hartanya, dari mana ia hasilkan dan kemana ia belanjakan? Dan mengenai badannya, untuk apa ia pergunakan?”

Dari Abdullah bin Amir ra., Rasulullah saw bersabda, “ada sebagian orang yang membawa ilmu itu sendiri. Barangsiapa ilmunya tidak bermanfaat, maka kejahilannya akan membahayakannya.”
Dan berikut ini adalah dalil – dalil yang berhubungan dengan ulama. Syaikh menulis;

·         Ayat – ayat Alquran tentang ulama
Allah berfirman,
“Dan perempuan ini kami buatkan ilmu untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang yang berilmu.”
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba – hamba-Nya adalah ulama.”
“katakanlah ada sama orang – orang yang mengetahui dan tidak mengetahui?”
“Allah akan meninggikan orang yang beriman diantaramu dan orang – orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

·         Hadits – hadits Nabawi Tentang Ulama

Dari Tsa’labah bin Hakam ra., Rasulullah saw bersabda “ketika Allah duduk di atas kursi-Nya untuk memberi keputusan pada hamba – hamba-Nya pada hari kiamat, maka Allah berfirman kepada golongan alim ulama, “sesungguhnya aku tidak meletakkan ilmu-Ku dan kelembutan-Ku pada diri kalian kecuali aku hanya ingin mengampuni dosa – dosamu yang telah lalu dan aku tidak peduli betapapun besar dosa – dosamu. Bukan sesuatu yang sulit bagi-Ku untuk mangampunimu.”

Muawiyyah ra.berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “barangsiapa dikehendaki menjadi sebab kebaikan oleh Allah, maka ia di beri kepahaman agama.”

Dari Abu Sa’id Al – Khurdry ra., Rasulullah saw bersabda, “Orang yang paling baik diantaramu adalah yang terbaik akhlaknya yang disertai dengan pemahaman agama.”

Abu Darda ra.berkata, “Rasulullah saw bersabda, “ Kematian Ulama adalah musibah yang tidak dapat diganti dan kerugian yang tidak dapat ditutup. Ulama bagaikan bintang (yang karena kematiaanya) tidak bersinar lagi. Kematian kseluruh kabilah adalah lebih ringan daripada kematian seorang ulama.”
Dari Anas bin Malik ra., Rasulullah saw. Bersabda, “Permisalan Ulama adalah seperti bintang – bintang di langit, yang dapat dijadikan petunjuk dalam kegelapan lautan atau daratan. Jika bintang sudah tidak bersinar lagi, maka orang – orang yang berjalan hamper tersesat.”

Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw bersabda, “seorang ulama lebih berat bagi syetan (untuk digoda) daripada seribu ahli ibadah.”

Abu Umamah ra., berkata, “disebutkan tentang dua puluh ahli ibadah dan tentang seorang ulama di depan Rasulullah saw., maka beliau bersabda, “Keutamaan seorang ulama di atas ahli ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang yang terendah diantara kalian.” Kemudian bersabda lagi, “Sesungguhnya Allah, para Malaikat-Nya, penduduk langit dan bumi, hingga semut yang berada di lubangnya bahkan ikan – ikan (di lautan) mendoakan orang – orang yang mengajarkan kebaikan(ilmu).

Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “jadilah kamu seorang ulama atau pencari ilmu atau pendengar ilmu atau yang mencintai ilmu dan ahli ilmu (selain empat ini) jangan menjadi yang nomor lima, yaitu orang yang membenci ilmu dan ahli ilmu.”

Ibnu Mas’ud ra. Berkata, “aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidak boleh hasad kecuali terhadap dua orang, yakni seandainya hasad dibolehkan, maka hanya kepada dua orang ini, yaitu:
·         Orang yang dianugerahi harta oleh Allah, lalu ia menginfakkannya untuk kebaikan
·         Orang yang diberi ilmu kepada Allah, kemudian ia memutuskan perkara berdasarkan ilmu tersebut dan mengajarkannya kepada orang lain.”

Hasan Al – Bashri ra berkata, “Rasulullah saw ditanya mengenai dua orang pada zaman Bani Israil. Yang satu adalah seorang ulama yang mendirikan shalat fardhu, kemudian ia duduk dan mengajarkan kebaikan kepada manusia. Sedangkan orang kedua adalah orang yang selalu berpuasa pada siang hari dan shalat pada malam harinya, maka manakah yang lebih baik daripada keduanya?”

Rasulullah saw bersabda, “Keutamaan ulama yang shalat fardhu, kemudian ia duduk mengajarkan kebaikan kepada manusia , dibandingkan dengan ahli ibadah yang berpuasa pada siang hari dan shalat pada malam hari, adalah seperti keutamaanku sperti di atas orang yang paling rendah diantara kalian.”

Abdullah bin Amir ra berkata, “aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu (pada akhir zaman) dengan mencabutnya dari (hati) manusia, tetapi dia mencabut ilmu dengan mencabut (nyawa) para ulama, sehingga ketika ulama tidak tersisa lagi, manusia akan memilih pemimpin yang bodoh. Ketika mereka ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sendiri tersesat dan menyesatkan orang lain.”

Dari Jabir bin Abdillah ra., Rasulullah saw bersabda, “jangan menuntut ilmu untuk menandingi ulama, atau untuk mendebat orang bodoh atau untuk mencari kehormatan dalam mejelis – majelis. Siapa yang melakukannya, maka baginya api dan api.”

·         Hadits – hadits Nabawi Tentang Mempelajari Ilmu
Dari Abu Dzar ra., Rasulullah saw bersabda kepadaku, ahai abu dzar, jike engkau pergi pada waktu pagi, kemudian mempelajari satu ayat Alquran lebih baik bagimu daripada shalat sunnah seratus rakaat. Dan jika 
pergi untuk belajar satu bab ilmu, baik di diamalkan atau belum diamalkan adalah lebih baik bagimu daripada shalat sunnah seribu rakaat.”

Abu Hurairah ra berkata, “aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “barangsiapa datang ke masjidku ini (masjid Nabawi) dengan niat hanya untuk belajar kebaikan (ilmu) atau mengajarkannya, maka (pahalanya) seperti orang yang berjuang dijalan Allah. Dan barang siapa datang dengan niat selain itu, maka ia seperti orang yang melihat harta orang lain.”

