Nabi SAW Menangis untuk kita bertahun-tahun....


(Mesjid Jami Kerung-Kerung Makassar)

Rasulullah Saw menangisi kita bertahun-tahun lamanya. Kita malah membinasakan diri dalam dunia. Di Arafah, lima jam beliau berdoa untuk ummat. Duduk di atas onta yang tak kenal istirahat. Di bawah teriknya matahari bulan April. Terkadang beliauangkat tangannya ke arah langit. Terkadang beliau letakkan pada dada. Terkadang bila onta bergerak-gerak, satu tangan memgang tali kekang. Bila sudah tenang kembali kedua tangan beliau angkat ke atas. Beliau hanya berdoa untuk ummat saja. Buka untuk anak dan keturunan beliau. Padahal beliau sudah mendengar kabar musibah yang akan menimpa keturunan beliau. Beliau peluk cucu beliau Husain RA dalam pangkuan sambil menangis lama. Salman RA yang melihat kejadian itu bertanya. Beliau menjawab, “Baru saja Jibril AS mendatangiku dan memberi kabar bahwa cucuku ini akan dibunuh oleh ummatku. Dinampakkan padaku bagaimana mereka menumpahkan darah.” Enam belas orang keluarga Husain RA dibantai dan dipotong-potong. Ditambah lima orang saudara seayah beliau. Tujuh puluh dua kepala dipenggal. Terakhir, Abdullah, anak kecil yang tidak berdosa pun dibunuh juga. Sedangkan para wanita ditawan dibawa oleh pasukan ibnu Ziyad.


Takala mereka melewati kepala yang bertebaran, salah seorang berkata, “Wahai Muhammad, wahai Muhammad, ini Husain dipenggal kepalanya, bertebaran anggota tubuhnya. Keturunan laki-lakimu dibunuh. Dan putri-putrimu dijadikan tawanan.” Mendengar itu, semuanya menangis. Musuh pun menangis. Pembantaian yang akan menimpa keturunan beliau tahan. Tapi untuk ummat merengek-rengek beliau memohon.
Rabiul Awwal tiba. Saatnya beliau meninggalkan dunia. Datang malaikat Jibril AS berkata, “Ada satu malaikat lagi, besar, menunggu di luar. Belum pernah datang sebelumnya, dan tidak akan datang lagi selamamnya. Malaikat maut minta izin padamu untuk masuk.” Betapa tingginya derajat Nabi kita, malaikat maut pun minta izin dulu sebelum masuk ke dalam rumahnya. “Masuklah,” kata beliau. Izrail AS berkata,”Ya Rasulullah, sejak aku ditetapkan sebagai malaikat maut, ini pertama kali Allah berfirman padaku, ‘Mintalah izin. Bila diizinkan masuklah. Bila tidak, kembalilah. Tanyalah dulu, akan pergi atau akan tinggal. Bila memilih tinggal, kembalilah.’” Rasulullah Saw bertanya kepada Jibril AS, “Apa pendapatmu?” “Ya Rasulullah, Allah Swt rindu untuk bertemu denganmu.” “Benarkah? Tapi aku tidak bisa pergi sebelum kuselesaikan urusan ummatku.” Jibril AS pergi, Izrail AS diam menanti. Sebentar kemudian datang dan berkata, “Allah Swt berfirman bahwa ummatmu tidak akan dibiarkan sendirian.” “Sekarang, sudah tenang hatiku,” kata beliau. Andaikan bukan karena jerih payah beliau, tentulah kita ini sudah menjadi hewan yang berkeluiaran. Pahamilah, hargailah tangisan beliau untuk ummatnya. Untuk keturunan beliau pun beliau tidak berdoa seperti itu.


Belaiu bersabda kepada malakul maut, “ Lakukan tugasmu!” Jibril AS berteriak, “Ya Rasulullah, begitukah keputusanmu? Berarti,inilah kali terakhirku datang ke dunia. Silsilah wahyu berakhir sudah.” Tatkala Izrail AS mulai mengambil ruh beliau, shahabat Ali RA yang memegang tubuh beliau berkata, “Ya Rasulullah, tidak ada kematian di dunia ini seperti kematianmu. Andaikan engkau tidak memerintah kami untuk bersabar, tentulah kami akan tunjukkan pada dunia, bagaimanakah menangis itu? Tentulah dunia akan melihat, seperti apakah yang namanya bersedih.” Di akhir nafas, beliau berpesan kepada ummat, “Janganlah ummatku meninggalkan shalat. Dan perhatikan hamba sahaya kalian.” Hari ini berapa banyak wanita bertenbaran di pasar meninggalkan shalat? Anak-anak muda nongkrong, berapa yang shalat? Dan pesan yang kedua, apa maksudnya? Berbuat baiklah pada orang miskin, pada bawahan, pada para pembantu. Mereka juga orang mukmin. Mereka pun punya keluarga. Punya anak. Punya ibu. Jangan sampai karena kesalahan-kesalahan kecil kita berlaku kasar pada mereka. Itulah pesan terakhir Nabi kita.