Dari Abu Sa’id Al – Khurdy ra., Rasulullah saw bersabda, “akan datang kepadamu orang – orang dari arah timur untuk belajar agama. Jika mereka mendatangimu, maka berwasiatlah kebaikan kepada mereka. “Abu Harun rah.a. berkata, Abu sa’id ketika melihat kami berkata, “selamat datang wahai orang – orang yang telah diwasiati oleh Rasulullah saw.!”

Dari Wasilah bin Aqsa, Rasulullah saw bersabda, ”barangsiapa mencari ilmu dan mendapatkannya, maka Allah menulis baginya dua pahala. Dan barangsiapa mencari ilmu, tetapi tidak mendapatkannya, maka Allah menulis baginya satu pahala.”

Dari Sofwan bin Assal, Rasulullah saw bersabda, “selamat datang wahai pencari ilmu! Sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya untuk para pencari ilmu, lalu mereka saling berbaris ke atas hingga mencapai langit dunia karena kecintaan mereka terhadap apa yang dicari oleh orang itu (ilmu).”

Abu Darda ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw, bersabda, “barangsiapa berjalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dan sesungguhnya para malaikat akan membentangkan sayapnya karena ridha terhadap pencari ilmu. Dan semua makhluk yang di langit dan di bumu akan memintakan ampun untuk para ulama, hingga ikan – ikan di lautan. Dan sesungguhnya keutamaan ulama atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan purnama di atas sekalian bintang. Dan sesunguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewarisi dinar dan dirham, tetapi mereka mewarisi ilmu. Barangsiapa mendapatkan ilmu, maka ia telah mendapatkan bagian yang sempurna.”
Dari Abdullah ra., Rasulullah saw bersabda, “pelajarilah alqura dan ajarkanlah kepada manusia. Belajarlah ilmu dan ajarakan kepada manusia, dan pelajarilah hokum fardhu dan ajarkanlah kepada manusia. Karena sesungguhnya aku adalah seseorang yang akan dan ilmupun akan dicabut, sehingga akan terjadi perselisihan antara dua orang dalam perkara fardhu, (namun karena kurangnya ilmu) sehingga mereka tidak menemukan orang yang memberitahukan dengan betul mengenai masalah fardhu tersebut.”

Dari Abu Umamah ra., Rasulullah saw bersabda, “wahai manusia belajarlah ilmu sebelum ia dicabut dan diangkat.”

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya diantara amal dan kebaikan yang pahalanya terus mengalir kepada seorang mukmin walaupun setelah wafatnya adalah; ilmu yang ia ajarkan  dan Ia sebarkan. Anak shaleh yang ia tinggalkan, Alquran yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah untuk para musafir, sungai yang ia alirkan, sedekah yang ia keluarkan dari hartanya ketika ia sehat dan ketika ia masih hidup pahalanya akan terus mengalir walaupun setelah kematiannya.”

Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw bersabda “Parum-pamaan seseorang yang belajar ilmu, kemudian tidak mengajarkannya kepada orang lain, seperti orang yang mengumpulkan harta lalu ia tidak menginfakkannya.”

Dari Junub bin Abdullah ra., Rasulullah saw bersabda, “perumpamaan orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia dan melupakan dirinya sendiri (untuk mengamalkannya), seperti lampu yag menerangi manusia, tetapi ia sendiri terbakar.”

Jamaah Tabligh Anti Ilmu?
Selamanya jamaah tabligh tidak mungkin bersikap anti terhadap ilmu agama. Yang ada hanyalah keterbatasan waktu dan kemampuan untuk mempelajari ilmu – ilmu agama secara khusus. Memang diakui, bahwa sebagian dari jamaah dakwah dan tabligh ini kurang berbekal ilmu, disebabkan latar belakang mereka sebelumnya yang awam dan tidak mempedulikan agama, bahkan ada sebagian mereka yang benar – benar memusuhi agama.

Dan masalah kedua adalah sangat terbatasnya jumlah ahli – ahli ilmu yang mau berkorban mendatangi orang – orang awam ataupun mengiringi jamaah – jamaah dakwah yang sedang bergerak untuk mengajarkan agama kepada mereka.

Kerisauan mengenai hal ini, seringkali diungkapkan oleh Syiakh Muhammad Ilyas dan para musyaikh tabligh lainya. Diantaranya, syaikh Ilyas, berkata, “di dalam kerja Tabligh ini,ilmu dan dzikir mempunyai peranan dan perhatian yang sangat besar. Tanpa ilmu, tidak akan mudah untuk beramal, dan tidak akan mengenal amalan. Dan tanpa dzikir, ilmu akan menjadi kegelapan. Tidak akan dijumpai di dalamnya nur. Namun sayangnya hal ini terasa kurang dalam ahli – ahli dakwah.”

Beliau juga berkata, “bagiku ilmu dan dzikir seandainya kurang dalam usaha ini adalah satu hambatan. Dan kekurangan ilmu dan dzikir ini adalah disebabkan kurangnya ahli – ahli ilmu dan ahli – ahli dzikir yang turut dalam usaha dakwah ini. Seandainya beliau – beliau para ahli ilmu dan dzikir menyingsingkan lengan mereka untuk kerja ini, maka akan menyempurnakan kerja ini.”

Untuk saat ini, ilmu masih terpenjara dala dua tempat; kitab – kitab agama dan para hati para ulama. Ilmu masih belum tersebar ke tengah masyarakat umum. Hal ini perlu diperbaiki secara bersama – sama. Syaikh Ilyas pernah menuls di dalam salah satu suratnya;
“kekosongan atau peningkatan ilmu bergantung pada kekosongan atau peningkatan agama. Dalam gerakan saya ini, apabila terjadi ada ketidakpedulian ke atas ilmu, maka itu adalah kerugian yang besar bagi saya. Dengan usaha tabligh ini, jangan sampai menghentikan ataupun merugikan peningkatan seseorang dalam segi keilmuan. Sangat diperlukan peningkatan mereka dalam ilmu agama. Bahkan jangan penah merasa cukup dengan peningkatan yang sudah ada.”

Ada ungkapan syaikh Ilyas yang mahsyur, bahwa; “ilmu dan dzikir bagi gerakanku ini laksana dua pergelangan tangan. Seperti dua buah sayap. Seandainya satu sayap terlepas, maka burung tentu akan sulit terbang. “beliau juga berkata, “ilmu tanpa dzikir adalah kegelapan dan dzikir tanpa ilmu adalah pintu bagi banyak fitnah.”

Beliau juga berkata, “segala tindak tanduk dan amal perbuatan serta kesungguhan dan pengorbanan kalian akan menjadi rusak apabila kalian tidak ambil perhatian terhadap ilmu agama dan dzikrullah. Bahkan kalian dalam keadaan bahaya yang sangat besar serta besar kemungkinan jika kalian lalaikan kedua hal tadi, maka usaha dan perjuangan kalian akan menjadi pintu – pintu baru bagi fitnah dan kesesatan. Usaha dan perjuangan kalian tidak akan menjadi pintu bagi terbukanya agama. Seandainya ilu tidak dipelajari, maka islam dan iman sekedar adapt istiadat saja. Dan seandainya ilmu ada namun tidak disertai dengan dzikrullah maka semua akan mejadi kegelapan.

Dan yang lenih daripada itu, sendainya tanpa ada ilmu agama, walaupun orang itu banyak berdzikir dan beribadah kepada Allah, tetap akan menjadi suatu bahaya yang sangat besar baginya. Tujuan ilmu akan tercapai dengan nur dzikrullah. Dan tanpa ilmu agama, hakekat keberkahan dzikir dan buah hasil dari dzikir, tidak akan tercapai. Bahkan disebagian kondisi, ahli – ahli shufi yang jahil tersebut akan dijadikan sebagai alat kerja syetan.

Oleh karena itu, dalam hal ini jangan sekali – kali melalaikan kepentingan ilmu agama dan dzkir kepada Allah. Sebaliknya selalulah memberikan perhatian khusus terhadap keduanya. Jika tidak, maka usaha tabligh yang anda lakukan ini, sekedar gerakan saja dan Allah akn menunjukkan kerugian yang sangat besar kepada kalian.”

Hal inilah yang menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para masyaikh Tabligh. Mereka menghendaki agar jamaah – jamaah yang dikirim dan jamaah itu hanya berisikan orang – orang awam, hendaknya mereka khuruj disertai setidak – tidaknya oleh orang alim dan seorang Hafizul Quran. Dan dikehendaki juga para ulama agar bersedia meluangkan waktunya untuk mendatangi masyarakat awam. Sebaliknya, dari masyarakat awam dikehendaki agar mereka mendatangi alim ulama untuk mengambil manfaat dari ilmu mereka.

Untuk mengatasinya, para masyaikh Tabligh sangat menekankan kepentingan ilmu dan mendorong setiap mereka agar belajar ilmu dan mendekati alim ulama. Syaikh Muhammad Ilyas berkata, “kami datang ke suatu tempat, lalu usaha sungguh – sungguh di sana, menjadikan mereka ahli agama, mentawajuhkan orang yang lalai, menghidupkan agama di ahli tempatan dan bagaimana agar orang – orang awam mereka meu ishlah diri mereka dengan mendatangi para ulama dan sholihin. Asal kerja di setiap tempat adalah menjadikan mereka karkun lalu faedah yang terbesar bagi orang awam adalah bila dapat menghubungkan mereka dengan para ahli agama di tempat mereka sendiri. Yang jelas cara kami ini diajarkan kepada setiap orang dimana mereka mau ikut dalm cara ta’lim, menjadikan dirinya berfaedah, dan mengambil faedah dari yang lain. Dan atas hal ini banyak keterbatasan yang ada pada kami.”

Syaikh Abul Hasan Ali An – Nadwi menulis di dalam sawanih Yusufi; “salah satu usaha dalam dakwah ini 
adalah menjadikan dakwah sebagai cara untuk mendatangkan orang awam kepada ulama, dan mewujudkan kerisauan ulama pada diriorang awam. Dan orang awam dapat memahami derajat ketinggian ulama, sehingga orang awam senantiasa mengambil manfaat dari para ulama. Sesuai dengan aturan dan penegasan atas hal ini, dianjurkan agar senantiasa berkhidmat kepada alim ulama.”

Syaikh Ilyas berkata di hadapan orang – orang Mewat, “ berkhidmatlah kalian kepada alim ulama yang sampai sekarang belum memberikan perhatian penuhuntuk mengajarkan agama kepada kalian. Sedangkan saya ini apa? Saya hanya datang ke tempat kalian tanpa dipanggil. Sayapun akan pergi kepada ulama yang belum begitu mempedulikan kalian. Saya akan berkhidmat kepada mereka, sehingga mereka pun mau berkhidmat agama kepada kalian.”

Beliau juga berkata, “hasil dari kerja tabligh kita ini adalah keum muslimin yang awam dapat mengambil manfaat agama dari alim ulama mereka. Kemudian menyampaikannya kembali kepada orang – orang yang lebih rendah daripada mereka. Karena sejauh mana kita menyampaikan dan menyebarkan keimanan, maka sejauh itu pula keimanan akan semakin bercahaya pada diri kita. Dan sejauh mana kita mempersiapkan orang untuk shalat, maka sejauh itu pula, shalat kita akan menjadi sempurna pada diri kita. (inilah diantara keistimewaan kerja tabligh. Dimana tujuan utama adalah penyempurnaan diri mauballigh itu sendiri).”

Dalam kesempatan lain, Syaikh Muhammad Ilyas pernah menulis sebuah surat yang demikian panjang lebar menjelaskan mengenai keutamaan – keutamaan ilmu dan anjuran untuk berkhidmat kepada alim ulama. Tulisan itu mencapai 23 halaman.

Anti Ulama

Jika Jamaah Dakwah dan Tabligh dituduh sebagai golongan anti agama, maka perbandingkanlah dengan keadaan umat ini; sampai dimanakah umat ini telah mengabaikan ulama? Berapa banyakkah hak – hak ulama yang telah dizalimi oleh kaum muslimin secara umum? Golongan manakah yang pada hari ini tidak menghinakan alim ulama? Perhatikanlah sikap orang – orang kayanya, orang – orang miskinnya, para pejabatnya, para wakil rakyatnya, sejauhmanakah mereka telah menghormati dan memuliakan alim ulamanya?

Bukankah hari ini, kaum muslimin secara umum lebih menghormati orang – orang kaya yang korup, para pejabat yang zhalim dan preman – preman yang jahat daripada ulama mereka? Bukankah orang – orang itu yang lebih didengar dan dipatuhi daripada mendengar dan mematuhi alim ulama mereka?
Syaikh Abul Hasan Ali An – Nadwi berkata, “sekarang ini telah tumbuh suatu keburukan yang disebabkan oleh pergulatan orang – orang politik, yaitu tumbuhnya perpecahan di daerah – daerah, sehingga masyarakat umum telah menjauh dari alim ulama. Kemudian muncul pada diri orang awam semangat untuk menentang ahli – ahli agama dan alim ulama. Syaikh Ilyas menghendaki dengan usaha dakwahnya ini setidak – tidaknya dapat mewujudkan suatu kondisi agar dengan permasalahan politik justru menyebabkan orang – orang awam bertambah perhatiannya terhadap agama, serta tidak membuat mereka melanggar hak memuliakan ulama.