Dan tatkala suara beliau makin lemah, beliau bersabda, “Shalat, shalat,shalat. Allahumma ma’arrafiqil a’la.” Beliau wafat. Ibunda ‘Aisyah R.ha menjerit. Mendengarsuara jeritan dari dalam rumag Rasulullah terjadi keributan di luar. Umar RA segera menghunus pedangnya dan berkata, “Awas, barangsiapa mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah wafat, kupenggal lehernya. Beliau hanya pergi uintuk bermunajat kepada Allah sebagaimana Musa AS bermunajat. Beliau akan kembali.” Abu Bakar RA datang, langsung masuk ke dalam rumah dan membuka selimut Rasulullah Saw. Beliau cium kening beliau Saw, menangis sambil berkata, “Wahai Nabi, wahai Kekasih, wahai belahan jiwa.” Dengan tenang beliau melangkah ke dalam masjid. “Duduk!”kata beliau pada Umar RA. Umar RA dengan tegas menolak, “Saya tidak akan duduk.” Abu Bakar RA naik mimbar dan berkhutbah, “Wahai manusia, barangsiapa menyembah Muhammad maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Hidup dan Kekal. Lalu beliau bacakan firman Allah Swt :
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ (Ali Imran: 144).


Mendengar itu, UmarRA jatuh tersungkur. “Seolah ayat itu baru hari itu diturunkan,” kata Umar RA. Di hari berkabung itu, tiba waktu Zhuhur Bilal RA mengumandangkan adzan. Begitu sampai pada kata “Asyhadu anna Muhammadarrasulullah” suara tersekat. Dua puluh kali diulang. Suara melemah. Madinah gemuruh dengan dengan suara tangis. Para wanita tidak mampu menahan suara mereka. Begitu turun, Bilal RA mengatakan, “Mulai hari ini aku tidak akan adzan lagi.”


Musafir yang menangisi ummat telah pergi. Di saat kepergiannya pun ummatnya yang dipikirkan. Dan setelah kematiannya pun ummatnya yang dipikirkan. Imam Al Atabiy, Annawawi, Ibnu Katsir meriwayatkan kisah: Al Atabiy berkata, “Takala aku duduk di dekat kubur Rasulullah Saw seorang badui datang ke kubur Rasulullah Saw dan membaca ayat:
وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا
Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.


Aku datang dengan memohon ampun atas dosaku dan meminta syafaat padamu pada Rabbku. Lalu membaca bait sair:
يا خيرَ من دُفنَت بالبقاع أعظُمُه … فطاب منْ طيبهنّ القاعُ والأكَمُ
نَفْسي الفداءُ لقبرٍ أنت ساكنُه … فيه العفافُ وفيه الجودُ والكرمُ
Wahai yang dikubur di pelataran yang dengannya tanah menjadi berkah, lambah menjadi berkah, dan gunung pun menjadi berkah.

Aku korbankan diriku kubur yang engkau tempati,
di situlah kedermawanan,
di situlah kemuliaan,
di situlah keluhuran

Dua bait sair ini tertulis di kubur beliau yang mulia hingga hari ini. Tambah dua bait lagi:
أنت الشفيع الذي ترجى شفاعته … على الصراط إذا ما زلت القدم
وصاحباك فلا أنساهما أبدا … مني السلام عليكم ما جرى القلم
Engkaulah pemberi syafaat
yang diharapkan syafaatnya di atas shirat
tatkala telapak kaki tergelincir
Juga kedua sahabatmu tidak akan aku lupakan selamanya,
salam dariku untuk kalian selama qalam masih berjalan.”


Sair yang sudah ratusan tahun ini abadi hingga hari ini. Lalu orang badui itu pergi dan Imam Al Atabi tertidur. Beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah Saw yang bersabda, “Kejar orang badui itu dan sampaikan padanya bahwa Rabb telah mengampuni dosanya.” Setelah wafat pun masih berjalan bantuan untuk ummatnya. Tidak adakah yang sadar? Tidak adakah yang terguagah? Ini baru di dunia, lihatlah jauh ke depan. Tatkala semua orang mengatakan nafsi…nafsi.. (diriku…diriku…). Suami tidak ingat istri, istri tidak ingat suami. Anak tidak ingat orang tua, ayah dan ibu tidak ingat anak. Adam AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Idris AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Nuh AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Hud AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Shalih AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Yunus AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Musa AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Harun AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Yahya AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi Zakaria AS berkata, “nafsi…nafsi.” Nabi ‘Isa AS berkata, “nafsi…nafsi.”


Tapi ada satu pribadi yang berbeda dengan lainnya, yang berseru Ya Allah ummatku, ummatku. Padahal semua Nabi memikirkan diri masing-masing. Ibu memikirkan diri masing-masing. Nabi kita tetap setia memikirkan ummatnya. Maka mengapa kita ingkari beliau? Mengapa kita khianati beliau? Mengapa kita durhakai? Tidak adakah orang lainnya? Maka segeralah bertaubat, segeralah bertaubat. Sebenarnya saya ingin berbicara singkat, tetapi pembicaraan menjadi panjang. Saya tidak tahu kapan bertemu lagi dengan majma seperti ini? Orang mengatakan kita gila, mondar-mandir meninggalkan keluarga. Bukan sembarang gila, tetapi kengerian pemandangan akhirat membuat kita lupa. Membuat kita gila. Kengerian kematian membuat kita melupakan segala kesusahan. Dan surga serta indahnya keadaan setelah kematian telah membuat kita lupa pada masalah-masalah dunia.........

(Bayan Maulana Traiq Jamil)
Share on Google Plus

About Rizal Palangiran

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar

WHAT IS YOUR OPINION?