Keburukan ini sudah melanda seluruh umat. Secara umum, umat sudah terperosok ke dalam tindakan su’ul adab kepada ulama. Kagungan dan kehormatan ulama sudah tidak lagi diperdulikan. Padahal mereka adalah para pewaris kenabian! Hanya karena kethawadhu alim ulama saja, sehingga masalah ini tidak begitu luas dibahas di majelis – majelis para ulama. Dan seandainya, pada kenyataannya menunjukkan bahwa tindakan tidak beradab dan menentang alim ulama ini sudah mewabah luas secara umum, dan dilakukan oleh hamper semerata lapisan masyarakat, maka mengarahkan tuduhan ini hanya kepada jamaah tabligh saja adalah suatu kezhaliman yang besar.

Di dalam kitab Tablighi Jamaat Per I’tiradhat Our Unki Jawabat, Syaikh Muhammad Zakariyya menulis;
Mengenai sikap Jamaah Dakwah dan Tabligh terhadap hal ini, maka sepengetahuan saya justru para ulama tabligh di markas seringkali menekankan agar ahli tabligh memuliakan alim ulama. Seandainya ada perbuatan,  atau perkataan yang bertentangan dengan nasehat tersebut, maka ia tentu bukanlah sifat, perbuatan, perkataan yang berasal dari Jamaah Tabligh.

Sebagai perbandingan, silakan simak apa yang terjadi di suatu kota yang sangat memusuhi dan membenci alim ulama. Kemudian perhatikanlah bagaimana perubahan rasa tersebut ketika Jamaah Tabligh mulai melancarkan dakwahnya yang berkembang pesat di sana. Syaikh Zakariyya bercerita; “siapakah yang menentang kenyataan, bahwa Mumbay sebelum kedatangan Jamaah Tabligh sangatlah tertutup terhadap ulama? Nasehat – nasehat pun sulit disampaikan kepada penduduk setempat. Bahjan karena demikian bencinya mereka kepada alim ulama, suatu ketika pernah syaikh Halimul Ummah beserta istrinya disakiti oleh pembenci ulama tersebut, yaitu ketika beliau pulang dari ibadah Haji. Ketika itu beliau mampir di Mumbay. Seseorang telah menyakitinya dan mengikatnya dengan kawat listrik. Syaikh diperlakukan demikian. Namun dengan siasat kecerdikan yang baik, syaikh berhasil lolos dari tempat tersebut dan melarikan diri.

Saya sendiri pada tahun 1338H, ketika saya bersama 300 orang pelayan pribadi Syaikh Saharanpuri pergi untuk haji, maka saya yang hina ini merasa ada perasaan takut kepada penduduk Mumbay yang jahat dan terkenal membenci alim ulama. Akhirnya Syaikh beserta kafilahnya tiba di suatu tempat, kurang lebih 10 km dari Mumbay. Karena rasa takut tersebut, kami semua terpaksa harus menginap di perkuburan dan berkemah di sana.

Dapat terbayangkan dengan jelas, bagaimana hubungan alim ulama dan masyarakat ketika itu, sehingga para ulama merasa sulit untuk berjalan dengan aman di kota Mumbay, maka mereka akan segera mencuci masjid tadi.

Namun sungguh ajaib. Di Mumbay jugalah sekarang ini banyak permintaan dan permohonan agar ulama dan para Da’i dating ke sana. Demikian banyaknya permintaan tersebut, sehingga kami pun kewalahan menunaikannya.

Para ulama tabligh pun demikian heran; bagaimana bisa, lingkungan yang tadinya sangat memusuhi ulama, namun sekarang mereka demikian dekat dan memuliakan alim ulama?
Seandainya mereka sebelumnya adalah para pengikut alim ulama, lalu setelah dating Jamaah Tabligh terwujud keadaan seperti itu, maka tetaplah bahwa jamaah tabligh melazimkan hal tersebut. Dan seandainya mereka menentang dari sebelumnya, maka dapat dibayangkan bagaimana tabligh telah bermanfaat bagi mereka.”

Di sinilah salah satu kenyataan bahwa jamaah dakwah dan tabligh sangat memperdulikan peranan alim ulama bagi umat. Betapa banyak anjuran para masyaikh tabligh agar selalu menghormati ulama dan mengambil manfaat darinya.

Mengenai hal ini, Syaikh Muhammad Ilyas pernah menulis surat kepada salah seorang sahabatnya, berikut ini;
“perhatikanlah benar – benar, bahwa kita senantiasa berhajat kepada para ulama. Tanpa mereka kita tidak dapat ditolong. Bantuan mereka adalah kebahagiaan kita. Mereka adalah para pembawa kebaikan – kebaikan dan nur – nur ilmu Nubuwah. Mengetahui derajat mereka adalah berarti meninggikan derajatr ilmu Nubuwah, dimana ketinggian mereka sangat layak kita berkhidmat pada mereka. Dan pahamilah bahwa pengkhidmatan kita kepada mereka adalah suatu ibadah yang besar. Dan tindakan kita mengambil faedah dari petunjuk dan nasehat – nasehat mereka serta selalu bermusyawarah dengan mereka adalah suatu sebab mendapatkan Cahaya ilmu Nubuwah.”

Beliau berkata, “jamaah – jamaah yang saya kirim ke Deoband dan Saharnpur, bukanlah untuk bertabligh dan mendakwahi alim ulama mereka. Saya menjauhkan diri dari maksud tersebut. Sekarang ini masyarakat awam sudah bertambah jauh dari ulama. Sangat perlu mendekatkan mereka kepada para ulama. Untuk tujuan itulah kami kirim jamaah ke sana.

Tidak kurang mereka juga menerangkan bagaimana pahala dari menjumpai dan menziarahi ulama, bagaimana adab dan tata tertib dalam berkhidmat kepada ulama, bagaimana cara mendakwahi mereka dan menyibukkan mereka dalam dakwah, dan bagaimana menyikapi hal – hal yang tidak dipahami, yaitu dengan senantiasa berhusnu Zhan, bagaimana agar senantiasa bertanya kepada para ulama apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana hendaknya dilakukan? Juga bagaimana hendaknya kita mendekatkan orang – orang awam, para pedagang, para pegawai kepada ulama. Semua itu terungkap dari nasehat – nasehat yang sering diberikan oleh beliau – beliau tersebut kepada jamaah.

Dakwah dan Ulama

Secara khusus, Jamaah Dakwah dan Tabligh juga dikirim ke daerah – daerah yang terkenal dengan keilmuan dan keulamaannya, seperti Saharanpur yang terkenal dengan Mazhahir Ulum dan Deoband yang terkenal dengan Darul Ulumnya.

Terhadap jamaah – jamaah yang dikirim ke sana, Syaikh Muhammad Ilyas  memberikan petunjuk khusus, dimana beliau berkata, “jamaah – jamaah para pengusaha Delhi yang dikirim untuk bertabligh ke saharanpuur, Deoband dan tempat – tempat lainnya. Hendaklah bersama mereka disertakan surat yang di tulis untuk para ulama di sana dengan penuh hormat, berisikan bahwa;

“Jamaah ini dikirim ke sini untuk bertabligh kepada mesyarakat awam. Dan waktu tuan – tuan sekalian adalah sangat berharga. Namun jika kemungkinan dan ada waktu luang, mohon kiranya memberikan pengawasan kepada jamaah – jamaah ini, agar kesibukan tuan dan para pelajar tidak patut ikut serta dalam usaha ini, dengan usaha sendiri tanpa pengawasan dari para pengajarnya.”

Dan ahli jamaah, yaitu yang akan keluar untuk bertabligh, hendaknya dinasehati, jika mereka merasakan kurangnya perhatian dari para ulama tersebut, maka janganlah mereka ada kebencian terhadap para ulama itu di dalam hati mereka. Bahkan hendaklah mereka memahami, bahwa para ulama pun sibuk dalam kerja yang sangat penting. Pada malam hari pun, para ulama itu sibuk dengan berkhidmat untuk agama, ketika orang lain tidur nyenyak.

Kurangnya perhatian mereka, hendaklah ditafsirkan dengan kelemahan kita sendiri. Dimana kita kurang bersilaturrahmi kepada mereka, sehingga mereka lebih memberikan perhatian kepada orang – orang yang mendatangi mereka selama bertahun – tahun.”

Selanjutnya mereka berkata, “buruk sangka tanpa suatu sebab kepada siapapun walaupun kepada orang biasa, dapat menjadi sebab kehancuran. Kebencian terhadap ulama adalah lebih besar lagi bahayanya. Muliakan orang Islam, dan hormatilah para ulama. Itulah asas dalam tabligh kita ini. Setiap muslim hendaknya dimuliakan karena ke – Islamannya, dan setiap ulama mesti lebih dihormati, karena ilmu agama yang ada pada diri mereka.”

Ingatlah kalian tidak boleh memahamkan kepada mereka masalah dakwah ini atau meyakinkan mereka atas kerja ini dengan mengatakan, bahwa kerja ini sangat berfaidah bagi agama dan bermanfaat bagi umat daripada kesibukan agama yang lainnya.

Jika dikatakan demikian, niscaya mereka tidak akan mndengar omongan kita. Oleh karena itu, perkhidmatan kita kepada mereka hanyalah semata – mata untuk memperoleh manfaat dari mereka. Bersungguh – sungguhlah dalam menghidupkan usaha dakwah ini di lingkungan mereka. Dan berusahalah untuk menjalankan kerja ini dengan tertib yang sebaik – baiknya. Dengan kerja demikian, kami berharap kerja kalian dan hasilnya akan sampai juga beritanya kepada mereka. Sehingga perhatian dan rasa tholab para ulama tersebut terhadap usaha ini. Lalu seandainya mereka dengan sendirinya memberi perhatian kepada dakwah kalian ini, maka ceritakanlah kepada mereka kebaikannya danmemohonlah kepada mereka agar dapat turut membimbing usaha ini. Jagalah adab dan penghormatan kepada mereka dan dengarkanlah nasehat – nasehat mereka.”

Selanjutnya beliau berkata, “seandainya ada ulama atau orang soleh yang tidak memperdulikan kerja ini, maka jangan beri kesempatan pada hati kita untuk berburuk sangka kepada mereka. Bahkan pahamilah, bahwa hakekat kerja ini belum terbuka sepenuhnya kepada mereka. Dan pahamilah, bahwa seandainya orang – orang sibuk dengan keduniaannya yang demikian rendah dan hina saja, tidak dapat memberikan masa untuk kerja dakwah ini, maka bagaimana kita dengan mudah memindahkan ahli agama dengan kesibukan agamanya yang agung untuk diganti dengan kerja ini?”

Syaikh Yusuf menulis di dalam salah satu surat beliau, “janganlah sekali – kali berburuk sangka kepada alim ulama dan orang – orang shalih. Bahkan selalulah berkhidmat kepada mereka untuk mengambil manfaat dari mereka. Janganlah sekali – kali terbetik di dalam pikiran, bahwa saya akan memberitahu mereka sesuatu. Tetapi selalulah kita berniat untuk mengambil manfaat dari mereka. Dan janganlah sekali – kali kita mendakwahi para ulama.”

Syaikh Yusuf juga berkata di dalam bayan pelepasan jamaah jamaah, “seandainya di dalam silaturrahmi kita mendatangi alim ulama, maka kita hanya memohon doa dari mereka. Seandainya terlihat mereka ada perhatian terhadap usaha ini, maka terangkanlah sedikit tentang usaha ini.”

Di lain kesempatan Syaikh Muhammad Ilyas berkata, “seorang muslim hendaknya berkhidmat kepada ulama itu dengan empat niat, yaitu;
a.       Semata – mata karena sudara se – islam. Sebab seorang Muslim yang menziarahi saudaranya semuslim samata – mata karena Allah, maka 70.000 malaikat akan menhamparkan sayapnya pada kaki – kaki orang yang bersilaturrahmi tersebut. Jika pahala silaturrahmi kepada sesama muslim saja sudah demikian besar, tentulah silaturrahmi kepada ulama akan lebih besar lagi pahalanya.
b.      Karena di hati dan tubuh mereka terdapat ilmu Nubuwah, maka mereka berhak untuk dimuliakan dan sangat layak untuk dilayani.
c.       Kerena mereka mengurusi dan mengawasi agama kita.
d.      Untuk mencukupi keperluan duniawi mereka. Karena jika ada diantara kaum muslimin yang mengurus dan memenuhi keperluan duniawi alim ulamanya dan hal ini memang tanggung jawab para hartawan dan orang – orang kaya disekitarnya, maka alim ulama akan terselamat dari kesibukan duniawi mereka, dan waktu mereka yang berharga tersebut, dapat digunakan untuk pengkhidmatan ilmu dan agama. Dengan demikian, orang – orang kaya pun akan mendapatkan pahala atas amalan para ulama.”

Bahkan beliau menekankan agar setiap jamaah dakwah dan Tabligh senantiasa berada dalam arahan alim ulama. Beliau berkata, “sangatlah penting bagi masyarakat awam untuk menentukan ulama pilihannya dan meletakkan dirinya di bawah tarbiyah dan pengawasannya serta untuk berkhidmat kapadanya.”

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa agama sangat menganjurkan kepada kita untuk senantiasa bertanya kepada para ulama dalam setiap permasalahan kita. Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw bersabda, “sesungghnya Isa bin Maryam as. Berkata, “sesungguhya perkara itu dibagi menjadi tiga; (1) sesuatu yang sudah kebenarannya, maka ikutilah. (2) sesuatu yang sudah jelas salahnya, maka jauhilah (3) sesuatu yang masih diperselisihkan, maka bertanyalah kepada ulama.”

Dari nasehat – nasehat di atas, maka dapat diketahui dengan jelas, bahwa jamaah dakwah dan tabligh tidak mungkin menjauhi ilmu dan alim ulama, apalagi memusihinya. Dan seandainya ada perbuatan, atau perkataan yang bertentangan dengan nasehat tersebut, maka hal itu sebagaimana yang telah disebutkan oleh Syaikh Zakariyya, bukanlah sifat, perbuatan, perkataan yang berasal dari jamaah tabligh.

Jamaah Tabligh dan Ilmu
Selain melalui kitab – kitab karangan mereka yang menulis mengenai kepentingan umum, tidak sedikit juga para ulama jamaah tabligh tersebut memberikan penekanan dalam nasehat – nasehat mereka mengenai keutamaannya.

Di dalam Sawanih yusufi tertulis, bahwa syaikh Muhammad yusuf sering menegaskan akan kepentingan ilmu, agar para ahli dakwah memberikan perhatian yang penuh terhadap masalah ini. Beliau berkata, “semua ahli tabligh, harus memahami, bahwa pada masa mereka keluar bertabligh, hendaknya benar – benar bertawajuh, terutama dalam masalah ilmu dan dzikir. Tanpa peningkatan ilmu dan dzikir, maka tidak akan ada penigkatan dalam agama. Untuk menghasilkan dan menyempurnakan ilmu dan dzikir, hendaklah kita meminta bimbingan dan pengawasan para alim ulama.”

Jadi, seandainya para pengkritik itu menyimak nasehat – nasehat dan ucapan – ucapan para tokoh ulama tabligh, seperti Syaikh Muhammad Ilyas, Syaikh Muhammad Yusuf, syaikh Muhammad zakariya ataupun para masyaikh lainnya, tentu tidak akan pernah terlontar tuduhan seperti di atas.

Dan masih banyak lagi nasehat – nasehat serta arahan – arahan para alim ulama jamaah dakwah dan tabligh yang berkenaan dengan ilmu dan ulama. Namun apabila disimpulkan dari semua nasehat – nasehat di atas tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa berkenaan dengan ilmu dan ulama, maka sikap da’i – da’i jamaah Tabligh adalah sebagai berikut;
·         Menanamkan kepentingan ilmu ke dalam hati masing – masing, sehingga tumbuh kesadaran akan kepentingan mempelajari ilmu agama.
·         Meluangkan waktu untuk mempelajari ilmu – ilmu  agama kepada alim ulama
·         Berusaha untuk senantiasa berkhidmat melayani keperluan – keperluan alim ulama
·         Tidak bersangka buruk terhadap perselisihan ataupun ketidaklayakan yang terlihat pada alim ulama
·         Mendekatkan orang – orang awam kepada alim ulama, agar merekapun mengambil manfaat dari alim ulama
·         Selalu bertanya dan meminta petunjuk kepada alim ulama dalam setiap permasalahan
·         Memohon doa dari alim ulama untuk kemaslahatan hidup.

Demikianlah keseimpulan yang dapat dipetik dari apa – apa yang sudah dinasehatkan oleh alim ulama Jamaah Tabligh. Dan ternyata, tidak ada satupun dari anjuran – anjuran itu yang mengarahkan agar menjauh atau menolak ilmu dan ulama.

Iman, Ilmu dan Amal
Ada sebagian orang yang menyatakan, bahwa yang tidak diperhatikan oleh Jamaah Dakwah dan Tabligh kurang mengadakan majelis – majelis ilmu yang berhubungan dengan fiqih, sehingga kebanyakan jamaah tabligh kurang memperhatikan keabsahan ibadah mereka dan hukum – hukumny dalam perkara ibadah, mu’amalah dan mu’asyarah.

Pernyataan tersebut sebenarnya akibat kesalahpahaman sebagian orang terhadap Jamaah Tabligh, sebab sangat tidak mungkin Jamaah Tabligh anti fiqih atau menolak fiqih.

Fiqih adalah masalah pemahaman seseorang dalam menjalani hukum – hokum dan batasan – batasan agama. Mengabaikannya, berarti telah merusak nilai – nilai ibadah kita sendiri. Sangat besar kepentingan fiqih bagi setiap muslim dalam menjalankan agama, namun tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam memahaminya.

Dari Jabir bin Abdillah ra., Rasulullah saw bersabda, “Manusia seperti barang tambang yang terbuat dari emas dan perak, orang – orang pilihan pada zaman jahiliyah juga orang – orang pilihan setelah masuk Islam, jika mereka memahami agama.”

Maulana sa’ad Al – Kandhalawi mengutip penjelasan hadits ini dengan menyatakan;”hadits ini merupakan penyerupaan manusia dengan barang – barang tambang, sebagaimana barang tambang yang berbeda – beda kadarnya. Ada sebagian yang memiliki kadar yang berharga, seperti emas dan perak. Dan sebagian lagi kurang berharga, seperti kapur dan arang.

Demikianlah keadaan manusia yang berbeda – beda dalam sifat dan wataknya, sehingga sebagian manusia memiliki derajat yang tinggi, dan sebagian lainnya berderajat rendah. Misalnya emas yang masih terpendam dalam bumi sebagai barang tambang, harganya akan jauh berbeda dengan emas yang sudah dikeluarkan dari bumi. Demikian pula manusia, selama masih terpendam dalam kegelapan kufur. Walaupun ia bersifat dermawan serta berani, derajatnya akan jauh berbeda jika ia sudah memeluk Islam dan memahami agama.”

Di satu sisi kemampuan masing – masing orang berbeda dalam memahami fiqih, dan di sisi lain; minat setiap merekapun berbeda terhadap fiqih. Ada sebagian orang yang suka berkecimpung dalam masalah fiqih dan ada yang cukup sekadar mengetahuinya saja.

Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah saw di dalam haditsnya. Abu Waqid Al – laisy meriwayatkan, “pada suatu hari, Rasulullah saw duduk beserta para sahabatnya di masjid. Tiba – tiba datanglah tiga orang. Dua orang duduk mengahadap Rasulullah saw.,dan yang ketiga langsung pergi. Adapun salah satu dari keduanya melihat tempat kosong di majelis tersebut, maka ia langsung mendudukinya. Sedangkan yang kedua duduk di belakang para sahabat. Dan yang ketiga, ia berpaling dan langsung pergi. Ketika majelis selesai, maka Rasulullah saw bersabda, “tidakkah kuberitahukan kepada kalian tiga orang tersebut? Adapun dia telah pergi menuju Allah, yakni duduk dalam majelis, maka Allah juga pergi (dengan rahmat-Nya) kepadanya. Dan yang kedua, dia merasa malu (duduk dalam majelis), maka Allahpun malu kepadanya. Dan ketiga, ia telah berpaling (dari majelis), maka Allah pun berpaling darinya.”

Rasulullah saw bersabda, “ perumpamaan sesuatu yang Allah telah mengutusku dengan hidayah dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah;
·         Tanah bersih yang mampu meresap air, sehingga menumbuhkan tumbuhan – tumbuhan dan rumput dengan lebat
·         Tanah keras (yang tidak bias meresap air, tetapi) menahan air di atasnya, maka Allah memberi manusia faedah darinya, sehingga mereka bisa minum, memberi minuman binatang dan bercocok tanam.
·         Air hujan yang mengenai jenis tanah lain, yaitu yang tidak bisa menahan air dan tidak bisa menumbuhkan tumbuh – tumbuhan.”
Jenis – jenis manusia yang disampaikan oleh Rasulullah saw di atas adalah perbedaan keadaan manusia dalam menerima ilmu. Tidak semuanya dapat disamakan dalam pemahaman ilmu agama. Dalam hal ini, diperlukan tahapan – tahapan untuk mencapai kesempurnaan beragama.

Dan sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Jamaah tabligh, baru tahap awal untuk membina manusia ke arah kesempurnaan Islam. Dan untuk menuju ke arah tersebut sangat diperlukan kemantapan iman dan keyakinan yang kuat kepada Allah.

Demikianlah yang diusahakan pada awal kerja nubuwah Rasulullah saw.. pertama kali beliau bergerak kepada manusia adalah untuk menanamkan iman di dalam hati – hati manusia. Itulah tahap awal sebagai pondasi untuk menuju kesempurnaan. Selama 13 tahun Rasulullah saw hanya menggaungkan keimanan di tengah masyarakat jahiliyah ketika itu.

Setelah iman tumbuh, dan semangat beragama sudah mulai meresap pada hati – hatikaum muslimin, barulah ditanamkan hal – hal yang berkenaan dengan hukum.

Hal ini, sebagaimana diceritakan sendiri oleh para sahabat ra.. Ibnu Umar ra berkata, “aku hidup beberapa tahun, dan sesungguhnya seseorang dari kami dikaruniai iman sebelum Alquran dan turun surat Alquran kepada Muhammad saw., maka ia belajar halalnya dan haramnya, dan ia tidak diperkenankan untuk berhenti disisinya darinya sebagaimana kalian mempelajari Alquran. Kemudian kusaksikan orang – orang yang dikaruniai Alquran sebelum keimanan. Maka ia membaca dari surat pembuka hingga penutupnya, tetapi ia tidak mengetahui apa perintah-Nya dan apa larangan-Nya, dan ia tidak diperkenankan untuk berhenti di sisinya darinya dan menyebarkannya dengan nasyral daqqal.”

Dari junub bin Abdullah, ia berkata, “kami bersama Nabi saw. Dan pada saat itu kami adalah pemuda – pemuda yang hampir baligh. Maka kami mempelajari iman sebelum kami mempelajari Alquran. Kemudian barulah kami memperlajari Alquran, sehingga meningkatlah iman kami dengannya.”
Ali ra berkata, “apabila ada suatu surat yang turun pada masa Rasulullah saw ataupun satu ayat atau lebih, maka keimanan dan kekhusyuan kaum muslimin bertambah.”

Abi Abdurrahman meriwayatkan, “disampaikan kepada kami orang yang membacakan kepada kami diantara sahabat ra.,bahwa mereka dibacakan dari Rasulullah saw sepuluh ayat berikutnya, sehingga mereka mengetahui apa yang dimaksud dengan ayat itu ilmunya dan amalannya. Maka kami mempelajari ilmu dan amal sekaligus.”

Dalam riwayat lain ada tambahan, “…maka kami mempelajari Alquran dan amalan bersamaan. Sesungguhnya aku diwariskan Alquran ini setelah kami, suatu kaum yang mempelajarinya seperti minum air yang tidak melewati tulang leher, bahkan tidak melewati di sini. “dan ia menunjukkan jarinya ke tenggorokannya.

Maksud tersebut sejalan dengan kehendak dan anjuran Syaikh Ilyas terhadap Jamaah Tabligh, beliau berkata, “dikehendaki agar dari ilmu dapatmenghasilkan amalan. Dan dari amalan dapat menghasilkan dzikir kepada Allah. Hal ini bisa terjadi bila ilmu adalah ilmu dan amal adalah amal. Seandainya dari ilmu tidak dapat melahirkan amalan maka ini adalah kegelapan. Dan amalan tanpa mengingat Allah adalah kekosongan seperti angin lewat. Dan dzikir tanpa ilmu pun adalah fitnah.”
Dikalangan para sahabat ra., hanya sedikit diantara mereka yang bisa dijadikan rujukan fatwa. Masruq ra berkata, “aku mengenali baik para sahabat Rasulullah saw.. maka kudapati bahwa ilmu mereka berkumpul pada enam orang, yaitu; Umar, Ali, Abdullah, Muadz, Abu Darda, dan Zaid bin Tsabit radhaiyallahu anhum. Lalu kukenali dengan baik mereka semua, hingga kudapati bahwa ilmu mereka pun terkumpul pada Ali ra. Dan Abdullah ra..”

Masruq pun berkata, “aku datang ke madinah, maka aku bertanya mengenai para sahabat Nabi saw., ternyata yang paling dalam ilmunya adalah Zaid bin Tsabit ra..”

Walaupun demikian, setiap sahabat adalah faqih dalam hal amalan secara umum. Di tengah kesibukan mereka berdakwah dan mentablighkan agama, mereka tetap menyempatkan waktu untuk duduk di dalam majelis – majelis ilmu dan dzikir.

Hal seperti itu jugalah yang diusahakan dalam usaha dakwah dan tabligh, sehingga setiap orang di arahkan untuk bersemangat dalam mempelajari ilmu – ilmu agama dan mengamalkannya. Mereka pun dianjurkan untuk duduk di dalam majelis – majelis ilmu pada ulama – ulama setempat, agar menyempurnakan perbekalan ilmu mereka. Namun, tidak semua mesti menjadi faqih dalam seluruh masalah agama, karena setiap diri memiliki kemampuan dan kesempatan yang berbeda – beda.

Alim Ulama Jamaah Tabligh
Sesungguhnya di kalangan Jamaah Tabligh, tidak sedikit alim ulama yang ikut bergerak di dalamnya. Jika dihitung jumlahnya, memang masih jauh dari jumlah orang – orang awamnya. Namun dari keberadaan mereka sudah cukup untuk menjadi pengendali usaha dakwah ini disetiap daerah.

Para Masyaikh Tabligh sendiri adalah para ulama yang sangat diakui keulamaannya. Tidak hanya dalam bidang keilmuan saja, bahkan hampir setiap mereka adalah tokoh dalam empat hal;
·                     Dalam bidang dakwah, mereka adalah para ulama sekaligus da’i – da’i yang tidak diragukan lagi perjuangan dan pengorbanan mereka dalam mendakwahi umat.
·                     Dalam bidang keilmuan, mereka adalah para ustadz, yang disela – sela kesibukkan dakwahnya, mereka tetap meluangkan waktu untuk mengajar di pesantren mereka. Seperti para Masyaikh India, sebagian besar mereka adalah para pengajar di Pesantren Kasyiful Ulum Nizhamuddin Delhi, ataupun di Darul Ulum Saharanpur.
·                     Dalam bidang tarekat, mereka adalah ahli – ahli tashawwuf, yang disela – sela kesibukkan mereka berdakwah dan mengajar, mereka masih menyempatkan diri untuk tenggelam dalam dzikir dan taqarrub demi pemeliharaan dan penigkatan kekuatan ruhaniyah mereka.
·                     Dalam bidang tulisan, mereka adalah para pengarang dan penyusun kitab – kitab besar. Walaupun sudah tersita waktu mereka untuk dakwah, mengajar, dan berdzikir, mereka masih dapat meluangkan waktu untuk menulis berabagai disiplin ilmu agama. Diantara karya – karya besar mereka adalah; Amaniyal Ahbar yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Yusuf Kandhalawi. Kitab ini adalah kitab fiqih bermadzhab Hanafi, empat jilid besar, berjumlah 1456 halaman. Beliau juga menulis kitab – kitab hadits yaitu; Hayatus Sahabah dan Muntakhob Ahadits. Sedangkan Syaikh In’amul Hasan telah menulis kitab Abwabu Muntakhabah min Misykatil Mashabih, yaitu kitab hadits sebanyak dua jilid. Dan Syaikhul Hadits Muhammad Zakariyya juga telah menulis berbagai kitab yang sudah kita kenal kamasyuhurannya.

Dan masih banyak lagi tokoh – tokoh ulama jamaah Tabligh yang lainnya. Hampir rata – rata mereka adalah da’i, Ustadz, ahli dzikir, dan penulis buku. Setidaknya, kebanyakan mereka adalah lulusan pondok pesantren ataupun jamiah – jamiah Islamiyah di negara mereka masing – masing, sebagian mereka bahkan melanjutkannya ke jenjang mufti, Darul hadits dan sebagainya.

Alhamdulillah, dewasa ini perkembangan Jamaah Dakwah dan Tabligh nampak meningkat dengan pesat. Peranan da’i – da’i ulama mulai terasa di setiap markas. Sebagian mereka bahkanmenggerakkan santri – santrinya untuk terjun dalam usaha dakwah ini secara rutin, tanpa mengganggu kegiatan mengaji mereka.
Dan selanjutnya, yang sungguh menggembirakan adalah dikirimnya jamaah – jamaah ulama fi sabilillah di berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Pengorbanan mereka melebihi orang – orang awam pada umumnya. Diantaranya adalah para lulusan Al – Azhar mesir yang sudah banyak terlibat dengan usaha dakwah dan Tabligh ini. Juga dari Darul Ulum Deuwsbery Inggris, yang ratusan jamaah ulama dikirim khuruj fi sabilillah ke berbagai tempat setiap tahun untuk khuruj fi sabilillah ke berbagai belahan dunia. Dan masih banyak lagi kebangkitan – kebangkitan alim ulama dalam jamaah tabligh.

Setelah kepulangan para ulama tersebut dari khuruj fi sabilillah, maka masyarakat umum di kampung – kampung pun dapat merasakan manfaat dan faedah mereka. Semangat orang – orang awam kepada agama mulai bangkit, sehingga selain banyaknya orang – orang tua yang bertaubat, anak – anak mereka pun mulai berminat untuk mendalami ilmu – ilmu agama dengan belajar di pondok – pondok pesantren, sehingga generasi beragama mulai banyak bermunculan.
Selain itu, juga telah muncul kesediaan Madrasah – madrasah dan pondok – pondok pesantren untuk dijadikan tempat – tempat pertemuan dan ijtima’ secara rutin. Baik untuk wilayah desa, kecamatan, provinsi, dan tingkat nasional.
Dan semua itu, tentu tidak mungkin dilakukan oleh orang – orang yang membenci ilmu dan ulama. Bagaimana mungkin?
Sekian. Wallahu a’lam

Sumber : e-book pikir sesaat untuk agama
Share on Google Plus

About Rizal Palangiran

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

WHAT IS YOUR OPINION?